Mohon tunggu...
Dona Febri Antika
Dona Febri Antika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

wallahu'alam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Keluarga Karya Dr. Miftahul Huda, M.Ag.

22 Maret 2023   15:28 Diperbarui: 22 Maret 2023   17:56 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Buku karya Dr. Miftahul Huda ini menuliskan banyaknya perbedaan di beberapa Negara memperlihatkan kebergamaan di antara insan. Dan Keberagaman ini di rasakan oleh beberapa Negara yang memiliki penduduk orang muslim. Ada Negara yang melarang akan adanya poligami, selain itu ada juga yang memperbolehkannya dengan adanya berbagai syarat dan ketentuan. 

Mengenai hal tersebut tentu ini tidak terlepas dari adanya proses penstrukturan peraturan yang mempunyai hak atas kebijakan tersebut. Negara adalah suatu keberadaan yang unik, yang sejauh ini sangat dipercaya untuk mengatur setiap kehidupan perorangan . Salah satunya instrumen yang digunakan untuk dilakukanbya pengaturan tersebut yaitu akan adanya hukum. 

Meski adanya kewenangan menyusun norma hukum dalam bentuk peraturan, proses penstrukturan tersebut tidak terlepaskan dari adanya nilai dan norma yang hidup dalam warga Negara. Norma dalam agama adalah salah satu yang tidak boleh diabaikan oleh suatu Negara. Walau tidak serta merta mengabaikan norma lainnya.

Buku ini pun, menceritakan bagaimana adanya pertemuan antara norma agama dan nilai lain yang hidup dalam warga/masyarakat yang dapat menghasilkan suatu produk perundang-undangan. Secara khusus dan penting, penulis menjelaskan hal ini dengan mengamati hukum pernikahan yang ada dan berlaku di berbagai Negara muslim.

Tantangan untuk menerapkan dan menegakkan hukum Islam sekaligus mengakomodasi nilai lainnya melahirkan berbagai tipe hukum pernikahan yang ada. Buku yang ada dan dinikmati pembaca ini, merupakan isi dari referensi berharga bagi para pemerhati hukum khususnya mereka yang sedang  fokus berkonsentrasi pada ranah kajian-kajian hukum Islam, dan juga hukum perkawinan.

Adanya hukum modern menuntut dan mengharuskan untuk diadakannya sumber ataupun landasan hukum yang formal di berbagai Negara sebagai acuan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul. 

Begitu juga, dengan hukum Islam yang ada dalam berbentuk syariat atau juga yang kita kenal sebagai fiqih masih dituntut untuk di formulasikan berbentuk kodifikasi atau pembaharuan hukum atau undang-undang agar memiliki kekuatan hukum yang bisa mengikat setiap perorangan yang berkaitan dengan hukum. 

Oleh karena itu, di sebuah Negara Islam atau di negara yang penduduknya kebanyakan Islam berdatangan undang-undang untuk mengatur suatu permasalahan hukum di tiap-tiap negaranya. 

Ha ini seharunya juga terjadi di Negara tercinta kita, Indonesia. Kalau di cermati pelaksanaannya, hukum Islam di negara kita bisa dikatakan bahwa hukum Islam yang ada dan berlaku untuk ummat Islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu adanya hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis dan ada pun, hukum Islam yang berlaku secara normatif.

Adanya Hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis merupakan  (sebagian dari) hukum Islam yang menegakkan aturan hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dan benda yang ada didalam masyarakat yang disebut dengan istilah muamalah.

Bagian hukum Islam ini menjadi sebuah hukum yang positif berdasarkan atau karena di tunjuk oleh peraturan perundang- undangan, contohnya, hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum wakaf. Hukum Islam adanya berlaku secara formal yuridis ini membutuhkan bantuan penyelenggara Negara untuk menjalankan hal ini secara sempurna dengan jalan misalnya, membentuk  peradilan agama yang menjadi salah satu unsur dalam sistem peradilan di negara kita ini.

Adanya Hukum Islam yang berlaku secara normatif adalah (bagian hukum) Islam yang memiliki sanksi kemasyarakatan. Dilakukannya bergantung pada kuat dan lemahnya kesadaran masyarakat muslim mengenai norma-norma hukum Islam yang ada bersifat normatif itu. Hukum Islam yang asa secara normatif tidak membutuhkan penyelenggara Negara untuk menyenggarakannya, ini contohnya banyak sekali, di lingkupnya adalah kaidah-kaidah hukum Islam mengenai pelaksanaannya, seperti ibadah sholat, puasa, zakat, dan haji, dan yakni yang termasuk ke dalam kategori hukum Islam bidang ibadah murni. 

Hampir seluruh hukum Islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia dengan TuhanNya berlaku secara normatif di tanah air tercinta kita. Dijalankan atau tidaknya sebuah hukum Islam yang ada, bersifat normatif ini tergantung pada kadar iman dan ketakwaan serta akhlak ummat Islam itu sendiri. Pelaksanannya diserahkan sepenuhnya pada kesadaran setiap Insan muslim yang bersangkutan.

Dan para ulama ushul fikih telah menyepakati, bahwa setiap insan tidak dibebani dengan akan perbuatan yang berada di luar batas kemampuannya. Oleh sebab itu, mereka tidak diperintahkan untuk mengerjakan perbuatan yang tidak mungkin (mustahil) bisa terjadi, baik menurut akal seperti  mempertemukan dua hal yang saling berlawanan atau menurut adat kebiasaan, sepersenang, benci, marah dan lain sebagainya yang termasuk kategori perbuatan-perbuatan yang didasarkan pada perasaan.

Di  sebuah Negara yang berdasarkan hukum agak mirip-mirip dengan Negara Indonesia, hukum akan berlaku apabila adanya dukungan oleh tiga hal, lemah, dan kuatnya hukum yang berlaku tergantung lemah atau kokohnya tiang tiang yang ada dan setia menopangnya, dan tiang-tiang itu adalah lembaga penegak hukum yang bisa diandalkan, adanya peraturan-peraturan hukum yang jelas, dan kesadaran hukum setiap masyarakat. Hal inilah yang dikenal dengan sebutan doktrin hukum Nasional yang kebenarannya juga di izinkan bagi hukum Islam.

Syariat Islam memiliki dua macam hukuman, dan di antaranya adalah yang pertama Hukuman yang ketentuannya di batasi, tanpa harus ditambahi,pun dikurangi, seperti adanya hukuman had dan qisas. Adanya ketentuan hukuman ini sudah ditetapkan didalam Al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama. Dan yang kedua adalah Hukuman yang isi kadarnya ditentukan oleh ijtihad ulil amri (penguasa), seperti adanya hukuman ta'zir (hukuman dera). Hukuman ini dilakukannya mulai  dari mendera, menyita harta, memukul badan sampai hukuman yang bersifat edukatif.

Pada sekarang ini, yang lebih utama mengenai bentuk-bentuk tazir ditentukan atau dibatasi dengan undang-undang yang berlaku, untuk  menjaga keamanan dan memelihara setiap hak-hak individu, pun juga memberikan hak kepada para gadhi (hakim) untuk menentukan hukuman yang pas minimal dan maksimal.

Hukum memiliki kaitan yang sangat erat dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum merupakan salah satu instrumen pengendalian dalam hidup bersosial. Oleh karena itu, di mana ada warga Negara di situ ada hukum.

Hukum dengan demikian juga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat manusia. Betapapun primitifnya, masyarakat senantiasa berada dalam pengendalian hidup oleh sistem hukum tertentu. Namun persepsi masyarakat ini terhadap hukum tidak melulu sama. Adanya persepsi masyarakat terhadap hukum, bagaimanapun, dipengaruhi oleh filsafat dan nilai-nilai, dan persepsi itu untuk selanjutnya menjadikannya sikap dan kesadaran terhadap hukum. Persepsi yang tepat terhadap hukum ialah, timbulnya akan rasa hormat dan kesadaran hukum yang positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun