Mohon tunggu...
Nurfahmi Budi Prasetyo
Nurfahmi Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis kalau lagi mood

Penguber kuliner, tertarik politik & penggila bola

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membangun Akal Sehat dan Obyektivitas ala Nadiem

4 Februari 2021   00:01 Diperbarui: 4 Februari 2021   00:40 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya bersama Mas Menteri (Mendkibud) Nadiem Makarim di sela Raker perdana Komisi X DPR RI bersama Mendikbud | dokpri

Saya cukup tertegun membaca sebuah artikel. Yang membahas mengenai Mendikbud Nadiem Makarim. Judulnya sangat fantastis. Itu yang membuat saya terhenyak. Ditambah lagi isi tulisannya --yang menurut saya-- berbelit dan tendensius. Makin membuat saya makin tertegun. Dari mulai konspirasi, membunuh, nalar kritis, akal sehat, dan macam-macam istilah disematkan dalam narasi artikelnya. Tentu saja menyinggung personal Nadiem Makarim.

Di sini bagi pembaca yang ingin lebih lengkap membaca artikelnya, saya cantumkan linknya: kajanglako.com.

Kenapa saya mencantumkan link artikel itu? Sebab saya akan "menggugat" isi artikelnya. Dalam arti menggugat secara teoritis, ilmiah dan faktual. Bukan ke ranah hukum. 

Tajamnya pena dilawan juga dengan pena. Dan saya akan memulainya! Sebagai profesional yang bekerja di lembaga negara (baca: DPR), saya cukup mengikuti perkembangan pemikiran dan kebijakan mantan Bos Gojek tersebut. Maklum, Nadiem bolak balik rapat dengan Komisi Pendidikan di DPR sebagai mitra kerjanya.

Mengawali "gugatan" saya ke isi artikel tadi, yakni menyoal tolak ukur si Penulis (yang bergelar Doktor) terlalu dangkal dan sederhana. Namun dipelintir terkesan ilmiah dan tajam. 

Si Penulis, hanya menyandarkan alasan kritiknya ke Nadiem Makarim yang dituding terlibat konspirasi kejahatan pendidikan dan berdampak membunuh rasionalitas (akal sehat) pada kasus plagiarisme karya ilmiah Rektor USU dan Unnes. Kiranya si Penulis ternyata tidak memahami informasi secara mendalam.

Sangat jelas bahwa keputusan Nadiem menetapkan Rektor USU terpilih nyatanya tidak terlibat skandal plagiarisme karya ilmiah itu berdasarkan pada hasil tinjauan dan penyelidikan oleh para akademisi dari UGM, Undip dan Unnes. 

Temuan dari para akademisi yang kredibel dan berkapasitas tersebut membuktikan kalau Rektor USU terpilih tidak melakukan plagiarisme. Lalu apalagi? Sebagai otoritatif di bidang pendidikan, Nadiem harus cepat memutuskan kebijakan yang mengacu sesuai rasionalitas dan fakta, bahwa Rektor USU terpilih tetap dapat dilantik. 

Mengenai dugaan plagiarisme Rektor Unnes? Nadiem juga sangat tegas mengatakan bila prosesnya sedang diselidik serta dikaji. Terus apa harus Nadiem memberikan keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pihak di Unnes tanpa mengacu pada fakta? Jika itu dilakukan Nadiem, maka ia akan membuat ketidakadilan. Untungnya Nadiem bukan sosok seperti itu.

Di sinilah menurut saya, si Penulis artikel yang bombastis tadi kontradiktif dengan argumentasinya sendiri. 

Ia menyasar Nadiem dengan tuduhan membunuh akal sehat alias tidak rasional, namun sesungguhnya si Penulis yang rasanya tidak mempunyai pikiran jernih dalam menilai suatu peristiwa sesuai validitas informasi. 

Hal inilah oleh Francis Bacon disebut sebagai kesalahan berpikir sebab cenderung memandang diri sendiri sebagai pusat dan menekankan pada pendapat diri sendiri saja yang terbatas. Si pengkritik Nadiem dalam artikelnya hanya beropini tentang keburukan Nadiem, tanpa mengkaji realita dan mekanismenya.

Bagi saya, juga begitu jenaka ketika si Penulis artikel juga mengambil satu sudut pandang saja untuk menyatakan bahwa Nadiem Makarim adalah sosok yang membuat akal sehat menjadi mati. 

Cuma kasus dugaan plagiarisme Rektor USU dan Unnes. Mengapa tidak menilik juga pada sisi lain yang telah dilakukan Nadiem? Yang pernah mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Di sinilah si Penulis tidak obyektif menganalisis sebagai seorang bergelar Doktor. 

Bagi saya, opini yang dilontarkan Penulis hanya subyektifnya tanpa teori akademik hasil dari fakta atau peristiwa. Ilmu pengetahuan dimiliki ternyata oleh sang Penulis artikel berubah jadi asumsi saja untuk menyerang seseorang, yang dalam hal ini Nadiem. 

Si Penulis tidak menelaah lebih dalam lagi. Penulis artikel mengabaikan teori Haraway kemukakan bahwa obyektivitas dan realisme agensi dalam produksi pengetahuan memiliki posisi sama pentingnya.

Sependek pengetahuan saya, era Nadiem sebagai Mendikbud lah nalar kritis kembali dibangun. Kebebasan berpikir, berkreasi, berinovasi, diberikan seluasnya dalam modul pendidikan nasional. 

Dialog dua arah antara tenaga pendidik dan peserta didik adalah konsep yang ditekankan Nadiem ketika baru dilantik. Pendidikan tak boleh kaku bagi Nadiem. Semua itu dikemas dalam program Merdeka Belajar. 

Dengan Merdeka Belajar, Nadiem tak ingin SDM Indonesia kelak hanya jadi robot. Produsen tenaga, namun bukan penghasil orang-orang yang terampil. 

Kiranya, pemahaman Merdeka Belajar dari Nadiem yang tidak dipahami maupun dicermati Penulis artikel. Sehingga jangkauan analisanya menjadi terbatas, di satu ruang saja. 

Konsep Merdeka Belajar inilah serupa dengan metode progresivisme pendidikan dicetuskan John Dewey yang menekankan adanya kemerdekaan dan keleluasaan lembaga pendidikan dalam mengekplorasi secara maksimal kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang secara alamiah memiliki kemampuan dan potensi yang beragam. 

Sayangnya si Penulis artikel belum mampu memerdekakan dirinya sendiri dari subyektivitas berpikir. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun