Mohon tunggu...
Donald Haromunthe
Donald Haromunthe Mohon Tunggu... Guru - Guru Seni Budaya di SMA Budi Mulia Pematangsiantar

Saya juga menulis di donald.haromunthe.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Menikah Sebelum Cabut Gigi

11 Desember 2015   14:51 Diperbarui: 11 Desember 2015   15:13 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlalu perhitungan. Kami tidak merasa mapan dengan penghasilan pas-pasan lalu berani-beraninya memulai berumah-tangga. Ini mungkin berlaku buat saya dan mayoritas teman-teman lain yang pria. Ya, pria yang merasa bahwa mereka punya "kelas", pun masih kekeuh menjadikannya prinsip yang mesti dibanggakan.

Tetapi, entahlah, seiring dengan kemajuan zaman, ternyata wanita pun semakin banyak yang menunda pernikahan. "Ingin mengejar karir dulu. Khan sayang, papa mama udah susah-susah sekolahin sampai ke Amerika, masak harus kembali lagi ikut-ikut teman yang menikah dini?"

Begitulah. Apalagi jika golongan pria yang tidak pernah merasa mapan bertemu dengan wanita yang masih ingin mengejar karir, barangkali sampai saya cabut gigi lagi, mereka masih akan begitu-begitu saja.

Sontak saya inget dengan sentilan kecil dari orang tua saya. Beberapa tahun yang lalu. Masih tersenyum mengingatnya bahkan sembari saya mengetik tulisan ini. Ayah saya bilang: "Jangan menikah sebelum cabut gigi". Dibaca: Jangan menikah sebelum siap kehilangan kebanggaan. 

Ah... ternyata begitu artinya. 
Jangan menikah sebelum siap dengan situasi bahwa kamu harus minta maaf kepada sanak saudara atau keluarga untuk suatu kesalahan yang bahkan kamu tidak lakukan. 
Jangan menikah sebelum siap untuk menyetor gaji bulanan yang tidak seberapa ke isteri, dan harus bersusah payah memintanya kembali bahkan hanya untuk minta jajan secangkir kopi.

Hal yang sama juga berlaku buat wanita.
Jangan menikah sebelum siap dengan situasi bahwa kamu tidak akan punya banyak waktu lagi bercengkerama di dunia maya. Tidak punya dana untuk hang-out ria atau bernostalgia 
Jangan menikah sebelum siap untuk terima kenyataan bahwa kamu bukan lagi "a daddy's daughter", melainkah sudah menjadi anak yang harus memberi cucu.

Litani ini bisa ditambahkan sendiri.
Intinya, menikah itu berarti siap kehilangan kebanggaan, prinsip, pengakuan akan prestasi, "standar" kaku dan "kelas" dalam pergaulan.

Sebelum kehilangan kebanggaan dan prestasi yang besar, ada baiknya dimulai dengan yang kecil dulu.
Ya, seperti yang barusan saya alami. 
Meski perih, tapi tetap bertahan disini, setelah pengalaman kehilangan sehabis cabut gigi.

By the way, ini bukan petuah dari yang sudah berpengalaman menikah. (Penulis masih bingung menentukan apakah dia single tanpa gigi atau jomblo tanpa calon isteri, pembaca silahkan tentukan sendiri).

Sekian.
Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun