Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Disorientasi Pendidikan Aceh

16 Maret 2023   09:54 Diperbarui: 16 Maret 2023   09:58 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto steemit.com

Pada suatu malam yang cerah, bersama para pengambil kebijakan tingkat sekolah dan kampus, kami berbincang soal pendidikan. Dalam perbincangan singkat itu kami menemukan beberapa masalah pendidikan di Aceh. Lalu bagaimana agar masalah itu tidak menjadi 'kanker' pendidikan? 

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Legal standing itu memberi informasi, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana. Itu artinya pendidikan harus dilakukan dengan kesadaran, oleh manusia yang sadar. Manusia yang memahami substansi pendidikan. Bukan berdasarkan like/dislike akan dunia pendidikan. Sehingga akan melahirkan perencanaan.

Perencanaan berkaitan dengan visi dan misi para pengambil kebijakan dunia pendidikan. Dengan sendirinya akan kita ketahui kemana arah pendidikan nantinya. Bagaimana dengan arah pendidikan aceh, apakah berada di jalan yang lurus dan benar. Apakah dinas pendidikan aceh memiliki visi dan misi menuju jalan itu, atau hanya sekedar mempertahankan kekuasaan dengan program dadakan?

Bila kita dalami makna dari UU di atas, anak didik diharapkan memiliki kemerdekaan dalam proses belajar-mengajar. Pertanyaannya, apakah selama ini guru dan kepala sekolah diberikan hak yang sama. Bagaimana kita berharap anak didik merdeka, sedangkan guru mereka dalam keadaan terpenjara. 

Menurut pandangan saya, kepala sekolah dan guru harus menjadi teladan. Itu artinya mereka harus diberi hak aktif dan merdeka dalam mengembangkan diri. Tentu saja bukan dalam tataran retorika belaka. Mereka harus diberi ruang mengembangkan diri dan sekitarnya sehingga dapat menularkan hal baik pada siswa. Jangan lagi ada kolonialisme dalam dunia pendidikan apalagi dilakukan para atasan.

Kita tidak pernah berharap hal itu terjadi. Beban kepala sekolah dan guru yang begitu banyak jangan lagi ditambah. Ada kecenderungan kepsek dan guru menjadi tim pencitraan para atasan. Mereka dituntut agar siswa memiliki nilai kelulusan yang baik sementara kebijakan para atasan tidak memihak mereka. Bahkan mereka seolah dilarang mengkritisi kebijakan atasan yang hanya paham tataran teoritis. 

Akibatnya apa, kepsek dan guru dianggap 'robot' pelaksana keinginan atasan. Padahal mereka adalah ujung tombak dunia pendidikan. Bagaimana berharap anak didik berpikir kritis sementara guru dan kepsek dilarang berpikir logis apalagi kritis. Lalu bagaimana kita membedakan mereka dengan robot?. 

Sekarang bayangkan jika ujung tombak tumpul. Bayangkan bila mereka (guru) hanya robot mainan kadis. Apakah pendidikan kita (Aceh) sudah berada di jalur yang benar. Apakah pendidikan kita sudah sesuai dengan tujuan pendidikan kita. Mencerdaskan kehidupan bangsa.

KBBI memaknai cerdas sebagai sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dsb); tajam pikiran. Jika demikian, pendidikan aceh sudah salah arah. Pendidikan aceh tidak mengusahakan anak didik menjadi cerdas, bahkan para guru tidak diarahkan menjadi komunitas cerdas. Bukankah selama ini dinas pendidikan aceh sudah melakukan usaha peningkatan kualitas guru dan kepsek.

Jika yang dimaksud pelatihan, seminar,  workshop, maupun kejar program lainnya, itu benar. Namun substansi cerdas bukan itu. Cerdas sebagaimana dikatakan KBBI sangat terkait dengan nilai kognitif, afektif dan psikomotorik. Sejalan dengan pemaknaan pendidikan itu sendiri. Apakah secara kognitif, afektif dan psikomotorik pelaksana pendidikan di lapangan (guru) sudah diarahkan menuju cerdas. 

Selama ini, apakah dinas pendidikan aceh sudah menyerap aspirasi mereka. Baru-baru ini dinas pendidikan aceh meluncurkan sebuah aplikasi. Kabarnya aplikasi itu akan membantu anak didik menuju PT. kita apresiasi usaha itu namun sudahkah dinas pendidikan tahu atau memiliki map (peta) internet. Apakah mereka tahu masih banyak sekolah di Aceh yang kesulitan akses internet.

Sentralistik dunia pendidikan tanpa memahami problema di daerah adalah upaya pencitraan diri. Dinas pendidikan harusnya mengusahakan akses internet lancar di sekolah-sekolah baru bicara aplikasi. Apalagi aplikasi yang dibuat sudah terlambat. Dengan kemajuan AI hari ini, aplikasi milik dinas pendidikan tidak layak di download.

Inovasi yang dapat dilakukan dinas pendidikan bukan itu. Mengembalikan arah pendidikan aceh adalah yang utama. Disorientasi pendidikan yang hanya bertujuan pencitraan harus dilenyapkan. Mulailah menciptakan iklim demokrasi di dunia pendidikan. Jangan anti-kritik apalagi jika kritik dibarengi solusi. Jangan pula mengharuskan para pengkritik memberi solusi karena solusi itu tugas pemimpin. Jangan gagal nalar.

Soal berpikir kritis ini saya punya pengalaman pahit dan lucu. Ketika mengirimkan rilis ke sebuah media online. Kata redaksinya tidak bisa dimuat dengan alasan mengarah pada kritik dinas terkait, padahal kontennya jelas sangat netral. Tidak ada tendensius apalagi mengkritisi pemegang amanat dunia pendidikan. Setelah diskusi dan dia memahami tulisan itu, redaksi itu mengiyakan untuk memuat.

Bila dunia akademik anti-kritik, bagaimana mungkin arah pendidikan kita berada di jalur yang benar. Bagaimana mungkin kita mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu saja kesalahan gubernur yang lalu tidak dilanjutkan Pj Gubernur Ahmad Marzuki.

Praktik merit harus dimulai dari dunia pendidikan. Pj Gubernur harus bertanggung jawab atas disorientasi pendidikan aceh. Adalah blunder menempatkan seseorang tidak pada keahliannya. Demikian pula dengan para kepsek yang hari ini bertugas sebagai pemimpin sekolah. Penempatan mereka harus berdasarkan kualitas kepemimpinan mereka bukan berdasarkan dekat dengan atasan.

Apabila persoalan klasik ini saja belum selesai, bagaimana kita menuju tujuan pendidikan yang benar. Disonansi kognitif harus segera diakhiri. Ini terkait dengan yang dikatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." lalu seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR Bukhari -- 6015).

Pj. Gubernur ada baiknya segera mengembalikan arah pendidikan aceh ke jalan yang benar. Jalan yang mengarahkan pendidikan menuju iman, ilmu dan amal. Dengan iman pendidikan berarti mengetahui keterbatasan sehingga tidak terjadi 'penuhanan' jabatan di semua level. Tidak semena-mena terhadap bawahan terutama pada guru dan kepsek.

Evaluasi penting dilakukan agar pendidikan aceh tidak menuju jurang kehancuran. Kepemimpinan gubernur diuji, apakah berani mengambil langkah sesuai dengan hadist nabi atau malah menunggu kehancuran tiba. 3 tahun sudah pendidikan aceh salah urus, jangan ditambah lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun