Mohon tunggu...
Donald Siwabessy
Donald Siwabessy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Memproses Rasa Dukacita dan Kehilangan Melalui Menulis

16 September 2024   22:53 Diperbarui: 17 September 2024   16:41 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Memproses Rasa Dukacita dan Kehilangan Melalui Menulis | Sumber: Freepik.com

" ... semua yang hidup termasuk kita, suatu ketika akan mengalami perasaan dukacita dan kehilangan karena sesuatu sebab. Maka penting upaya memproses perasaan demikian ...."

 

Tanpa bermaksud menyepelehkan perasaan dukacita dan kesedihan apapun yang bisa dialami seseorang, dengan meminjam pendapat para pakar, dapat dikemukakan bahwa salah satu cara menghadapi rasa dukacita dan kehilangan adalah melalui aktivitas menulis.

"Ah, menulis? Bagaimana bisa menulis dapat menolong hadapi rasa dukacita dan kehilangan?"

Ya, dengan menulis!

Dalam artikel saya sebelumnya di Kompasiana tertanggal 13 Agustus 2024, berjudul "Menumbuhkan Minat Menulis Anak, Meningkatkan Daya Kreatifnya", di situ dikemukakan bahwa menulis dapat menjadi cara anak menyatakan perasaan tentang apa yang dialaminya.

Sama seperti pada anak, demikian juga manfaat menulis berlaku bagi orang yang lebih dewasa. Aktivitas menulis dilakukan dengan tujuan memproses rasa dukacita dan kehilangan yang dialami seseorang dengan cara menyatakan apa yang dialaminya melalui tulisan.

Bentuk konkrit dari ide sebelumnya adalah dengan menuliskan berbagai pikiran dan perasaan yang dialami pada sebuah jurnal pribadi. Begitulah bentuknya bagaimana menulis bisa menolong menghadapi perasaan-perasaan tersebut.

Seseorang bisa melakukannya di medium apa saja, mungkin kertas, komputer, atau gawai. Tulisan tersebut bisa dalam bentuk yang pendek ataupun panjang, sebagaimana yang dikehendaki.

Karena aktivitas ini bersifat pribadi, isi tulisan tersebut pun tentang apa yang ada di hati, maka si penulis tak perlu kuatir akan salah menulis karena tidak akan ada yang menghakimi tulisannya.

Carol Recchion, penulis buku Grief Coach: A Handbook for Surviving Loss (2013), menyarankan agar seseorang yang tengah berduka dan kehilangan menyediakan waktu setidaknya satu jam per hari untuk melakukan proses ini.

Recchion mengusulkan beberapa cara untuk menulis jurnal tersebut, antara lain:

1. Jurnal Kisah Kita

Menulis jurnal "Kisah Kita" bertujuan menolong Anda yang tengah alami perasaan duka dan kehilangan bisa lebih memahami peran dari orang yang Anda kasihi itu di dalam hidup Anda.

Bagaimana caranya? Anda bisa menuliskan cerita hidup Anda bersama orang tersebut. Ini seperti menjadi sebuah  penghargaan bagi orang yang dikasihi itu bahwa ia memiliki tempat penting dalam hidup Anda.

Ini juga merupakan sebuah cara yang baik untuk melihat bagaimana kehilangan yang Anda alami bermakna penting di hidup Anda.

2. Jurnal Syukur

Jurnal ini bertujuan memberi keseimbangan ketika Anda sedang berduka. Setidaknya, cobalah menuliskan minimal  3 sampai 5 hal yang membuat Anda bersyukur setiap harinya.

Anda dapat menyatakan syukur dengan cara sederhana di tengah periode berduka, misalnya:

Esok pagi, segera setelah terbangun dari tidur, pikirkan minimal satu hal yang Anda bisa syukuri. Lalu setelah bangkit dari ranjang, tuliskanlah hal itu. Anda bisa bersyukur mungkin untuk semangkuk bubur ayam pemberian tetangga, teman-teman, hijau rumput di halaman rumah tetangga, secangkir kopi panas, dsb.

Tetapi Anda juga bisa bersyukur untuk kehadiran orang yang telah lebih dulu meninggalkan Anda, pelajaran yang didapatkan darinya, atau untuk keteladanannya. Tentu saja Anda juga bisa bersyukur untuk rahmat dan nikmat Tuhan yang dilami.

Ucapan syukur semacam ini dapat menolong Anda untuk bisa memulai hari dengan perspektif yang berbeda.

3. Jurnal Foto

Menulis jurnal ini Anda dapat melakukannya dengan cara sebagai berikut:

  • Pilihlah beberapa foto ketika Anda sedang bersama dengan orang yang Anda kasihi.
  • Gunakan beberapa waktu untuk melihat foto-foto itu. Perhatikanlah pikiran dan perasaan yang muncul.
  • Tuliskan semuanya itu.

Proses ini merupakan cara yang baik untuk mengekspresikan berbagai perasaan Anda, selain juga dapat memberi pemahaman akan berbagai hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Proses ini dapat memberi Anda makna yang lebih mendalam terhadap kehilangan yang dialami

Ilustrasi: Memproses Rasa Dukacita dan Kehilangan Melalui Menulis (Sumber: Freepik.com)
Ilustrasi: Memproses Rasa Dukacita dan Kehilangan Melalui Menulis (Sumber: Freepik.com)

4. Jurnal Kemarahan

Dalam proses berduka perasaan marah adalah hal yang normal. Namun kita kadang tidak mengerti apa sebetulnya akar di balik kemarahan kita.

Seringkali kemarahan itu berhubungan dengan rasa takut. Jika kita bisa memahami akar dari kemarahan kita, maka kita akan bisa lebih mengatasinya ketika perasaan itu muncul lagi.

Karena itu Anda bisa mengingat dan menuliskan:

  • Apa yang sedang Anda lakukan ketika Anda menjadi  marah? Apa yang menjadi pemicunya?
  • Apakah ada sesuatu dari tindakan orang lain yang menyebabkan Anda marah?
  • Apa kira-kiranya akar dari perilaku atau pemikiran yang menyebabkan Anda marah? Apakah hal itu merupakan  suatu kebenaran?

Setelah menuliskannya, serahkanlah kemarahan Anda itu kepada Tuhan dan berdoa meminta damai sejahtera-Nya.

Sebagai kesimpulan sebelum mengakhiri tulisan ini, bisa dikemukakan bahwa melalui usaha menulis seperti penjelasan sebelumnya Anda dapat membangun kesempatan untuk:

  • Mengenali berbagai pikiran dan pola berpikir yang menyebabkan Anda lebih mudah bersedih atau berduka, tidak berdaya, dan tertekan sehingga bisa menyerahkannya pada Tuhan.
  • Melepaskan berbagai emosi yang selama ini tertahan dengan cara mengekspresikannya melalui tulisan. Ekspresi ini ditujukan pada diri sendiri dan juga kepada Tuhan.
  • Menemukan makna tersembunyi di balik berbagai peristiwa, serta pengaruh masa lalu sehingga dapat menolong untuk membingkai ulang (reframing) apa yang telah terjadi. Membingkai ulang adalah melihat kembali peristiwa yang telah terjadi dalam perspektif yang berbeda, misalnya perspektif iman.

Akhirnya, semua yang hidup termasuk kita, suatu ketika akan mengalami perasaan dukacita dan kehilangan karena sesuatu sebab. Maka penting upaya memproses perasaan demikian melalui cara menulis, ketimbang hanya larut di dalamnya.

Semogah bermanfaat![]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun