Naomi berdiri di depan kelas. Kaki dan tangannya tak berhenti bergerak untuk mengatasi rasa gugupnya. Dua detik kemudian ia berusaha memandang keseluruh kelas. Dua puluh dua pasang mata didepannya memandang dan menunggunya bercerita. Pagi itu semua murid harus bercerita tentang sebuah cerita memalukan yang pernah mereka alami di depan kelas.“Naomi cannot.”kata seorang murid. Bu guru menempelkan jari telunjuknya ke bibir lalu tersenyum kepada Naomi.“Shhh…”beberapa murid lain menimpali.
——————–
Di sekolah, Naomi bukan murid yang pandai berbicara. Dia jarang bercakap-cakap dengan teman, mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan di kelas apalagi bercerita. Sejak kelas satu, tidak ada teman yang selalu bermain dengannya di sekolah dan ia tidak mempermasalahkan itu.
Di rumah pun, Naomi jarang berbicara. Papa jarang terlihat dirumah ketika Naomi masih terjaga. Mama lebih sering berbicara ketika memintanya mengerjakan tugas sekolah atau melakukan sesuatu hal. Kak Rachel selalu menghabiskan waktunya di kamar sepulang sekolah. Naomi besar dengan boneka-boneka dan keheningan di rumahnya yang luas. Pun ketika seluruh keluarga nonton acara televisi bersama-sama, semua lebih banyak diam dan memandang layar televisi.
——————–
Naomi masih berusaha mengatasi gerakan badannya. Lalu ia mulai bercerita,“Before, I go to mall with my mom and sister…. Then, I want to pee. My mom take me to toilet, I half run…… But when I open the door, I am surprised because it is man’s toilet.”Selesai bercerita, Naomi melihat bu guru dan berjalan cepat kembali ke kursinya. Seorang teman memulai bertepuk tangan, yang lain segera mengikuti. Seluruh kelas bertepuk tangan untuk cerita Naomi, demikian juga bu guru. Lalu terdengar sebuah teriakan dari arah belakang kelas, “Good job, Naomi!”dan bu guru menjawab sambil tersenyum,“Yes, it was a good story, Naomi.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H