"Kerja buat Tuhan selalu manis-ee. Biar tanpa gaji selalu manis-ee!"
 Salah satu lagu rohani Kristen yang kini sudah jarang dinyanyikan, usianya telah usur, saya bahkan mengenalnya pertama kali saat mengikuti Sondakh School atau Sekolah Minggu kurang lebih 42 tahun silam adalah lagu berjudul, "Kerja Buat Tuhan",
"Kerja buat Tuhan selalu manis-ee
Biar tanpa gaji selalu manis-ee
Ayo kerja buat Tuhan, sungguh senang-senange
Dipanggil Tuhan selalu manis-ee
Buang diri ke ladang Tuhan saudara
Serta Tuhan selalu manis-ee."
Begitu kira-kira lirik lagu tua itu, entah jika ada versi lain yang berbeda liriknya.
Salah satu bagian lirik lagu itu yang sering disorot, menjadi semacam bahan gurauan adalah, "Biar tanpa gaji selalu manise." Gurauan yang ditujukan padanya sering merupakan ekspresi ketidaksetujuan pada isi pernyataan itu.
Suatu saat seorang rekan sambil bergurau menyanyikan bagian lirik itu dengan versi gubahannya ... "Hari ini gaji, besok baru gratis ..." , menurutnya orang yang bekerja atau melayani seharusnya dihargai jerih lelahnya.
Mendengar gurauannya saya balas bergurau, "Kamu pasti korban promo jebakan yang kadang ditemui di rumah makan, bunyinya: Hari ini makan bayar, besok baru gratis!", canda itu sontak disambut tawah lepasnya, tawah lepas seorang korban promo jebakkan rumah makan.
Â
Sebuah perspektif berbeda muncul sebagai antitesis cara memaknai bagian lirik itu. Perspektif yang justru banyak dianut orang Kristen ketika memaknai pelayanan bukan sebagai lahan meraup keuntungan pribadi. Perspektif ini didasari pemahaman bahwa pelayanan untuk Tuhan bertujuan memuliakan Tuhan, bukan untuk mengejar keuntungan diri. Keuntungan yang dimaksud adalah secara materi.
Mari perhatikan lebih lanjut perpektif yang banyak penganutnya ini!
Dari sisi motivasi, perspektif itu bisa dikatakan benar. Kenapa? Karena motivasi pelayanan untuk Tuhan sesungguhnya adalah semata untuk kemuliaan Tuhan, bukan demi keuntungan pribadi. Adalah sebuah anugerah kalau kita bisa melayani Tuhan. Karenanya sangat tidak pantas untuk mengharap atau menuntut upah dari pelayanan. Keuntungan finansial tidak boleh menjadi dorongan dan tujuan dalam melayani Tuhan.
Namun melihat perspektif tadi kita pun tetap perlu berhati-hati. Loh kok harus hati-hati? Bukankah itu hal yang benar? Ya, itu benar! Namun pernyataan-pernyataan tadi bisa memunculkan kekeliruan pikir hingga sikap jika tak memperhatikan beberapa hal berikut.