Celah untuk Revisi
Tulisan WM Hutagalung belum sempurna karena ia belum sampai pada penelitian sumber-sumber yang lebih luas. Bisa dibayangkan betapa bayak biaya yang dia butuhkan jika ia harus menemui setiap marga yang ada guna menginventarisir versi genealogi mereka secara lebih obyektif. Ia paling-paling hanya mendengarkan dari sumber lisan yang bisa dijangkaunya saja (ingat bahwa pada zaman itu sistem transportasi masih sangat terbatas untuk menjangkau orang-orang dari semua marga yang dia sebutkan).
Terhadap literatur semacam ini, penulis setuju dengan Edward dan yang sepaham dengannya, bahwa dokumentasi literatur tentang Batak, entah oleh orang Batak sendiri ataupun oleh pihak di luar orang Batak, perlu direvisi terus-menerus, dikaji ulang. Jika demikian, maka terbayanglah bahwa ini bukan langkah kecil. Tetapi berkat kecanggihan teknologi saat ini yang memberi lebih banyak kemudahan untuk mengakses informasi, generasi muda Batak pantas optimis menggali lebih banyak lagi kekayaan yang memperkuat identitas Batak, bukan hanya demi egoisme sukuis tetapi sebagai refleksi atas kehadirannya dalam dinamika pembentukan identitas warga Nusantara.
Diadaptasi dari Haromunthe.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H