Berbagai jejaring sosial dan media sosial yang berfungsi sebagai penyedia informasi bagi warga masyarakat, dimanakah letak dan peran jurnalis dalam dunia baru ini? Apakah mereka akan menggunakan jejaring sosial dan media sosial sebagai sumber informasi? Apakah jejaring sosial dan media sosial dapat dipercaya (credible) dan karenanya layak menjadi sumber informasi? Bagaimana dengan prosedur standar memperlakukan berita yang didapat dari jejaring sosial dan media sosial?
Pertanyaan lainnya adalah apakah jurnalis akan menggunakan jejaring sosial dan media sosial untuk menyebarluaskan informasi yang mereka olah? Bagaimana dengan kode etik jurnalistik yang mengikat mereka? Penggunaan jejaring sosial dan media sosial memberikan jurnalis suatu platform baru dalam memasarkan media mereka berikut tulisan mereka.Â
Disadari, ada kekosongan hukum terkait praktik jurnalisme dalam media online. Undang-undang  Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) tidak mengatur soal komunitas, model-model baru praktik pemberitaan dalam media online, juga distribusi berita dalam ranah media sosial. Bisa dipahami, ketika UU itu dibuat aneka praktik jurnalistik di media online belum ada seperti saat ini. Aturan hukum soal internet yang dimiliki Indonesia adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (UU ITE).
Maka dari itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan "Pedoman Pemberitaan Media Siber" yang terdiri dari sembilan poin, salah satu diantaranya yaitu "Verifikasi dan keberimbangan berita".Dalam poin ini saya akan membahas fenomena viral yang juga mempengaharui jurnalis dalam menulis berita.
Media-media online yang ada saat ini di Indonesia, mulai dari yang tidak terdaftar sebagai aliansi jurnalis hingga media-media online ternama dan terbesarpun ikut menjadi bagian dari fenomena viral tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah mengacu pada "Pedoman Pemberitaan Media Siber" poin yang ke-2 menelisik tentang verifikasi. Ya, verifikasi dalam arti cross check atau check and re-check.
Apakah Anda masih ingat akhir-akhir ini hal-hal apa saja yang sedang trending atau viral di media sosial maupun internet? Saya yakin pasti banyak sekali. Lalu yang menjadi persoalan adalah peran jurnalis berubah dan berkembang dari news gathering atau peroses mencari, menulis, editing hingga dimuat di halaman media kini menjadi penyebar luas berita.
Dalam poin yang kedua tentang Pedoman Siber, dimana ditegaskan "Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai" bila melihat persoalan diatas, sering kikta jumpai para penulis berita mengutip komentar-komentar dari para netizen disosial media, terkait suatu hal yang sedang viral.
Bila dilihat pengutipan komentar dari para netizen dari kolom komentar, merupakan sesuatu yang sepertinya keliru dan menyimpang dari poin kedua dalam Pedoman Siber. Netizen adalah warga dunia maya yang mana profil dan identitasnya jelas. Bisa saja akun yang berkomentar adalah akun palsu, yang tidak memberikan data diri atau profil pribadi yang lengkap.
Kemudian subjek berita atau orang yang menjadi topik dalam subyek ini belum tentu dapat dijangkau atau ditemui secara langgsung untuk diverifikasi. Wartawan butuh verifikasi dari narasumber yang jelas. Namun sayangnya terkadang yang menbjadi acuan adalah komentar-kontar yang dikutip. Ciri-ciri berita viral ini biasanya hanya muncul sesaat dalam kurun waktu jangka pendek, kemudian tertutup oleh fenomena viral lainya. Yang seharusnya dilakukan oleh wartawan atau penulis ketika mengupload berita maka perlunya pemberitahuaan kepada pembaca bahwa berita tersebut perlu adanya verifikasi selanjutnya. Seperti yang tertera dalam poin nomor dua bagian ke empat a.) Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring. Kemudian b.) Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
Setelah persoalan ini, kita bisa melihat bahwa media online juga di tuntut untuk lebih interactivity. Media dengan netizen atau user diberikan ruang atau forum untuk  bisa berinteraksi. Terkadang dari forum inilah para waratawan atauy penulis memanfaatkan forum sebagai sumber informasi. Ternyata fenomena viral dan media online tidak hanya terjadi di Indonesia. Di luar negeri pun hal serupa terjadi, dimana jurnalis kini berpatok pada sumber yaitu media sosial dan internet. Terkadang bila melihat fenomena ini dari sisi dunia jurnalistik, seperti adanya perubahan dan pergeseran bagi media. Teknologi dan internet hadir mengubah segalanya seperti terlihat instan dengan sekali klik. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bagaimana jurnalis tetap berpedoman pada etika jurnalistik, itu kaidah. Kemudian bagi para audiens atau netizen untuk lebih cerdas dalam melihat suatu fenomena terkait berita yang sedang viral. Dan juga tantangan bagi para awak media untuk menjalankan fungsinya seperti sedia kala serta mendidik para audiens agar semakin bijak dan cerdas dalam menaggapi suatu berita.
DAFTAR PUSTAKA