Mohon tunggu...
Wimpie Fernandez
Wimpie Fernandez Mohon Tunggu... Penulis - Tak harus kencang untuk berlari

Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memanusiakan Manusia Lewat Sentuhan Batik

25 Agustus 2020   23:44 Diperbarui: 25 Agustus 2020   23:44 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak difabel saat menjahit masker / Foto: Dok pribadi

Menurutnya, konsep batik dipilih karena sejatinya, ia sejak lama sangat mencintai batik. Baginya, batik merupakan warisan leluhur bangsa yang harus dipertahankan. Batik juga mencerminkan simbol bangsa Indonesia. Itulah mengapa, ia memilih batik yang kemudian diberi nama Wistara. Pemilihan nama Wistara sendiri diambil dari bahasa Jawa yang artinya sudah nampak atau terlihat.

Setelah menemukan konsep usaha yang hendak dipasarkan dan menemukan target pasar, Aryo yang memang berkeinginan melibatkan anak-anak disabilitas, bekerjasama dengan Dinas Sosial (Dinsos) Pemkot Surabaya. Skemanya, Dinsos memberikan data, siapa saja anak-anak difabel yang memiliki potensi di bidang kesenian batik maupun lukis. Setelah dipilih, mereka dibekali pelatihan selama 3 bulan. Selanjutnya, mereka siap diperkerjakan.

Selayaknya karyawan pada umumnya, mereka bekerja mulai pukul 08.00 pagi hingga 16.00 sore. Pukul 12.00 -- 13.00 istirahat. Mereka diberi gaji per bulan, tempat tinggal dan makan ditempat. Saat ini, jumah karyawan Batik Wistara sebanyak 12 orang. Bahkan sebelum pandemi, jumlah karyawan mencapai 18 orang. Karyawan yang bekerja merupakan usia produktif (13 -- 35 tahun).

Batik motif Corona karya anak-anak penyandang disabilitas / Foto: Dok Pribadi
Batik motif Corona karya anak-anak penyandang disabilitas / Foto: Dok Pribadi

Selain bekerja, mereka juga dibekali aktivitas lain seperti melukis dan membatik secara manual. Terbaru, mereka membatik motif Corona. Berbahan dasar, kain mori, lilin, pewarna, canting dan kompor, anak-anak tampak lihai saat membatik di atas kain. Aksi ini sempat viral dan mendapat perhatian dari beberapa media. Bahkan, di bulan kemerdekaan ini, mereka mengikuti lomba film pendek. Kegiatan-kegiatan semacam ini perlu dilakukan untuk mengasah skill sekaligus menunjukkan kepada masyarakat, bahwa anak-anak difabel hadir dan bermanfaat bagi orang lain.

Sepuluh tahun bekerja bersama dengan anak-anak penyandang disabilitas, Aryo merasa berhasil memberdayakan mereka. Terlepas dari jaringan yang banyak, jika kualitas produk tidak bermutu, maka produk batik tidak akan laku. Hal itu mampu dibuktikan ketika sentuhan jari jemari anak-anak disabilitas mampu menghasilkan karya terbaik bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

"Batik Wistara sudah dikenal tingkat nasional. Bahkan, beberapa teman di luar negeri turut memperkenalkan batik saya yang dikerjakan anak-anak difabel," ujar  pria alumni Institut Sepuluh November (ITS) itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun