Mohon tunggu...
Dommy Waas
Dommy Waas Mohon Tunggu... -

Seorang Ayah yang berharap agar anaknya dapat menghargai dan bangga akan pluralitas bangsanya. Senang mempelajari agama-agama lain selain agama yang diyakininya. Selain menuangkan 'kegundahan' lewat artikel juga lewat puisi. Lebih dari itu...masih belajar menulis dengan baik. :)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banjir, Bukan "Tamu" yang Pantas Kita Tunggu!

10 Februari 2015   21:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:29 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta dan beberapa wilayah di Indonesia sedang dilanda banjir. Hampir setiap musim hujan kita kedatangan 'tamu' yang tak kita harapkan. Persoalan banjir sepertinya bukan hanya soal elevasi muka tanah yg 'ambles'. Atau soal ketiadaan tempat sampah dan TPA sampah. Atau soal kebijakan (UU) yg dikeluarkan pihak pemda setempat atau pusat. Atau juga soal sistem?! Ah...rasanya bukan itu! Ini soal perilaku (habit) masyarakat kita yang maunya disuapin melulu tapi tak mau dewasa dalam melihat beragam persoalan sosial-masyarakat, termasuk persoalan banjir. Ini soal kemauan untuk berubah, untuk bersama-sama secara sadar sesadar-sadarnya bahwa banjir ini adalah akibat dari buruknya perilaku human interest kita terhadap lingkungan (pembuangan sampah, penanganan sampah dan pemeliharaan drainase / selokan / sungai / got / waduk / tanggul, dsb., juga kesadaran akan pentingnya tata kota).

Masyarakat kita umumnya lebih suka mengeluh dikala banjir sudah mulai mengganggu, kalau sudah menutup akses jalan atau masuk rumah. Tapi kalau masih bisa lalu-lalang dan di dalam rumah tak kemasukan air limbah banjir, ya belum 'ngeh' alias 'cuek bebek'. Malah mungkin diam-diam karena ini hal yang terkesan rutin (musiman) maka justru 'dinikmati'. Padahal, ada rentetan efek samping yang terjadi diakibatkan oleh banjir. Dampaknya bisa menjalar terhadap kesehatan, perekonomian, pendidikan, pariwisata, sosial, politik, dsb. Tentu selalu ada yang bisa menarik untung dari sebuah kondisi musibah apapun di negeri ini. Entah itu dari sisi ekonomi maupun politis. Yang bikin muak adalah mereka yang memanfaatkan secara masif momen-momen bencana ini secara ekonomi maupun politis.

Bahkan ada juga yang sempat-sempatnya 'membajak agama' untuk kepentingan penyebaran isu-isu agama dengan kacamata yang sempit serta pembodohan. Maaf, banjir tidak bisa diatasi dengan sekedar mengumpulkan orang dan berdoa beramai-ramai agar Tuhan mengendalikan hujan untuk tak terus mengguyur wilayah dimana kita tinggal. Tapi anda dan saya terus saja tak acuh pada lingkungan serta rutin membuang berkubik-kubik sampah pada selokan-selokan dan sungai-sungai. Itu artinya kita sebenarnya sedang tak memahami siapa diri kita. Itu artinya kita sedang melecehkan Tuhan yang sudah memberi mandat pada kita untuk mengelola dan memelihara bumi beserta isinya ini. Alih-alih, mungkin kita sedang menyia-nyiakan sebuah anugerah dari-Nya, berupa akal budi kita. Koq kita maunya instan?!

Terlalu memang! Tapi yang jelas, banjir ini bukan lagi persoalan siapa pemerintahnya atau penanggungjawabnya semata. Banjir ini soal kita, anda dan saya, beserta berbagai unsur di pemerintahan (pejabat publik), untuk segera siuman (sadar) dan bertindak/bergerak kepada habit yang baru, yang peduli pada lingkungan sebelum 'tamu-tamu' tak diundang lainnya berkunjung tiba-tiba tanpa kita tahu daya rusak dan waktunya. Banjir bukan untuk ditunggu tapi dicegah. Bukan untuk dinikmati, tapi diatasi. Ini tanggungjawab kita semua, bukan yang lain. Semoga kita cepat siuman!

(DW, 10 Feb 2015)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun