Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beda Ahok dan Rocky Soal Penistaan Agama

13 Maret 2019   15:00 Diperbarui: 13 Maret 2019   15:19 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: ceriNews

Sebagai negara demokrasi yang bukan negara agama maupun negara sekuler, Indonesia patut berbenah soal diksi, terutama yang terkait hukum. Produk hukum dalam prosesnya harus melalui proses dialektika, dan melibatkan semua pihak, terutama para ahli.

Setiap kebijakan maupun produk hukum harus melalui proses diskusi dan komunikasi yang bebas intervensi, dominasi, terbuka, dan setara antara orang-orang yang nantinya terkena dampak dari kebijakan tersebut (Habermas:1998).

Terkait hal itu, sudah sepatutnya produk hukum kita melihat kembali pemikiran Jacques Derrida. Apa yang disampaikan Rocky sangat sejalan dengan Derrida. Rocky dan Derrida mengajak kita melakukan dekonstruksi pemikiran.

Berbeda dengan pernyataan Ahok yang sudah mengklaim ada pembohongan soal Al-Maidah, Rocky mengajukan apa yang disebut dengan seni menunda kepastian makna dari sesuatu, dan kemudian membiarkannya terbuka guna menghasilkan kebaruan-kebaruan yang tak terduga. Begitulah dekonstruksi menurut Derrida.

Rocky memberi fiksi baru bagi kita semua, yaitu Indonesia berakal sehat. Sejalan dengan semangat Derrida yang ingin semua diajukan ulang. Misalnya, apakah semua kitab pegangan umat beragama bisa dikatakan sebagai kitab suci?

Kita patut bersyukur dengan pemaknaan baru fiksi yang disampaikan Rocky. Barangkali Ahok ingin melakukan hal yang sama sehingga para ahli tafsir berbeda memaknai ayat yang dimaksud Ahok.

Sampai di sini, Ahok dan Rocky kembali berbeda. Rocky memiliki tafsiran sendiri soal fiksi tanpa menganggap orang lain salah makna, sementara Ahok menganggap ada yang melakukan pembohongan atau kesalahan dalam tafsir.

Semangat Rocky juga sejalan dengan hermeneutika menurut Hans-Georg Gadamer. Menurutnya, hermeneutika merupakan suatu upaya untuk menafsirkan teks untuk mendapatkan pemahaman tertentu.

Bila retorika seni memaparkan pengetahuan, maka hermeneutika merupakan seni memahami teks. Retorika yang disampaikan Rocky Gerung memang belum sepenuhnya dipahami pendengarnya, sehingga lahir sebuah laporan ke pihak kepolisian.

Gadamer memberi masukan bagi kita untuk memahami sebuah teks. Memahami keseluruhan sebuah teks harus didahului pemahaman bagian-bagian teks tersebut. Keseluruhan teks dan bagiannya memiliki koherensi.

Para pendengar retorika Rocky sangat membutuhkan pendapat Gadamer. Selain itu, dibutuhkan pula dekonstruksi pemikiran yang diajukan Derrida. Tujuan utamanya ialah menggambarkan dan mengubah cara berpikir pembacanya ataupun pendengarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun