Modernisasi dan perkembangan teknologi telah mengubah gaya dan konstruksi hidup masyarakat. Laju kehidupan yang meningkat pada akhirnya menuntut efisiensi waktu, membuat segala hal yang praktis semakin diminati oleh generasi muda.Â
Konsumsi makanan serba instan dan ultra processed food (UPF), limbah industri, penggunaan kendaraan berlebih, penggunaan pestisida, hingga konsumsi rekreasional bahan – bahan berbahaya menjadi pemandangan sehari – hari di zaman sekarang. Perubahan kondisi sosio-ekonomi dan pola makan ini membawa konsekuensi kesehatan dalam hidup kita, salah satunya infertilitas atau ketidaksuburan.
Naluri berkembang biak adalah peristiwa fisiologis bawaan yang sangat penting bagi setiap makhluk hidup. Laporan dari Infertility Prevalence Estimates periode 1990–2021 yang disusun oleh PBB menunjukkan bahwa tingkat infertilitas di negara berpendapatan tinggi dan rendah tidak berbeda jauh.Â
Prevalensi infertilitas di negara-negara berpendapatan tinggi sebesar 17,8 persen dan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah 16,5 persen. Data epidemiologi memperkirakan pria menyumbang 30% dari total masalah infertilitas, dan 90 % dari masalah infertilitas pria disebabkan oleh rendahnya jumlah sel sperma atau kualitas sperma yang rendah, atau kombinasi keduanya. Tidak seperti pada wanita, masalah infertilitas pria belum mendapat perhatian yang intens.Â
Berbagai hasil studi epidemiologi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa polutan lingkungan dan konsumsi zat – zat berbahaya merupakan faktor penting yang memengaruhi fertilitas lelaki. Zat berbahaya ini akan bereaksi dalam tubuh kemudian membentuk radikal bebas yang dapat mengganggu fungsi organ tubuh. Untuk mengembalikan fungsi normal organ, tubuh kita memerlukan kombinasi bahan – bahan antioksidan yang bekerjasama dalam memulihkan kembali kerja organ reproduksi.
Di dunia hewan, fertilitas yang baik meupakan kekuatan dari ketahanan pangan nasional. Bagi umat manusia, status kesehatan reproduksi dan fertilitas dapat memengaruhi kesehatan mental, sosial, dan fisik. Resiko infertilitas telah menjadi masalah global yang tidak memandang status ekonomi. Oleh karena itu diperlukan solusi alami yang dapat diakses oleh semua kalangan terlepas dari letak geografis negara yang ditinggali.Â
Perekat Sejuta Manfaat
Propolis adalah salah satu bahan alami yang banyak di teliti oleh akademisi dari berbagai negara untuk memperbaiki kerja organ reproduksi yang telah terpapar zat beracun. Propolis adalah zat resin lengket berwarna hitam yang digunakan lebah madu sebagai perekat dan sterilisasi sarang. Propolis dapat ditemukan hampir di setiap benua karena lebah dapat hidup di setiap benua kecuali Antartika.Â
Propolis sudah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional di Timur Tengah, dan di era modern ini propolis banyak digunakan sebagai suplemen dalam makanan untuk melawan berbagai penyakit. Propolis berpotensi sebagai zat antimikroba, anti radang, anti tumor dan antioksidan. Propolis memiliki zat flavonoid yang berperan sebagai antioksidan untuk melawan radikal bebas.
Flavonoid merupakan kombinasi berbagai macam zat antioksidan yang akan memburu radikal bebas dalam tubuh. Terdapat 12 macam flavonoid yang terkandung dalam propolis yaitu pinocembrin, acacetin, chrysin, rutin, catechin, naringenin, galangin, luteolin, kaempferol, apigenin, myricetin, dan quercetin, dua asam fenolin (asam cinnamic dan asam caffeic) dan resveratrol.Â