"Hampir semua warga Indonesia belum bisa menerima LGBT ini. Maka, supaya kita tetap populer, ada baiknya kita juga memilih langkah yang populis", barangkali  seperti itu penggalan percakapan yang melatari lahirnya surat ini.
Saya tidak tahu persis apakah mereka punya rencana atau kebijakan lain yang akan merevisi pandangan dalam surat yang sekarang ini. Tetapi bagi saya suara mereka saat ini kedengaran seperti kompromi para anggota dewan yang memilih mendukung revisi UU KPK - barangkali lebih nyaman bagi mayoritas pandangan para wakil rakyat ini, meskipun dalam hati mereka pun tidak sepenuhnya setuju dengan apa yang mereka suarakan saat itu.
(Bagian ini agak nyerempet, tapi mudah-mudahan bisa menjadi analogi yang cukup membantu).
Syukurlah, riak-riak kecil terus bermunculan sepanjang sejarah peradaban manusia. Ya. Yakni redefinisi2 struktur sosial yang kerap dianggap menentang arus hanya karena membawa definisi lain tentang apa arti menjadi manusia. Pada setiap zaman, golongan ini dan yang berada pada golongan ini kerap kurang bergema suaranya, hanya karena pada zamannya pandangan mereka dinilai tidak populis.
Sama seperti, ketika saya dan teman2 mengatakan bahwa LGBT mesti diberi panggung sosial yang setara dan sama legalnya dengan kaum hetero, saat ini pandangan semacam itu pasti tidak populis.
Foto dari PDSKJI
Seperti dalam blog asli Saya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H