Mohon tunggu...
Dom
Dom Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - ...

....

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedatangan Daendels ke Jawa dan Awal Keruntuhan Masanya

4 April 2023   20:09 Diperbarui: 4 April 2023   20:17 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Herman Willem Daendels lahir 21 Oktober 1762 -- 2 Mei 1818). Ia adalah seorang politikus dan jenderal Belanda yang menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36. Saat itu, Belanda dikuasai oleh Perancis. Misi Herman Willem Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Jawa dari ancaman Inggris. Sebagai pegawai negeri, ia memerintah Indonesia dengan sistem diktator dan dikenal sering menerapkan kebijakan yang merugikan rakyat. 

Pada tanggal 5 Januari 1808, setelah menempuh perjalanan jauh dari Belanda, ia tiba di Batavia (Jakarta) menggantikan Gubernur Jenderal Albertus Wiese. Kedatangan Daendels menandai awal jatuhnya tatanan Jawa dan dimulainya era baru pemerintahan kolonial di Nusantara. Menurut sejarawan Inggris Peter Carey dari Universitas Oxford, kemunculan Daendels dikenal sebagai "Orde Baru Daendels".  

Setelah sebulan berada di Jawa, langkah pertama yang dilakukan adalah mendapatkan informasi yang jelas tentang kerajaan-kerajaan selatan Jawa Tengah. Ia mengatakan ingin kontak langsung dengan para pejabat Belanda di halaman Istana. 

Pada 28 Juli 1808, ia mengeluarkan kebijakan baru yang mencakup pelarangan berbagai upacara dan ritus keraton bagi penduduk Belanda. Misalnya, warga tidak lagi harus berhenti di jalan karena melihat raja lewat, maka warga negara yang menjadi pegawai negeri Belanda akan mendapat berbagai keistimewaan seperti gelar "menteri" dan seragam baru.  

Untuk menguasai kekuasaannya, ia sering bepergian ke daerah-daerah tertentu dan mengumpulkan warga serta bupati untuk mengarahkan. Salah satunya menunjuk Komisi Kehutanan untuk Akses ke Hutan Jati. Jati sangat dibutuhkan dalam berbagai perkembangan pada saat itu. 

Kehadiran Daendels dengan berbagai kebijakan dan pedoman praktis membuat raja-raja Jawa tak berdaya dan tunduk kepadanya. 

Dengan menyerahnya raja-raja di Jawa, Daendels leluasa menjalankan berbagai proyek, seperti Jalan Raya Pos (De Groote Postweg), Berdasarkan jurnal Paramita, pembuatan jalan pos berjarak 600 pal (904 km), dan dalam jurnal berjudul Perkembangan Jalan Raya di Pantai Utara Jawa Tengah Sejak Mataram Islam Hingga Pemerintahan Daendels, dituliskan bahwa jalan yang dibangun oleh Daendels, lebarnya 7,5 meter. Jalan ini membentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. 

Jalan ini awalnya ditujukan untuk keperluan militer dan pos. Ia kemudian menjadi sarana pengangkutan hasil rempah-rempah dari berbagai perkebunan di Jawa.  Pembangunan jalur pos ini merupakan salah satu pembangunan infrastruktur paling awal di Pulau Jawa. Menyebarkan ribuan pekerja dan beberapa mempertaruhkan nyawa mereka. Sumber-sumber di Inggris melaporkan, total korban meninggal akibat pembangunan Jalan Raya Pos sebanyak 12.000 (Pramoedya Ananta Toer, 2010:23). Angka inilah yang berhasil didata, jumlah korban disebut lebih banyak dari itu. 

Proses Pembangunan Jalan Raya Pos:

Pembangunan Jalan Raya Anyer - Panarukan melewati Jakarta, Bogor, Cianjur, Bandung, Pangeran Cadas, Majalengka, Cirebon hingga Jawa Tengah. Dari Cirebon hingga Surabaya, pembangunan jalan dilakukan di pantai utara.

Jalan ini sebenarnya belum sepenuhnya dibangun sejak Anyer - Panarukan. Beberapa jalan sudah dibangun, jadi Daendels tinggal melebarkannya. Beberapa ruas jalan telah diperlebar, antara lain Jalan Anyer - Batavia dan Pekalongan - Surabaya.

Baru setelah sampai di Bogor (Buitenzorg) dibangun jalan menuju Cisarua dan seterusnya ke Sumedang. 

Konstruksi secara resmi dimulai pada Mei 1808. Sejak itu, di Karanggulung, utara Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah, proyek ini dilakukan dengan sistem upah. Para bupati diperintahkan untuk menyiapkan sejumlah pekerja. Setiap pekerja dibayar masing-masing 10 sen ditambah beras dan seporsi garam mingguan. Sayangnya, bagaimanapun, tidak ada catatan pembayaran dari Area Manager kepada karyawan. Kemudian, setelah sampai di Karanggulung pada bulan Juni 1808, uang tiga puluh ribu ringgit yang disiapkan Daendels untuk membayar tenaga kerja habis dan tidak ada uang tersisa untuk proyek pembangunan jalan. 

Kemudian Daendels pergi ke Semarang pada Juli 1808 untuk mengundang semua bupati pantai utara Jawa. Ia mengatakan, proyek Jalan Raya Pos harus dilanjutkan. Dia kemudian memerintahkan bupati untuk menyediakan para pekerja untuk membangun jalan dengan kebutuhan makanan yang disediakan oleh bupati. Kesepakatan dicapai dan pembangunan dilanjutkan dari Karang ke Cirebon, dan jalan dibangun ke Pekalongan. 

Setelah itu pembangunan jalan hanya memperlebar jalan, karena jalan dari Pekalongan ke Surabaya sudah ada. Baru, jalan dari Surabaya ke Panarukan dibuat oleh Daendels. Hanya kegagalan bupati untuk membayar para pekerja yang menyebabkan kerja paksa. 

Secara historis, sistem pembangunan jalan dikenal sebagai sistem kerja paksa yang disebut Heerendiensten, tetapi sebenarnya bukan kerja paksa. Menurut Djoko, sebagai sejarawan Universitas Indonesia, terungkap bahwa pengerjaan awal jalan tol Bogor-Cirebon dilakukan atas dasar upah buruh. Daendels memberikan uang sebesar 30.000 ringgit plus uang kertas besar. Daendels memberikan pembayaran ini kepada para bupati, tetapi tidak menerima upah dari para pekerja. Kami tidak tahu apakah ada korupsi dan jika demikian, kami tidak tahu berapa banyak uang yang dikorupsi. 

Penyebab Daendels dicopot:

Kebijakan yang diterapkan oleh Daendels menimbulkan rasa permusuhan terhadap raja, bupati dan rakyat Jawa yang pada akhirnya menimbulkan banyak gerakan perlawanan terhadap Belanda, bahkan Daendels secara diam-diam menjual tanah kepada swasta Belanda untuk menjadi kaya.

Untuk mencegah keadaan menjadi lebih buruk, Louis Napoleon sebagai Raja Belanda pada tahun 1811 memanggil Daendels ke Negeri Belanda.

Dia akhirnya digantikan oleh Jan Willem Janssen, yang bertanggung jawab memperbaiki kondisi Nusantara.  

Hal Apa yang dapat dipelajari dari pemerintahan daendels:

Pelajaran yang bisa dipetik dari pemerintahan Daendels di Jawa adalah bahwa kedatangan bangsa Eropa, khususnya Belanda, sangat merugikan bangsa Indonesia. Daendels menerapkan kerja paksa (kerja paksa). Daendels telah menunaikan tugas negaranya namun tugasnya telah mewabahi rakyat Indonesia. Akibat program kerja paksa yang ia mulai, ia bahkan mendapat penghargaan dari negaranya sendiri. 

Tak hanya itu, kedatangan Daendels ternyata membawa manfaat bagi Indonesia, contohnya pembangunan Jalan Raya Pos (De Groote Postweg). Dari pembangunan jalan tol ini dapat memperlancar lalu lintas dan komunikasi dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia terbantu karena jual beli menjadi lebih cair sehingga membuat ekonomi tumbuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun