Mohon tunggu...
Dominikus Waruwu
Dominikus Waruwu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya suka menghabiskan waktu luang dengan membaca buku, menonton film, berolahraga, menulis dan belajar musik. Saya ingin membuat hari-hari saya terisi dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat dan menyenangkan supaya hidup menjadi maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaknai Doa

18 April 2024   22:19 Diperbarui: 18 April 2024   22:25 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saudara-saudari terkasih, pada tahun pertama dan kedua di biara Skolastikat OSC, Bandung, saya mendapat kesempatan menjadi penanggung jawab liturgi dalam komunitas. 

Sebagai petugas liturgi, saya bersama teman-teman frater mempersiapkan setiap perayaan Ekaristi, termasuk menulis ulang permohonan umat yang meminta disertakan sebagai intensi Misa. Doa yang dihaturkan itu sangat beragam.

Setelah mendapat tugas menulis ulang doa-doa tersebut selama beberapa minggu, saya menemukan kecenderungan yang,  menurut saya, kurang tepat dari isi doa-doa permohonan mereka. 

Saya mendapat kesan bahwa tidak sedikit dari para pendoa yang ingin menanggalkan segala bebannya, menyerahkan  kepada Tuhan semua masalah dalam hidup.  Sadar atau tidak, ada kemauan menanggalkan salib kehidupan. Pendoa ini ingin menjadi orang baik, tetapi caranya, Tuhanlah yang mengubah hal-hal buruk dalam diri pendoa itu sendiri.

Saudara-saudari terkasih, dalam Injil hari ini (Mat 16:21-27), dikatakan bahwa setiap orang yang mau mengikuti Yesus harus menyangkal diri dan memikul salibnya terlebih dahulu. 

Dengan kata lain, seorang pengikut Kristus bukanlah orang-orang yang mau menanggalkan salib kehidupan. Justru sebaliknya. Kita bukan mencari kenyamanan di balik penderitaan Yesus di salib. Orang Katolik semestinya tidak mencari kenyamanan fisik dengan menghindari tanggung jawab dalam hidup.

Kita berkumpul di gereja untuk berdoa, bersyukur dan melestarikan dimensi persatuan kita sebagai Gereja. Kita berhimpun sebagai orang beriman yang dipimpin oleh Yesus sendiri. Apakah kita berani memikul salib supaya identitas kita sebagaimana Kristus setia hingga disalibkan di gunung Golgota?

Dalam permenungan saya, doa tidak dimaksudkan melepas salib dari punggung kita tetapi, tetapi teladan yang menginspirasi dan meyakinkan kita bahwa keberanian dan kesetiaan pada salib memenangkan kita. Meskipun sering menyakitkan, mengecewakan, menakutkan, salib juga hadiah. Hadiah dimana kita didewasakan. 

Mari bertanya, apa pelajaran yang saya ambil dari salib ini? Tuhan mau bicara apa pada saya? Dengan cara itu, kita menjadi lebih berani dan setia pada salib kita masing-masing.

Melalui permenungan singkat ini, saya mau mengajak kita untuk melihat kembali cara kita berdoa. Apakah kita menanggalkan salib atau memohon kekuatan supaya dimampukan, diberanikan memikul beban atau salib kehidupan. Saya percaya bahwa dengan cara itu, kita dituntun pada pilihan-pilihan yang benar ketika berhadapan dengan salib.

Semoga Tuhan memberkati kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun