Pengalaman First Date Di Lokasi Yang Tak Biasa.
Â
Topik pilihan admin Kompasiana kali ini, "Tempat First Date", menantang saya untuk ikutan menanggapinya lewat artikel ini.
Namun maaf, saya tak akan ikutan nimbrung membagikan rujukkan tempat ngedate yang indah atau romantis seperti yang lain sebelumnya.
Saya ingin berbagi kisah soal tempat ngedate pertama saya dan mantan pacar dulu, yang kini telah jadi istri tercantik sejagad, hehe.
Iya dong, tercantik sejagad. Sah-sah saja kan? Cantik itukan relatif ukurannya, tergantung subjektifitas  masing-masing orang menilainya.
Tempat ngedate pertama kami, 26 tahun lalu setelah jadian, Â terbilang tempat yang tak biasa untuk ngedate umumnya. Begini ceritanya.
26 tahun lalu, tepatnya tahun 1998, kami adalah mahasiswa sebuah Sekolah Tinggi Teologi di kota Batu, Jawa Timur, bernama STT "I-3".
Kala itu saya berada di semester 5, sedang si pacar semester 6. Dia kakak tingkat saya. Jadi saya tergolong adik tingkat yang punya nyali, pacari kakak tingkat, haha.
Sekolah Tinggi Teologi tempat kami belajar menerapkan sistem pendidikan yang dipadukan dengan pembentukkan karakter bagi calon pemimpin gereja dan pelayan Tuhan. Jadi mahasiswa tak hanya dididik pandai secara akademik, namun berkarakter pribadi yang baik.
Untuk menjalankan sistem itu maka penerapan aturan studi dan kehidupan sebagai mahasiswa teologi diatur dengan sangat ketat dan detail. Dalam soal hubungan pacaran misalnya, jika belum berpacaran saat masuk STT maka mahasiswa baru diperbolehkan pacaran di semester lima.
Proses jadian pacaran pun mengikuti prosedur aturan sekolah. Yaitu, saat berada di semester lima, maka diharuskan pasangan yang akan memulai pacaran melapor ke sekolah, pada bagian Kemahasiswaan.
Kok mau pacaran ajah jadi ribet? Hehe, memang demikian! Semua diatur demi pembentukkan karakter seperti saya kemukakan sebelumnya.
Setelah dilaporkan maka bagian Kemahasiswaan akan mengumumkan pada mahasiswa yang lain, sekaligus minta dukungan doa mereka demi jalannya hubungan yang baik dan langgeng pasangan yang baru melapor.
Bagi saya pribadi saat itu, bagusnya pengumuman itu dalam hal ini, sekolah seakan beritahu ke mahasiswa yang  lain begini: "Woi, si Oni sudah jadian sama si Uni. Bagi yang lagi ngincar si Uni yang cantik itu, udah nggak usah ngebet lagi! Peluangnya udah ketutup!" Demikian, haha
Ada lagi aturan yang lebih menarik saat itu. Entah sekarang bagaimana aturan di sekolah yang menerapkan tinggal di asrama bagi mahasiswanya itu berlangsung?
Begini, setelah jadian sekolah juga akan mengatur tempat ngedate atau pertemuan pacaran mahasiswa yang baru jadian itu. Menarik dan tak biasa bukan? Hehe.
Dimana tempatnya? Di rumah dosen, tepatnya di ruang tamu mereka. Jadi setelah melapor, dan diumumkan, selanjutnya sekolah menentukan lokasi ngedate di rumah dosen yang telah ditentukan menjadi pembimbing atau mentor mahasiswa.
Selanjutnya jadwal pertemuan dikeluarkan sekolah, lalu selama menjalani studi selanjutnya date alias pertemuan pacaran harus dilakukan sesuai aturan itu. Pengingkaran dengan sengaja aturan itu bakal berujung teguran hingga sanksi dikeluarkan.
Singkat cerita, 26 tahun lalu setelah lewati proses awal jadian pacaran itu, akhirnya tibalah waktu untuk first date di lokasi yang tak biasa itu, hehe.
Tak kebetulan saat itu first date kami berlangsung di malam  minggu. Berstelan rapi, lengkap dengan sepatu pantofel berwarna hitam, gaya berbusana rapi mahasiswa teologi tahun 90-an, haha. Sekitar 50-an meter dari asrama putra, saya menjemput pujaan hati yang tengah menunggu di ruang tamu asrama putri.
Karena letaknya sekompleks dengan asrama putra dan putri, tak butuh waktu lama kami disambut masuk ke dalam rumah, lokasi first date berlangsung. Dosen mentor bersama istrinya menyambut kami dengan ramah. Di ruang tamu itu telah disediakan mereka sedikit camilan dan minuman ringan menjadi teman first date kami.
Setelah beberapa menit sesi pembuka diisi wejangan sang dosen, menjadi penanda saat itu diresmikannya pertemuan pacaran kami yang pertama, haha. Kami lalu ditinggalkan berdua saja, ngobrol sambil menikmati makanan dan minuman ringan yang disediakan tuan rumah
Kurang lebih sejam setengah waktu diberikan untuk first date kami malam itu, dan selanjutnya diatur waktunya demikian.
Waktu itu memang singkat. Namun durasi waktu itu, bersama sambutan ramah tuan rumah, di lokasi yang tak biasa itu, seperti menyatu dengan rasa bahagia kami yang kuat. Bahagia umumnya orang yang menjalani first date.
26 tahun kemudian mencoba mengingat kembali pengalaman first date di tempat yang tak biasa itu, seolah mengajar bahwa first date tak hanya soal suasana romantis yang indah, namun juga adalah soal esensi arti pentingnya seperti dipikirkan sekolah tempat saya belajar teologi itu.
Walau tentu secara pribadi, saya tak menafikan suasana yang indah, romantis, sebagai bagian penting untuk membangun kesan sebuah first date. Namun andai bisa menikmatinya berbarengan dengan menggapai juga arti pentingnya sebuah first date jauh lebih menarik.
Nah, apa pula arti penting sebuah first date itu?
Ah, itu sudah topik bahasan lain. Rasanya sudah cukup saya menceritakan pengalaman first date di lokasi yang tak biasa itu. Toh judul artikel ini pun itu. Demikian, saya sudahi artikel ini. Terimakasih.[]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI