Preman terkenal John Refra alias John Kei kembali ditangkap Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penganiayaan dan penembakan di Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Ahad (21/6/2020).Â
Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti mengatakan John Kei masih berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan usai diberikan program bebas bersyarat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan pada 26 Desember 2019.
Jika benar John Kei melakukan penganiayaan maka bebas bersyaratnya terancam batal. Lalu apa sebenarnya akar permasalahan sehingga muncul kelompok John Kei?
Premanisme memang sudah sejak lama ada di Indonesia. Secara bahasa preman berasal dari bahasa Belanda, vrijman yang berarti orang bebas tidak memiliki ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu lainnya.
Premanisme di Indonesia di Indonesia memang sejak lama telah ada. Bahkan pascareformasi premanisme tumbuh subur di tengah kita.Â
Meski mereka menyebut dirinya dengan perusahaan jasa keamanan. Pada tahun 2006 di Indonesia hanya terdapat satu perusahaan jasa keamanan dengan total petugas 2.500 orang.
Lambat laun perusahaan jasa keamanan terus meningkat, tahun 2013 Â jumlahnya meningkat signifikan menjadi 998 perusahaan dengan jumlah 500.000 petugas keamanan.
Meski bernama perusahaan jasa keamanan, mereka kerap meresahkan masyarakat. Selain mereka, kelompok preman terorganisir yang menyetor uang kepada pimpinan hasil peras maupun kerja lainnya masih kerap kita temukan.
Preman ternyata salah satu karir yang menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Entah itu debt collector, uang keamanan pasar, terminal, hingga preman yang dipekerjakan para politisi.Â
Peristiswa kerusuhan Mei 98 tidak lepas dari mereka (preman). Pastinya masyarakat biasa maupun mahasiswa tidaklah akan melakukan penjarahan maupun tindakan kekerasan.Â
Jadi motif mereka (preman) ialah ekonomi. Premanisme merupakan bentuk ketidakmampuan negara hadir untuk memberikan penghidupan yang layak bagi warga negara. Negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang dibutuhkan sementara kebutuhan hidup terus meningkat. Preman menjadi salah satu karir pilihan bagi mereka yang mengandalkan otot dan kekerasan.Â
John Kei merupakan contoh pendatang yang mengadu nasib di ibu kota. Harapan menggiurkan hidup di ibu kota dengan segala kemewahan ternyata tidak ditopang dengan kemampuan daya beli. Karir preman akhirnya yang ia pilih.
Meski keluar masuk penjara namun John Kei tampaknya sangat menikmati pekerjaannya itu. Ia begitu sadar dengan resiko menjadi preman, kalau gak masuk penjara berarti mati. Membunuh atau dibunuh, menganiaya atau dianiaya.
Mirip teori evolusi Darwin, siapa kuat dia yang akan memenangkan kompetisi. Meski kompetisi dilakukan tidak secara sehat atau manusiawi, namun begitulah kehidupan yang harus dijalani John Kei dan kawan-kawan. Boleh jadi kelompok John Kei ditangkap, atau mati, namun kelompok sejenis akan terus tumbuh jika akar persoalan tidak dicarikan solusi.
Kita berharap preman tidak lagi menjadi karir pilihan rakyat Indonesia, karenanya pemerintah harus dapat mengantisipasinya. Pencegahan munculnya kelompok preman harus dilakukan, tidak cukup hanya menangkap mereka setelah jatuh korban.
Jangan ada lagi 'John Kei' di antara kita. Polisi tidak akan mampu memberantas mereka. Harus ada langkah taktis dan strategis agar profesi preman tergantikan dengan pekerjaan lain yang lebih bermartabat.Â
Para politisi yang selama ini menjadikan preman sebagai 'bawahan' harus diusut. Jangan hanya preman jalanan, preman gedungan juga harus diberantas. Polisi jangan takut.
Semasa orde baru mengapa preman tidak kelihatan? dulu keamanan dikendalikan militer. Apakah kita harus kembalikan hal itu? tidak. Cukup dengan memperbaiki ekonomi kita, sediakan lapangan kerja bagi mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H