Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY "Takut" Jokowi

11 Maret 2018   11:18 Diperbarui: 11 Maret 2018   11:36 2174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) partai demokrat sedang berlangsung di di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tradisi parpol di Indonesia jelang hajatan besar memang demikian, rapimnas, rakernas, atau nama lainnya dengan tujuan sama, unjuk kekuatan.

Barangkali kader parpol akan membantah bila rakernas atau rapimnas bukanlah ajang unjuk kekuatan, barangkali mereka akan berkata bahwa kegiatan bertujuan melakukan konsolidasi atau nama lainnya.

Bila partai tersebut demokratis, tidak ada dinasti didalamnya barangkali kita setuju bahwa tujuan rakernas maupun rapimnas untuk komunikasi dan konsolidasi partai sekaligus mendengar aspirasi. Namun bila parpol dengan Ketua Umumnya bapak dan sekjendnya anak, apakah perlu rapat pimpinan nasional segala?

Terlepas dari tujuan partai demokrat melakukan rapimnas, ada hal menarik yang asyik kita diskusikan. Terkait pernyataan Ketua Umum partai demokrat, SBY seolah memberi lampu hijau partainya berkoalisi dengan Jokowi pada pilpres 2019, barangkali AHY anaknya bakal diajukan sebagai cawapres dari Jokowi.

Bila skenario Jokowi-AHY berjalan sesuai keinginan SBY maka akan sangat menguntungkan partai demokrat. Selain wapres, nantinya Cikeas bakal mendapat jatah menteri dan AHY bakal menang mudah pada pilpres selanjutnya.

Benarkah demikian strategi SBY jelang pilpres 2019? Apakah hanya itu yang melatarbelakangi merapatnya SBY ke Jokowi, ataukah hal itu membuktikan bahwa SBY takut pada Jokowi sejak serangan Antasari jelang pilkada DKI. Kita semua tahu selain Antasari masih ada mantan bendahara umum partai demokrat, Nazarudin.

"Nyanyian" Nazar kerap menjadi momok menakutkan bagi politisi yang pernah berinteraksi dengannya. Banyak proyek APBN yang diketahui dan dijalankan Nazar semasa ia kader partai demokrat dan SBY presiden. Bukan mustahil nama Ibas akan masuk dalam lirik lagu Nazar. Tentu SBY tak ingin putra bungsunya masuk dalam "nyanyian" Nazaruddin.

Sejak Antasari bersuara dan SBY merasa terpojok, partai demokrat berubah menjadi pemuji Jokowi. Apalagi sejak SBY menyatakan perang terhadap orang yang mencatut namanya dalam kasus KTP-El. Mau tidak mau, SBY harus berkoalisi dengan Jokowi atau setidaknya mendukungnya dalam pilpres 2019.

"Ketakutan" SBY semakin nyata ketika peluang keluarganya kembali berkuasa hanya bila mau berkoalisi dengan Jokowi. SBY bakal bahagia bila anaknya mau dipungut Jokowi menjadi cawapres, namun bila hanya menjadi menteri sekalipun SBY bakal menerima asalkan semua kasus semasa berkuasa didiamkan saja.

Satu hal yang pasti, kesalahan SBY pada pilkada Jakarta tidak akan diulanginya pada pilpres. Kehadiran SBY dalam koalisi Jokowi dipastikan akan mengusik Megawati dan PDIP. Konflik ini sangat menguntungkan Jokowi, setidaknya dominasi PDIP terutama Megawati terhadapnya dapat dikurangi. Megawati dan SBY sebenarnya memiliki tipikal yang sama, parpol harus dikuasai keluarganya sendiri.

Kembali soal takutnya SBY pada Jokowi, rasa yang membuat SBY bersikap manis pada Jokowi. Bila demokrat jadi berkoalisi dengan Jokowi atau setidaknya kembali abstain dalam pilpres. Kembali abstain dan mendapat posisi menteri untuk AHY tidak terlalu buruk, 5 tahun kedepan elektabilitas AHY akan semakin meningkat, pada saat itu Jokowi tak bisa lagi mencalonkan diri.

Strategi inilah yang sedang disiapkan SBY sekaligus antisipasi bila Jokowi mencoba akan mengusik keluarganya. SBY selama ini cukup ketakutan dengan serangan-serangan yang diarahkan kepada keluarganya, SBY butuh Jokowi, ingin kembali berkuasa. Melalui putra sulungnya SBY kembali membuka peluang berkuasa.

Secara politik strategi SBY sudah benar, selain "takut" pada Jokowi, SBY juga ingin mengurangi dominasi Megawati. Perang SBY-Megawati jilid II akan tersaji dalam penentuan cawapres untuk Jokowi. Pertanyaan menariknya ialah, Jokowi akan berpihak dan mendengar siapa.

Jokowi bisa saja tak mendengar keduanya, apalagi keduanya sama-sama "takut" pada dirinya. Pendeklarasian dirinya oleh PDIP yang lebih awal dari tradisi Megawati merupakan bukti bahwa Megawati juga takut skandal BLBI kembali diangkat. Bahkan diawal pemerintahan Jokowi sudah pernah melawan Megawati dan ia menang.

Kini, Jokowi juga berhasil membuat SBY ketakutan pada dirinya. SBY pun terus bermulut manis pada Jokowi, kita semua tahu strategi SBY. Biasanya jelang habis masa jabatan Jokowi, barulah SBY kembali melawan Jokowi sebagaimana pernah dilakukannya saat menjadi menteri era Megawati.

Kita akan menantikan episode itu bila AHY dijadikan menteri oleh Jokowi nantinya. Memang ketika kita takut, hal-hal yang biasa tidak bisa dilakukan dapat dilakukan ketika muncul rasa takut. Seorang pencuri yang dikejar massa biasanya memiliki kecepatan berlari diatas rata-rata biasa. Masih ingat ketika Nazaruddin mengatakan keluarganya diancam saat kasus Hambalang bergulir.

Episode Nazaruddin berakhir dengan pembasmian lawan politik SBY diinternal partainya. Anas dan pendukungnya diusir SBY dan partai demokrat kembali dikuasai keluarga Cikeas. Bisa saja Nazar menghabisi SBY bila mencoba melawan Jokowi dalam pilpres 2019. Itulah mengapa pilpres 2019 hanya ada satu calon dan SBY ingin menjadi bagian dari penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun