Sofifi_ Gabungan Solidaritas Mahasiswa yang kerap di namai Komite Nasional ini datangi kantor Gubernur Maluku Utara menuntut Gubernur Maluku Utara segera cabut ijin operasi PT.MHI di Wasile.Â
Menurut keterangan dari Mahasiswa yang menutut dan berkampanye itu, bahwa PT.MHI bagian dari malapetaka masyarakat Wasile, ini sangat di sayangkan ketika terus dibiarkan PT.MHI beroperasi, pasalnya keresahan masyarakat yang kerap hutan mereka dirampas dan di eksploitasi.
Maka dari ini Mahasiswa turut hadir menyelamatkan masyarakat wasile dari perlakuan PT.MHI yang membuat masyarakat resah dan berlawan.
Adapun kampanye dan tuntutan dari Mahasiswa yang bergantian menyuarakan sebagai berikut;
Keberadaan PT.MHI di wasile Kabupaten Halmahera Timur berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh Gubernur Provinsi Maluku utara melalui SK.9/1/IUPHHK-HA/PMDN/2017. Â
PT MHI adalah perusahan yang bergerak dibidang perkayuan dengan inti produksi pengelolaan kayu, mereka telah melakukan penggundulan hutan untuk produksi kayu, dan perampasan lahan kebun petani secara sewenang-wenang.Â
PT MHI Mengklaim memiliki Hak atas Konsesi hutan seluas 36.860 Ha, Klaim atas lahan tersebut berada di tiga kecamatan wasile yang didalamnya terdapat 17 desa, yakni Hilaitetor, iga, kakaraino, puao, silalayang, nyaulako, hatetabako, lolobata, boki make, foli, tatam, labi-labi, Bololo, marimoi, majiko, dowongi jaya dan tutuling jaya.
PT MHI telah melakukan tindakan yang inkonstitusional sebab PT MHI tidak menjalankan amanah yang tertuang pada peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2012, tentang izin lingkungan dan juga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2012 , tentang pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses analisis dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan.Â
Dalih izin HPH dan IUPHHK-HA adalah senjata kebijakan yang digunakan oleh PT. MHI, atas dasar kesepakatan dan izin SK.9/1/IUPHHK-HA/PMDN/2017 yang melibatkan Lembaga KLHK dan Gubernur Propinsi Maluku Utara tanpa adanya sepengetahuan warga secara kolektiv adalah bukti kejahatan persekongkolan elit, korporat, aparat, dan pemerintah pro modal.Â
Hal ini dibuktikan adanya upaya protes/aksi warga desa hilaitetor untuk mempertahankan tanahnya pada tahun 2018-2019. Sosialisasi kedatangan perusahan sejak oktober 2015 oleh Wakil Gubernur Propinsi Malut, M Natsir Thaib dibebarapa Desa: Foli, Lolobata, dan Hatetabako bahwa perusahan tak akan mengambil kayu bulat, menebang, merusak, bahkan menjual keluar.Â
Namun pada kenyataannya fakta tak seperti ucapan janji manis dari seorang yang berkuasa. Ibarat pepatah, 'begitulah lidah tak bertulang,' dan modus-modus pencurian lain yang sepaket digunakan melalui upaya CSR dalam bentuk bantuan sosial. Infrastruktur dll kepada warga wasile.Â
Sejak sosialisasi tahun 2015 Tepat pada 10 maret 2017 di Kota Ternate, pihak perusahan telah melakukan pertemuan dengan instansi tertentu yang berwenang untuk memuluskan jalan ekplorasi izin konsesi hutan termasuk eksploitasi lahan warga.
Pertemuan dengan tujuan katanya membicarakan AMDAL PT MHI justru tak melibatkan partisipasi warga pemilik lahan dan hutan, dimana sudah sejak dulu sebelum ada perusahan.Hal ini tentu melanggar UU dan sengaja mengabaikan keberadaan warga setempat.
Taklama kemudian tak ada kabar, juni 2018 operasi perampokan dan pengrusakan hutan mendarat dilahan-lahanwarga, dilakukanoleh MHI dan kaki tangannya.Â
Kerap kali warga mempertahankan tanah/lahan yang sudah didiami puluhan tahun untuk kebutuhan hidup; makan-minum, sekolah anaknya, perumahan, dll mendapat intimidasi oleh PT MHI menggunakan polisi dan tentara untuk menjadi tameng mereka.Kerjasama yang solid juga intimidasi lazim dilakukan polisi-tentara terhadap warga pemiliklahan.Â
Fakta yang terjadi, kebun warga menjadi rusak karena kayu yang ditabang perusahan dijatuhkan ketengah-tengah tanaman kebunwarga, pos-pos PT. MHI dijaga polisi dan tentara.Warga yang masuk kekebun harus lapor kepada polisi dan tentara, dengan waspada itulah hak-hak warga telah dirampas.
Kayu yang diambil perusahan adalah hak warga, kemudian warga menyita kayu tersebut dituduh sebagai illegal logging karena bagi perusahan warga tak lagi punnya hak terhadap lahan/hutan yang sudah dikonsesi seluas 36,860 ha itu.
Segala-galanya milik perusahan selama 45 tahun izin konsesinya. Serabotan lahan, pengrusakan tanaman, intimidasi ,kerusakan air, tanpa ganti rugi tanaman warga, bayar lahan, penampunagan kayu dilopong dan dikebun-kebun warga untuk dibeli pencuri dari luar Halmahera Timur adalah niscaya hukum modal MHI.Â
Pelibatan polisi dantentara, ,merekrut mahasiswa, pihak kecamatan, pemangku adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan warga lainnya adalah energy bagi MHI untuk lebih menjadi buas dan brutal melakukan pembakalan hutan  selama 45 tahun atas dasar manipulative izin konsesi hutan dan hasil alam untuk tumpukan modal dikantung MHI.
Karena itu, kami atas nama KOMITE SOLDARITAS PERJUANGAN UNTUK PETANI WASILE (KSPPW), dengan ini menyerukan tuntutan dan mendesak dengan tegas, bahwa PT. MHI adalah sumber kejahatan yang merampas hakwarga, lahan, hutan dan pembunuhan terhadap kehidupan masyarakat 3 kecamatan yang adadi Wasile Kabupaten Halmahera Timur. Sehingga sikap kami dengan tegas:
1. Tutup PT.Mahakarya Hutan Indonesia (MHI).Cabut Izin IUPHHK-HA serta kembalikan 36.860 Ha Tanah Petani wasile kabupaten HALTIM
2. Ganti rugi tanaman warga yang dihancurkan PT MHI (PT.Maha karya hutan Indonesia)
3. Tarik polisi dan tentara dari lokasi perusahan PT.MHI (PT.Mahakarya hutan Indonesia)
4. Stop intimidasi WARGA Kecamatan wasile dalam bentuk dan alasan apapun
Seseorang bukanlah warga Negara, manakala ia tidak memilik akses terhadap tanah. Bertani karena bena, menanam karena melawan!
(Sofifi, 20 Juni 2019 KSPPW)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H