Ironisnya, Elifas sendiri dalam perbincangannya dengan Ayub sempat mengatakan: "Apakah ia menegur dengan perkataan yang tidak berguna, dan dengan perkataan yang tidak berfaedah?" (Ayub 15:3).
Teguran atau nasihat kita harus disertai perkataan benar dan berhikmat, sebagaimana pernah dinyatakan oleh Paulus: "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya diantara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain ..." (Kolose 3:16).
Juga dengan penuh pengajaran, sebagaimana pernah dikemukakan Paulus: "... nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Ketiga, cara yang tepat.
Kitab suci orang Kristen, Alkitab, berkali-kali mengajarkan tentang pentingnya sikap yang benar dalam berkata-kata.
Misalnya, teguran kepada mereka yang keliru harus dilakukan dengan kelemahlembutan (Galatia 6:1). Kesabaran dan kelemahlembutan ini bahkan tetap harus ditunjukkan pada mereka yang suka melawan (2 Timotius 2:24-25).
Banyak kali orang menolak teguran kita bukan disebabkan karena ketidakbenaran dari sisi isi, tetapi oleh sikap kita yang kasar dan kurang menghargai orang tersebut.
Dalam hal ini kelemahlembutan justru akan meredakan kegeraman. Hal ini pernah dikemukakan oleh raja Salomo dalam tulisan hikmatnya: "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." (Amsal 15:1).
Keempat, waktu yang tepat.
Terkait waktu yang tepat dalam menegur, dalam sebuah bagian tulisannya, raja Salomo memberi nasihat: "Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak". (Amsal 25:11)
 Di lain bagian ia kembali menularkan untaian hikmat yang sama: "Alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!". (Amsal 15:23)
Contoh konkrit dari poin ini adalah sahabat-sahabat Ayub yang justru lebih menolong dan menghibur pada saat mereka hanya berdiam diri selama tujuh hari tujuh malam bersama dengan Ayub (Ay 2:11-13).