Mohon tunggu...
Dominika Ine Deyu
Dominika Ine Deyu Mohon Tunggu... Guru - Pengajar pada SMK N 1 Loli

saya adalah seorang pengajar Pada Sekolah Kejuruan yaitu SMK N 1 Loli di kabupaten Sumba Barat- NTT. Saya sangat suka mepelajari hal-hal baru terutama hal-hal yang berhubungan dengan informasi dan teknologi. selain itu saya juga suka membaca buku-buku sastra, Novel dan juga saya senang bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Artikel Aksi Nyata Modul 1.4 Diseminasi Budaya Positif di Sekolah

5 November 2023   17:06 Diperbarui: 9 November 2023   16:38 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
CGP Angkatan 9 SMK N 1 Loli/Dok. Pribadi

ARTIKEL AKSI NYATA MODUL 1.4

DISEMINASI  BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

Oleh : Dominika Ine Deyu S.S, Gr.

Calon Guru Penggerak Angkatan 9  SMK Negeri 1 Loli Kabupaten Sumba Barat

 

Fenomena krisis karakter sangat mengkuatirkan. Hal ini dikarenakan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi memudahkan anak mengakses hal popular dari budaya luar tanpa dipilah dan dikaji apakah sudah sesuai dengan budaya kita atau tidak. Dan untuk hal tersebut maka sekolah sebagai tempat anak dibimbing dan dituntun pengetahuan dan lakunya perlu membuat pembiasaan dalam mendisiplinkan anak. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin positif. Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi pada murid kita untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Dengan memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia. Disiplin positif ini merupakan merupakan bentuk kontrol diri (Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen) yang mempunyai tujuan yang mulia yang mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang disebut dengan "nilai-nilai kebajikan" yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan. Pembiasaan nilai-nilai kebajikan ini yang nantinya menjadi keyakinan sekolah yang kemudian menjadi budaya positif di sekolah

Penerapan budaya positif ini tidak bisa dilaksanakan tanpa dukungan dari semua pihak yang ada di sekolah. Dengan menerapkan budaya positif ini diharapkan dapat mewujudkan visi sekolah dan membentuk karakter murid dalam mengejawantahkan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila.   

Sekolah yang idealnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi murid. Hal ini sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu pembelajaran di sekolah harus dapat membawa murid memperoleh kebahagiaan setinggi-tingginya melalui merdeka belajar. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan membangun budaya positif. Dalam membangun budaya positif ini peran seorang guru sangatlah penting, sebagai pendidik yang adalah pemimpin pembelajaran guru dituntut untuk bisa menuntun untuk membentuk laku peserta didik dengan menerapkan disiplin positif yang terus dibiasakan dilingkungan sekolah yang pada akhirnya akan menjadi Budaya positif. Dalam penerapan Budaya positif ini perlu memperhatikan 6 hal penting sebagai rambu-rambunya yaitu perubahan paradigma stimulus respon, konsep disiplin positif, keyakinan kelas, pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia, lima posisi control, dan segitiga restitusi.

Stimulus respon, Untuk menumbuhkembangkan budaya yang positif, sekolah berperan menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid dapat termotivasi secara intrinsik dalam berdisiplin sehingga mereka mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab dengan berpegang pada nilai-nilai kebajikan yang mereka Yakini.

Konsep disiplin positif, Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal yaitu disiplin yang berasal dalam diri sendiri. Seperti seorang ahli Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001  menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, 'disciplina', yang artinya 'belajar'. Kata 'discipline' juga berasal dari akar kata yang sama dengan 'disciple' atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan.

Keyakinan kelas. Keyakinan kelas berasal dari peraturan-peraturan yang bersifat 'abstrak' daripada peraturan pada umumnya, yang lebih rinci dan konkrit. Hal-hal penting dalam membuat Keyakinan kelas yaitu berupa pernyataan-pernyataan universal, Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif, Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas, Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan, Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas dengan berpendapat. dan bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Lima kebutuhan dasar manusia. yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power).  setiap perilaku/tindakan manusia memiliki tujuan tertentu, dengan segala daya Upaya terbaik kita untuk mendapatkan apa yang inginkan.

Untuk itu sebagai pendidik, kita guru harus paham bahwa. Jadi Ketika seorang murid melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sesungguhnya disebabkan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka Dengan memahami 5 kebutuhan dasar manusia ini sebagai pendidik kita harus bisa menuntun murid untuk masuk dalam "dunia berkualitas" mereka dengan memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki

Posisi control. Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr.
William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Dan sebagai seorang pendidik maka peran kontrol yang harus diambil adalah Manager dimana guru melakukan sesuatu bersama murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

Pada posisi manajer ini, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Di sini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana mencari solusi dan memperbaiki kesalahan yang ada atas dasar keyakinan yang telah disepakati Bersama dan dipercayai sebagai nilai-nilai kebajikan yang universal.

Segitiga restitusi Dalam melakukan restistusi pada murid guru dapat menerapkan Segitiga restitusi yang mengacu pada tiga tahapan proses restitusi yaitu Menstabilkan Identitas (Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan), Validasi Tindakan yang Salah (Semua perilaku memiliki alasan) Menanyakan Keyakinan (Kita semua memiliki motivasi internal). Dimana tujuannya adalah sebagai  proses menciptakan kondisi bagi peserta didik untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004 dalam LMS Guru Penggerak Modul 1.4 Budaya Positif. 2023].

Dalam mempelajari konsep konsep inti dalam Upaya menerapkan budaya positif ini saya sebagai guru mendapat pencerahan baru ternyata dengan memberikan reward atau penghargaan juga ternyata merupakan hukuman kepada siswa. Juga bahwa hukuman dan penghargaan juga tidak membangkitkan motivasi internal pada murid keduanya memiliki kesaaman bahwa murid melaksanakan dan mentaati aturan karena faktor eksternal anak takut akan konsekuensi dan hanya ingin mendapat hadiah atau penghargaan dari guru

Oleh karena itu maka seorang guru harus bertindak sebagai seorang manager dalam membangun kolaborasi Bersama murid dalam menciptakan budaya positif.

Membangun budaya positif ini dapat dilakukan dengan membuat keyakinan kelas/sekolah Bersama Murid yang diambil dari peraturan-peraturan sekolah yang telah ada dan diyakini ada nilai-nilai kebajikan dari peraturan tersebut yang dipercayai dapat memperbaiki laku dan karakter mereka menjadi lebih baik sesuai denga profil pelajar Pancasila.

Menyadari akan hal tersebut sebagai Calon Guru Penggerak yang telah melaksanakan pembelajaran Budaya positif maka saya mencoba mengejawantahkan ilmu yang telah saya dapatkan tersebut dengan melakukan Diseminasi Positif dengan Rekan-rekan guru di Lingkup SMK Negeri 1 loli dengan harapan bahwa lewat kegiatan ini dapat menambah pemahaman dari rekan pendidik dan tenaga kependidikan di linkungan sekolah tentang bagaimana menumbuhkembagkan dan mengimplementasikan  Budaya Positif di sekolah, khususnya dalam pembuatan keyakinan kelas dan restitusi. Sehingga dapat tercipta pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan serta berpihak pada murid. harapannya dari aksi yang saya lakukan ini tentunya perlu terus dilakukan agar terjadi pembiasaan yang pada akhirnya menjadi budaya yang positif sesuai dengan Hakekat

 Standar Pendidikan Nasional : "Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan. 

Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan. (LMS PGP, 2023)

 

SALAM DAN BAHAGIA

GURU BERGERAK, INDONESIA MAJU

DISEMINASI BUDAYA POSITIF DI SMK NEGERI 1 LOLI

 

 

DOKUMENTASI KEGIATAN MEMBUAT KEYAKINAN KELAS

 HASIL KESEPAKATAN KELAS DATANG KE SEKOLAH TEPAT WAKTU

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 MENJAGA KEBERSIHAN LINGKUNGAN SEKOLAH

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MELAKUKAN SEGITIGA RESTITUSI

  

 

 

 

HORMAT KEPADA GURU DAN ORANG TUA

  

 

BERDOA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBELAJARAN

  

 

 

 

 

 

 

 

 

MENGIKUTI PEMBELAJARAN DENGAN SEKSAMA

  

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun