Proses jadian pacaran pun mengikuti prosedur aturan sekolah. Yaitu, saat berada di semester lima, maka diharuskan pasangan yang akan memulai pacaran melapor ke sekolah, pada bagian Kemahasiswaan.
Kok mau pacaran ajah jadi ribet? Hehe, memang demikian! Semua diatur demi pembentukkan karakter seperti saya kemukakan sebelumnya.
Setelah dilaporkan maka bagian Kemahasiswaan akan mengumumkan pada mahasiswa yang lain, sekaligus minta dukungan doa mereka demi jalannya hubungan yang baik dan langgeng pasangan yang baru melapor.
Bagi saya pribadi saat itu, bagusnya pengumuman itu dalam hal ini, sekolah seakan beritahu ke mahasiswa yang  lain begini: "Woi, si Oni sudah jadian sama si Uni. Bagi yang lagi ngincar si Uni yang cantik itu, udah nggak usah ngebet lagi! Peluangnya udah ketutup!" Demikian, haha
Ada lagi aturan yang lebih menarik saat itu. Entah sekarang bagaimana aturan di sekolah yang menerapkan tinggal di asrama bagi mahasiswanya itu berlangsung?
Begini, setelah jadian sekolah juga akan mengatur tempat ngedate atau pertemuan pacaran mahasiswa yang baru jadian itu. Menarik dan tak biasa bukan? Hehe.
Dimana tempatnya? Di rumah dosen, tepatnya di ruang tamu mereka. Jadi setelah melapor, dan diumumkan, selanjutnya sekolah menentukan lokasi ngedate di rumah dosen yang telah ditentukan menjadi pembimbing atau mentor mahasiswa.
Selanjutnya jadwal pertemuan dikeluarkan sekolah, lalu selama menjalani studi selanjutnya date alias pertemuan pacaran harus dilakukan sesuai aturan itu. Pengingkaran dengan sengaja aturan itu bakal berujung teguran hingga sanksi dikeluarkan.
Singkat cerita, 26 tahun lalu setelah lewati proses awal jadian pacaran itu, akhirnya tibalah waktu untuk first date di lokasi yang tak biasa itu, hehe.
Tak kebetulan saat itu first date kami berlangsung di malam  minggu. Berstelan rapi, lengkap dengan sepatu pantofel berwarna hitam, gaya berbusana rapi mahasiswa teologi tahun 90-an, haha. Sekitar 50-an meter dari asrama putra, saya menjemput pujaan hati yang tengah menunggu di ruang tamu asrama putri.