Mohon tunggu...
Nurfahmi Budi Prasetyo
Nurfahmi Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis kalau lagi mood

Penguber kuliner, tertarik politik & penggila bola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mangan Ora Mangan Asal Kumpul: Rakyat Bicara Ngobrolin Indonesia

15 Februari 2016   14:47 Diperbarui: 15 Februari 2016   14:58 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dimas Oky Nugroho di Rakyat Bicara, Jogja - foto: ARSC"]Mangan ora mangan asal kumpul. Slogan dari Jawa itu begitu adiluhung (luhur) dan mengandung nilai filosofi yang sangat mendalam. Konon katanya banyak yang salah menafsirkan istilah tersebut. Ada yang mengartikan, mangan ora mangan asal kumpul adalah lebih memilih (tinggal) bersama sanak keluarga meski sengsara (ibaratnya kadang tak bisa makan), daripada terpisah/berjauhan sebaik apapun kondisinya.

Secara imajinatif, slogan "mangan ora mangan asal kumpul" berawal dari sebuah peristiwa berlatar belakang historis pedesaan zaman dulu, dimana seorang kepala desa mengajak warganya bermusyawarah; rapat atau rembug desa istilahnya. Dan di masa itu, warga sering menyebut acara rapat itu sebagai "kumpulan". Jadi, sudah umum saat itu jika seorang anak mengatakan bahwa "Bapak sedang kumpulan di balai desa" atau "Ibu ikut kumpulan PKK di kelurahan". Artinya, slogan "mangan ora mangan asal kumpul" itu maksud sebenarnya adalah "ikutlah bermusyawarah meski tidak disuguhi makanan".

Kekinian, istilah itu pas digunakan untuk gotong royong membangun Republik. Di era demokrasi liberal, sistem politik kita melahirkan penganut paham wani piro (politik uang) yang semakin menggerus pribadi tepo seliro, ikhlas, dan sukarela menjadi watak pragmatis.

Salah satu budaya lokal kita yang masih memegang adat ketimuran adalah ketika orang hendak mulai makan  pasti menawari atau pamitan orang-orang di sebelahnya. “Mari makan, Pak, Bu, mbak mas.” ini adalah sebagai ungkapan solidaritas antar sesama dan hal ini tidak akan ditemui di negara lain.

Dua contoh kebiasaan orang kita yang penulis uraikan di atas sepertinya pas menggambarkan kegiatan “Rakyat Bicara” yang diinisiasi Mas Dimas Oky Nugroho. Setahu saya, Mas Dimas adalah pengamat politik nasional yang pada Pilkada 2015 lalu nyalon Walikota Depok, namun keberuntungan belum berpihak padanya.

Kembali ke program 'Rakyat Bicara Ngobrolindonesia'. Dijelaskan Mas Dimas, ia merupakan program yang digagas oleh Akar Rumput Strategic Consulting untuk mendengarkan suara rakyat. Saya yang turut hadir dalam acara di Yogyakarta itu mengapresiasi upaya Mas Dimas bersama kawan-kawan yang tergabung dalam Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan. Mereka adalah kelompok menengah yang tulus mengabdi untuk bangsa. Menggerakkan simpul-simpul kaum muda, kelompok marjinal, proletar, komunitas kreatif, yang selama ini bingung ingin ‘curhat’ dengan siapa terkait permasalahan mereka. Saya berkesimpulan setelah menghadiri #RakyatBicara #NgobrolinIndonesia ini, rakyat terkesan tersumbat aspirasinya karena masih begitu kompleksnya birokrasi di pemerintah daerah maupun pusat.

Karena itu, kehadiran civil society seperti SIPerubahan dan ARSC itulah yang menurut saya bisa turut andil membangun peradaban Republik yang kita cintai ini.

Tujuan kegiatan ini sangat positif. Mas Dimas dengan ARSC dan SIPerubahan-nya ingin banyak menyerap berbagai kegelisahan masyarakat, lalu menyampaikan sedikit solusi, karena beberapa aktivis SIPerubahan adalah akademisi dan tokoh muda kreatif yang sukses dengan bisnisnya. Dan yang terpenting adalah, keluhan, gundah gulana yang ada dalam forum tersebut akan disebarluaskan secara viral di sosial media, agar penguasa melihat dan mendengarnya.

Kebetulan acara itu berlangsung beberapa hari setelah teror Bom Sarinah, Jakarta, pada 14 Januari 2016, jadi isu yang diobrolin salah satunya adalah kekhawatiran berkembangnya paham radikalisme. Seorang peserta lain ada juga yang mengeluhkan sulitnya entrepreneur muda dalam mengakses modal.

"Apa yang kami dapatkan dari acara ini akan kami sampaikan ke pemerintah maupun ke masyarakat lainnya melalui media sosial. Artinya dari suara rakyat ini ada hal-hal yang belum terselesaikan. Tidak selalu soal ketidakpuasan, di Yogya kami juga mendapatkan suara-suara kepuasan dari masyarakat yang puas dengan program BPJS Kesehatan," jelas Dimas Oky. Setelah Yogyakarta, 'Rakyat Bicara' akan melakukan roadshow ke Makassar dan berbagai daerah lain di Indonesia. 

Terakhir, saya jadi teringat era Presiden Soeharto yang terkenal dengan Kelompencapir, yang merupakan singkatan dari Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa. Kelompencapir adalah kegiatan pertemuan untuk petani dan nelayan di Indonesia yang dicetuskan pada masa Orde Baru. Kegiatan ini mengikutkan petani-petani berprestasi dari berbagai daerah. Mereka diadu kepintaran dan pengetahuannya seputar pertanian, antara lain soal cara bertanam yang baik dan pengetahuan tentang pupuk dengan model mirip cerdas cermat. Program ini ikut andil kala Indonesia mencapai swasembada pangan dan mendapatkan penghargaan dari FAO pada tahun 1984.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun