Bayangkan saja, kita memiliki SDA dan SDM yang sama melimpahnya. Betapa takutnya bangsa lain seandainya kedua potensi itu dimaksimalkan. Wajar apabila infiltrasi konflik SARA sangat sering singgah.
Mudahnya anak negeri marah dimanfaatkan oleh mereka yang tak ingin Indonesia maju. Perdebatan yang terjadi terkadang bukan terkait ide dan gagasan. Anehnya, polemik berhari-hari.Â
Sementara terkait ide dan gagasan sangat jarang diperdebatkan. Misalnya apakah NKRI sebaiknya diganti dengan negara federal. Tapi diskusi bersifat akademis memang tabu dilakukan di media sosial.
Bahkan karya tulis (buku) dirazia oleh ormas, pemerintah diam saja. Sebaliknya, pembaca dan pembawa buku malah ditangkap bak pengedar narkoba.
Ketika tahun politik datang bangsa ini lebih sering marah. Hanya karena beda pilihan politik bangsa ini tiba-tiba jadi pemarah. Marketing politik melihat kemarahan itu sebagai potensi membolak-balikkan isu.
Sentimen agama yang paling sering dijadikan awal kemarahan. Konflik atas nama agama kerap menjadikan orang-orang beragama tak lagi beragama. Selalu ada alasan agar saling marah.
Kapan kita berhenti marah? Jangan serahkan masa depan bangsa ini pada kemarahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H