Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BAKAMLA : Sang Pengawal Lautan yang Layak Diperkuat

26 Juni 2020   11:23 Diperbarui: 26 Juni 2020   13:39 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok. Jawa Pos

Di awal Januari 2020, rombongan kapal penangkap ikan dari Negeri Panda masuk lagi wilayah Laut Natuna Utara. Kejadian ini sudah berulang, kapal-kapal nelayan China berani bermain jauh dari negerinya karena dikawal oleh Kapal Penjaga Pantai RRC. Tak pelak kapal dari utara ini membuat resah Pemerintah Pusat dan Presiden Jokowi. 

Untuk merespon kegerahan Presiden, TNI AL segera mengirim 8 unit kapal perang berjenis pemukul, ditambah dengan TNI AU yang mengirim 4 unit Pesawat tempur F16 dengan senjata lengkap. Punggawa Pejambon, Retno Marsudi juga segera mengirimkan nota protes ke China. 

Syukurlah  nelayan China yang dikawal oleh Kapal Coast Guard Pemerintah China segera mengalah ketika melihat kita bereaksi keras. Pada saat kunjungan kerja Presiden Jokowi Ke Natuna, beliau tidak melihat lagi kapal-kapal dari China berseliweran. 

Kedepan, besar kemungkinan kejadian ini akan berulang seperti main petak umpet, nelayan China akan masuk ZEE Laut Natuna Utara ketika kita lengah. Kita harus bersiap, kehadiran negara di Laut Indonesia merupakan keharusan, jangan terulang lagi kejadian seperti ini, pemerintah seperti kebakaran jenggot dan tergopoh-gopoh mengirim armada ke Natuna setelah nelayan lokal ribut dan menjadi viral.

Sesungguhnya, berdasarkan hukum Indonesia dan aturan Internasional,  reaksi kita  overkill merespon kejadian di Laut Natuna Utara tersebut.  Sebab unsur yang masuk ke wilayah ZEE kita, hanya nelayan dan kapal penjaga pantai asing maka belum saatnya TNI AL turun tangan. Masih banyak institusi yang punya kewenangan untuk menanganinya, seperti BAKAMLA misalnya, atau Kapal Pengawas Perikanan, malah KPLP sebenarnya punya kewenangan juga untuk mengatasi rombongan kapal dari negerinya  Jack Ma ini.

Aturan Internasional mengenal  prinsip kesetaraan atau equality, kapal sipil yang masuk ke laut kita, seyogyanya dihadapi kapal sipil pula. Pagelaran Kapal Perang untuk menghadapi kapal sipil, akan menghadapi konsekwensi yang berat apabila sampai kebablasan.  Kita boleh dibilang beruntung, karena Komandan KRI yang ditugaskan menghadapi provokasi China kemarin mempunyai pengendalian emosi yang baik. Karena  ditengah provokasi kapal Coast Guard China, mereka masih dapat bersikap tenang dan tidak emosi. 

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya Kapal Perang kita sampai melepaskan tembakan. Karena satu peluru saja yang menghantam kapal mereka, menurut aturan internasional dapat dianggap sebagai casus belli alias pernyataan perang. Dalam aspek militer casus belli dianggap blunder, dalam kerangka diplomasi casus belli dianggap sangat merugikan karena diketegorikan sebagai negara yang memulai perang. Dulu, Vietnam pernah naik pitam ke Indonesia karena kapal perang TNI AL menembaki nelayan mereka, tetapi  mengingat persaudaraan sesama ASEAN mereka tidak memperbesar masalah ini.

www.thephoenixpostindia.com
www.thephoenixpostindia.com

Sebenarnya, counterpart yang sepadan di kasus kemarin adalah BAKAMLA.  Mengutip Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014, BAKAMLA mempunyai tugas untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan  di perairan Indonesia dan wilayah yuridiksi Indonesia. Artinya BAKAMLA tetap mempunyai kewenangan di  Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Tetapi ada permasalahan klasik yang dihadapi oleh BAKAMLA, tidak lain dan tidak bukan adalah keterbatasan anggaran... duit lagi, duit lagi.

Sebenarnya Pemerintah dibawah rezim Jokowi mempunyai keinginan yang kuat untuk memperkuat BAKAMLA, tetapi menjadi berbeda kalau berbicara mengenai anggaran. BAKAMLA harus berbagi APBN sektor kelautan dengan  13 institusi di Indonesia  yang mempunyai kewenangan di laut. Dari keseluruhan institusi tersebut terdapat 6 lembaga yang mempunyai armada laut, mulai dari TNI AL, BAKAMLA, KPLP, Bea Cukai, Pengawas Perikanan sampai dengan polisi perairan. Banyaknya lembaga ini membuat alokasi APBN untuk kelautan, tidak bisa fokus pada BAKAMLA saja. 

Padahal sebagaimana kita ketahui pembelian kapal, perawatan kapal dan patroli laut membutuhkan biaya yang mahal. Sekedar untuk diketahui, biaya operasional 1 unit KRI berjenis Landing Platform Dock (LPD) mencapai 200 juta rupiah/hari belum lagi dengan biaya perawatannya. Jadi bisa dibayangkan berapa biaya yang dibutuhkan setiap lembaga ini dalam melaksanakan patroli laut selama 1 tahun saja.  

Makanya, kita tidak perlu heran mendengar keluhan dari kementerian Kelautan dan Perikanan tidak bisa hadir patroli di Laut Natuna Utara karena sudah kehabisan anggaran. Selain tidak fokusnya anggaran, institusi yang bertugas di laut juga sering bentrok karena tumpang tindih kewenangan, adakalanya mereka berebut tugas, dilain kesempatan saling melempar tanggung jawab. Pemerintah atasan juga sulit untuk mendelegasikan tugas dan tanggung jawab ke satu institusi karena ruwetnya regulasi ini.

Salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan adalah dengan menyatukan semua institusi ini kedalam satu payung. Pemerintah dan DPR memang sudah mempunyai rencana untuk menyusun "omnibus law" RUU tentang Keamanan Laut, tapi seperti dikutip dari pernyataan  Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan bahwa RUU ini tidak akan mengotak-atik kewenangan setiap lembaga. 

Padahal  "omnibus law" tentang Keamanan Laut ini merupakan salah salah satu peluang bagi Pemerintah dan DPR untuk menyatukan semua lembaga ini. Dengan catatan tidak menghilangkan satupun kewenangan setiap institusi tetapi menggabungkannya kedalam tugas pokok dan fungsi BAKAMLA. Setiap sektor tidak lepas dari tugas pokok institusinya tetapi bergabung di dalam satu kapal patroli yang bernama BAKAMLA alias Coast Guard Indonesia.

Penulis membayangkan apabila semua tugas pokok dan fungsi kelautan digabung kedalam satu lembaga yaitu BAKAMLA, para stakeholder kelautan akan mendapat kemewahan karena mempunyai armada yang lengkap dan pasokan APBN yang cukup. Karena sesuai data yang penulis kutip ,semua lembaga ini mempunyai armada hampir mencapai 400 kapal dengan berbagai ukuran.

Kedepannya BAKAMLA sebagai penanggung jawab Laut juga harus mulai merencanakan membangun Kapal-kapal Patroli "Ocean Going"sekelas KN Tanjung Datu yang dapat bermain-main di wilayah ZEE Laut China Selatan. Alangkah indahnya melihat Kapal Coast Guard Indonesia perang semprotan air dengan Coast Guard China atau kejar-kejaran dengan coast guard Vietnam. Sementara TNI AL dengan kapal frigatenya cukup mengawasi dari kejauhan dan menjaga apabila angkatan laut negara tetangga turun campur. BAKAMLA hadir di lautan, nelayan pasti senang.

Mimpi itu pasti terwujud apabila masyarakat, terutama nelayan Indonesia  mendorong penyatuan ini. Para pemangku kepentingan di laut ini juga harus berubah, tidak zamannya lagi membawa sifat ego sektoral karena ancaman yang dihadapi sudah didepan mata dan bukan kaleng-kaleng yaitu Coast Guard Calon Negara Adidaya, China.

Jalesveva Jayamahe.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun