Rencana Chairul Tanjung bersama perusahaannya membangun pusat perbelanjaan dan hiburan di Banda Aceh disambut beragam respon. Ada positif dan ada negatif. Iklim investasi yang sehat memang dibutuhkan Aceh, tidak elok selamanya mengandalkan APBD. Perlu terobosan ekonomi, salah satunya mengundang investor.
Bagi rakyat Aceh, pusat perbelanjaan sudah tak asing lagi terutama di Kota Banda Aceh. Namun pusat hiburan terutama bioskop tentu akan melahirkan debat.Â
Apalagi Aceh sedang menerapkan syariat Islam secara formal. Tentu saja kehadiran bioskop akan menuai respon negatif, meski sejatinya tidak perlu dirisaukan.Â
Bioskop sama halnya dengan pisau, tergantung pengguna. Jika pengguna mau menjadikannya sebagai hal positif tentunya akan positif dan sebaliknya.Â
Justru kehadiran bioskop secara ekonomi akan meningkatkan pendapatan daerah maupun warga. Betapa tidak, bioskop merupakan salah satu hiburan yang menyebabkan warga Aceh ke luar daerah hanya untuk menyaksikan film-film terbaru.
Bila Aceh telah memiliki bioskop, mereka penggemar film layar lebar tak perlu lagi ke luar daerah. Warga setempat juga dapat berjualan di sekitar bioskop. Tenaga kerja juga terserap dengan hadirnya pusat hiburan yang tetap menjaga norma agama dan adat.Â
Teknis agar bioskop tetap menjaga norma agama dan adat istiadat dapat mencontoh Arab Saudi maupun daerah lain yang menerapkan bioskop Islami. Satu hal yang pasti, kehadiran bioskop akan melahirkan peluang ekonomi yang harus dimaksimalkan. Para investor pun tak ragu lagi menanamkan uangnya di Aceh.
Semakin banyak investor hadir, ekonomi akan semakin membaik. Pilihan kerja juga semakin banyak. Bioskop salah satu hiburan yang masih membutuhkan investor.Â
Jika nantinya bioskop yang dibangun Chairul Tanjung sukses menyedot animo masyarakat, saya yakin akan bertambah investor yang akan ikut membangun bioskop.Â
Terkait dampak negatif dengan hadirnya bioskop, menurut saya terlalu dibesar-besarkan. Dulunya sebelum tsunami terjadi, Banda Aceh sudah pernah memiliki bioskop.Â