Kini dengan diberinya wewenang pusat untuk mengelola Migas sendiri, Aceh pastinya membutuhkan SDM yang berkualitas. SDM yang siap mengembangkan Migas maupun hasil alam lainnya untuk kepentingan rakyat Aceh. Peluang ini jangan sampai dilepas, jangan sampai PT PEMA dan Pemerintah Aceh gagal bekerja dengan, besar nafsu daripada tenaga.
PT PEMA harus membuktikan dirinya agar menjadi perusahaan mandiri, perusahaan yang tidak terkooptasi kepentingan politik. Artinya PT PEMA harus mencari investor yang dapat meningkatkan modal perusahaan.Â
Bahkan harapan saya, PT PEMA dapat menjadi perusahaan yang berlantai di Bursa Efek Indonesia. PT PEMA dapat go-public, dengan demikian PT PEMA tidak diintervensi penguasa politik.
Menurut saya, penting bagi PT PEMA membebaskan diri dari tekanan politik dalam melakukan kerja di lapangan. Jangan ganti gubernur ganti pula jajaran pengurus.Â
Jangan karena tidak memberi upeti politik seseorang yang berpotensi diganti. Menurut saya itu salah satu 'penyakit' birokrasi yang membuat BUMD bahkan BUMN sulit berkembang.Â
Benar bahwa mereka harus diawasi namun jangan ditindas, bila berprestasi harus diapresiasi dan bila melakukan kesalahan harus diberi sanksi.
Karenanya, selain SDM yang berilmu dan jujur, pemerintah Aceh sebaiknya tidak menjadi penghalang bagi PT PEMA untuk mengelola Migas dan hasil alam Aceh lainnya. Jangan sampai ada raja-raja kecil di daerah. Dengan demikian, cita-cita mensejahterakan rakyat Aceh bukanlah dongeng jelang pilkada maupun pileg.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H