Apa itu Premis?
Kalau kita melirik KBBI, "premis" adalah sebuah proposisi (kalimat pernyataan yang bernilai benar atau salah) yang berfungsi sebagai alasan dalam sebuah konstruksi argumen. Dalam konteks filmografi atau ilmu seni peran, definisi premis sedikit berbeda. Kita akan lihat dalam tulisan ini.
Semua diawali dengan premis. "Semua" itu memangnya apa saja sih? Ya, semua tahapan pembuatan film. Mulai dari 1) development, 2) praproduksi, 3) produksi, 4) pascaproduksi, hingga 5) distribusi.
Nah, penulisan skenario ada di tahap awal (poin 1). Pada tahap ini semua SDM pembuatan film harus bahu-membahu untuk  merumuskan pengembangan ide, menentukan jenis cerita, genre dan format, serta tak kalah pentingnya: penulisan skenario. Ide untuk pembuatan film bisa datang darimana saja. Bisa adaptasi dari novel, kisah nyata, atau narasi yang ditawarkan langsung oleh investor film. Pada tahap inilah dikenal istilah triangle system yaitu: produser, sutradara dan penulis naskah.
Setelah mendapatkan ide mereka akan bekerjasama untuk membuat premis, sinopsis, treatment, kemudian skenario. Selanjutnya produser dan sutradara menyiapkan treatment untuk menyampaikannya kepada investor. Jika berhasil, film ini akan menerima dana untuk proses produksi.
Jika belum berhasil, si triangle ini harus bekerja keras lagi untuk memperbaiki semuanya, sampai investor yakin dengan ide yang disampaikan, lalu setuju mendanai. Sebab, sama seperti di industri manapun, ide secerdas apapun tak akan terjadi tanpa dana, bukan?
Oke. Sebelum melebar dan memanjang kemana-mana, kita kembali ke penulisan skenario, di topik P-R-E-M-I-S. Sekali lagi, dalam konteks penulisan skenario: Apa itu premis? Premis adalah ide dasar. Film yang sedang dirancang ini, ceritanya tentang apa? Dengan teknik empati, seorang penulis skenario harus menempatkan diri sebagai penonton: Mengapa Saya sebagai penonton harus menonton film ini?
Karena itulah, premis harus matang dulu di awal. Matang bukan berarti harus lengkap dan serba detail ya. Tapi, maksudnya kita tidak mungkin ujuk-ujuk kita mulai dengan sinopsis, karakter dan sebagainya. Harus dimulai dari premis.
Dari mana sebuah premis berasal?
Proses kreatif masing-masing orang berbeda. Sumber ide berbeda. Ernest Prakasa, dilatarbelakangi oleh jam terbang yang tinggi antara lain harus menulis naskah untuk materi standup comedy-nya, biasanya mendapatkan inspirasi dari keresahan atau kejujuran. Mengapa harus sesuatu yang meresahkan atau jujur? Karena ketika kita menceritakan sesuatu yang dekat dengan kita, kita mendapatkan sesuatu yang unik. Ia berkisah, misalnya ketika mengerjakan film Cek Toko Sebelah, faktanya sampai hari ini, ibu Ernest masih memiliki toko tersebut.
Keresahan Ernest secara jujur diungkapkannya, yakni: dia tidak ingin mewarisi toko tersebut. Dia sudah lebih nyaman dengan kerja kantoran, tetapi juga tidak ingin kecewa dengan keinginan orangtua yang ingin supaya usaha warisan keluarga tersebut tidak hilang. Maka film bercerita tentang perjalanan dan perjuangan para karakter sehingga di akhir cerita penonton memahami pesan yang hendak disampaikan Ernest, sebagai produser, sutradara sekaligus penulis naskah filmnya.
Tugas Mulia seorang Penulis Skenario
Keresahan juga menjadi sumber inspirasi Ernest ketika menggarap film Susah Sinyal. Meskipun kejadian di film Susah Sinyal berbeda dengan kehidupan nyata Ernest sebagai seorang penulis skenario, tetapi Ernest berbagi keresahan yang sama. Ia melihat dan mengalami sendiri bagaimana orangtua modern kerap tidak punya cukup banyak waktu untuk anak-anaknya. Ini menjadi keresahannya juga. Ia relate dengan kisah di Susah Sinyal.
Dalam konteks yang lebih luas, sebagai instrumen penyampai pesan kemanusiaan (humanity) yang sering lebih mengena, produser film dan naskah film secara moral harus menjunjung misi untuk membangkitkan kegembiraan dan harapan (gaudium et spes) atas segala keresahan, kekecewaan, kesedihan, permasalahan yang dihadapi manusia. Maka, seorang penulis skenario mengemban tugas mulia. Ia harus berbagi kegembiraan dan harapan sejak dalam pikiran.
Konsekuensi logisnya: untuk bisa sampai ke sana, penulis naskah harus terlebih dahulu merumuskan secara jujur keresahan yang dimaksud. Barulah nanti cerita di naskah maupun ketika sudah menjadi adegan di film nanti akan relatable dengan penonton. "Relatable" maksudnya penonton bisa ikut merasakan apa yang dialami si karakter.
Pada titik ini, mungkin akan muncul kekhawatiran di benakmu sebagai penulis: "Apa jaminannya bahwa yang relatable untukku juga relatable untuk orang lain (penonton)?"Â
Tidak ada jaminan. Tapi, jika kamu sensitif (dalam artian peka) terhadap nilai-nilai hidup (life values) dan terus melatihnya sehingga semakin tajam, maka sangat mungkin apa yang menjadi keresahanmu adalah keresahan banyak orang juga. Ingat apa yang dikatakan si bapak bijak, Mahatma Gandhi: "Kenyataan yang terbuka untukku, pasti juga terbuka untuk orang lain".
Saya beri tahu satu rahasia. Meski ini bukan hal baru. Media berita yang menjunjung tinggi misi jurnalisme juga sadar ini. Mana-mana peristiwa yang dipikir perlu disorot supaya menjadi keprihatinan bersama atau keresahan publik, media bertugas menyorotnya sampai tuntas. Seperti media, industri perfilman juga mengemban misi yang sama.Â
- Kalau kamu berfikir bahwa hanya kamu yang resah dengan masa depanmu, kamu salah. Ada jutaan anak seusia kamu yang juga berbagi keresahan yang sama. Jadi, topik atau premis tentang cita-cita di masa depan akan relatable buatmu dan buat jutaan orang lain.Â
- Kalau kamu berfikir bahwa hanya kamu yang resah dengan intoleransi dan dikotomi mayoritas-minoritas di Indonesia, kamu salah. Ada jutaan orang Indonesia juga merasakan keresahan yang sama. Jadi, topik atau premis tentang intoleransi dan diskriminasi akan relatable buatmu dan buat jutaan orang lain.
- (begitu juga dengan keresahan/keprihatinan lainnya: parenting atau pola asuh yang tidak sehat, bully, perpecahan, ketergantungan pada gadget, berkurangnya interaksi nyata antarmanusia, semakin sulitnya bertemu orang yang benar-benar jujur, dan lain sebagainya).
Kupikir cukup ya. Tidak perlu ragu soal relatibility ini. Tapi tentu saja, cara dan proses yang kamu lakukan untuk mengemas premis ini menjadi screenwriting (skenario film) akan menentukan apakah pesan yang ingin kamu suarakan sampai kepada penonton atau tidak.
Jika penonton sampai menangis, tertawa terpingkal-pingkal atau merasa termotivasi menonton sebuah film, maka tujuannya sebagai karya seni tercapai. Jangan lupa, seni bertujuan untuk membangkitkan emosi manusia. Sebagai bagian penting pada tahap awal, penulis skenario pun ikut bertanggung jawab untuk itu.
Cara Terbaik Mendapatkan Premis
Apakah teknik yang dipakai Ernest adalah cara terbaik buat kamu? Belum tentu.Â
Mengapa? Karena setiap orang memiliki metode dan proses berkesenian yang berbeda-beda. Latar belakang dan lingkungan masing-masing orang itu khas. Hal itu juga berlaku untuk pekerja seni, termasuk penulis skenario. Sebagai anak SMA, kamu punya keresahan yang sangat mungkin berbeda dengan Ernest yang sudah terbilang sukses sebagai seniman di industri perfilman. Ernest tidak (lagi) bergelut dengan apa yang kamu alami sekarang.Â
Saat ini mungkin kamu sedang berada pada salah satu posisi keresahan ini:
- Sehabis SMA aku ingin melanjutkan kuliah. Orangtuaku bakal setuju nggak ya sama jurusan pilihanku nanti?
- Sehabis SMA aku maunya langsung bekerja. Tapi, di situasi sulit seperti sekarang, lulusan SMA bisa apa ya untuk mencari kerja yang layak?
- Di kelasku, aku sulit mendapat teman yang benar-benar sahabat. Aku harus bagaimana?
- Perasaan, dulu perasaan tubuhku baik-baik saja. Kok sekarang aku merasa aneh. Apakah pubertas memang seaneh ini?
- Eh, si itu, kok apa-apa disukai cowok. Memangnya aku kurang menarik apa sih?
- (dan sederet keresahan lainnya).
Ini menunjukkan bahwa faktor usia, lokasi, kondisi sosial-ekonomi, etnisitas dan seterusnya turut menentukan proses kreatif yang cocok untukmu sebagai penulis pemula. Jadi, fix ya. Setiap penulis memiliki alur proses kreatifnya sendiri.
Prinsip Elevator Pitch
Meskipun demikian, ada prinsip yang tak bisa ditawar dalam industri perilman ini. Semuanya bergerak cepat dan efektif. Jika kamu tak cepat dan efektif, kamu tidak akan dilirik, naskahmu tidak akan pernah digunakan untuk adegan. Mirip dengan apa yang dikatakan oleh Albert Einstein:"Jika kamu tak bisa menjelaskan sesuatu dengan sederhana, maka kamu tak cukup mengerti". Pepatah ini berlaku dalam penulisan skenario. Jadi, silahkan camkan baik-baik pepatah tersebut sebelum kamu memulai proses kreatifmu. Kamu harus bisa menjelaskan ceritamu dalam satu kalimat.
Pernahkah kamu mendengar istilah elevator pitch? Ini adalah istilah yang menjelaskan sebuah perandaian dimana kamu bertemu seorang produser ternama di sebuah lift dan tiba-tiba ia menanyakan apa yang sedang kamu kerjakan. Penjelasan panjang dan bertele-tele tidak akan membuatnya tertarik, sementara beberapa detik kemudian, ia sudah tiba di kantornya, meninggalkan kamu yang masih belepotan menjelaskan. Jelaskan dengan singkat, lugas, dan tepat.
Apa saja yang terkandung dalam premis?
Lebih lengkap, premis adalah pernyataan cerita dan masalah yang menggerakan cerita. Dalam sebuah premis terkandung:Â
- karakter & atributnya,
- aksi/tindakan,
- situasi/tujuan.
Biasanya, ketika menulis premis, nama karakter belum disebut, melainkan menjelaskan atributnya.Â
Berikut contoh-contoh premis beberapa film Pixar yang terkenal (film Pixar selalu menjadi contoh yang baik, karena premisnya sederhana dan mudah diidentifikasi):
1. "Finding Nemo": Seekor ikan badut menantang marabahaya di samudera lepas untuk mencari anak semata wayangnya yang diculik oleh seorang penyelam tak dikenal.
2. "Toy Story": Sebuah boneka koboi kesayangan pemiliknya merasa terancam & cemburu dengan kedatangan mainan Astonot baru.
Tugas
Sekarang, apa premis ceritamu? Coba jabarkan dan identifikasi ceritamu ke dalam satu kalimat. Sisihkan dulu detail-detail, karena kita belum sampai pada tahap itu. Lihatlah big picture-nya, identifikasi strukturnya, dan jangan lekas melaju ke tahap berikutnya sebelum premis ceritamu solid. Coba diskusikan premis ceritamu dengan teman-teman sekelasmu. Bahas bersama kemungkinan-kemungkinan lain. Tampung semuanya dan jangan kesampingkan pendapat teman-temanmu. Pada tahap ini, kamu memang harus terbuka dengan segala kemungkinan. Begitu kamu yakin dengan premis ceritamu, lanjutkan ke tahap berikutnya.Â
Ingat: Dalam satu kalimat premis, ketiga unsurnya (karakter/atribut, aksi/tindakan, serta situasi/tujuan) harus ada.
__________
Sumber:Â
- Presentasi Ernest Prakasa di situ belajar Kelas.Com
- Studio Antelope
(Artikel ini diubahsuaikan dari tulisan asli saya di donald.haromunthe.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H