Pemimpin dengan cara pandang ini jelas menempatkan anak buahnya atau orang yang dipimpinnya pada posisi kemanusiaan optimal. Yang terjadi kemudian, anak buahnya mampu menumbuhkan dan mengaktualkan segenap potensi kreatifnya secara optimal pula. Mereka tidak akan sekadar bekerja karena perintah yang ditetapkan pemimpinnya. Tak semata sesuai dengan batasan dalam job-description. Lebih dari itu kerja mereka biasa bermuara pada hasil berlipat ganda, tidak sekadar pada batasan hasil yang ditargetkan.
Pemimpin dengan pandangan demikian tentu tak bermaksud munafik, memancarkan pandangan empatiknya karena motivasi atau daya kehendak memperalat orang lain apalagi memperdaya. Namun pandangan atau tatapan mereka memancar dari pikiran sehat disertai kesadaran tentang betapa pentingnya memperhatikan orang lain.
Jumaat, 08/12/2023, kemarin, saya memangkas rambut. Dipemangkas langganan Asgar (asli Garut), tak kebetulan saat ini saya domisili di Cimahi. Saat itu terjadi obrolan ringan diantara kami.
"Kang, lagi ramai pencalonan Capres dan Cawapres sekarang. Siapa jagoannya nih?" tanya saya.
"Saya mah, siapa ajah pak. Yang penting peduli sama nasib rakyat kecil macam saya ini." timpal si akang menjawab tanya saya.
Omongan sederhana di ruang pangkas rambut itu setidaknya memotret harapan banyak orang tentang pemimpin seperti apa yang mereka cari dan inginkan. Dan diantara semua citra dan kualifikasi tentang sorang pemimpin yang sedang dibagus-baguskan saat ini, tak kurang, harapan orang kecil semacam si akang tukang pangkas rambut tadi akan terwujud jika pemimpinnya memiliki cara pandang berempati terhadap orang yang dipimpinnya.
Ah, rasanya tak usah tinggi-tinggilah. Bagaimana dengan kita sendiri?
Sudahkah Anda berupaya memandang setiap orang yang berelasi dengan Anda dengan tatapan berempatik? Jangan-jangan Anda cenderung memandang orang lain layaknya instrument yang harus bekerja mendatangkan keuntungan berlimpah buat Anda sendiri. Cara memandang seperti itu justru tak akan mendatangkan kebaikan dan keuntungan untuk Anda! Sebaliknya, hanya cara memandang penuh empatilah yang akan memicu semangat kerja dan karya kreatif yang membuahkan hasil menggembirakan.
Bagaimana memulainya?
Mulailah tumbuhkan pandangan empati dengan kesudian memandang setiap orang yang berelasi dengan kita dengan penuh perhatian kemanusiaan yang hangat. Pandanglah mereka dengan pandangan bahwa mereka adalah insan yang bermakna dan layak dihargai sebagai sesama ciptaan Tuhan, apapun perbedaannya. Semogah bermanfaat.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H