Lebih lanjut Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Lampung II itu berharap sebagai sebuah bangsa, kita tidak hanya memikirkan penerimaab negara saja tapi juga mempertimbangkan uang yang diterima itu berasal dari mana? Tidak dengan “menghalalkan segala cara”.
“Ini merupakan suatu preseden di kemudian hari. Oleh karena itu sebelum terlalu jauh bicara mengenai tax amnesty, agar dipahami dulu apa yang terkandung dalam RUU itu,” imbuhnya.
Dan kalau ini yang terjadi, sambung Henry, maka kalau melihat dari sisi penegakan hukum, akan jauh lebih baik penegakan hukum dilakukan toh dalam penegakan hukum uang dari kejahatan itu dirampas untuk negara.
“Kalau ini tidak, uangnya tetap kepada yang bersangkutan, kita (negara) hanya dapat tebusan dan dia lepas dari tuntutan pidana. Artinya ini juga akan melukai rasa keadilan masyarakat. Mohon maaf kalau saya berbeda pendapat dengan yang lain, karena perbedaan pendapat sesama umatku, kata Rasulullah, adalah Rahmat,” tandas Henry.
Menanggapi itu, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito menyebut RUU Pengampunan Pajak awalnya adalah usulan yang diajukan dari Komisi 11 DPR RI. Sementara usulan dari Kementerian Keuangan menurut DPR saat itu dinilai kurang menarik, dan baru kemudian diajukan kembali oleh DPR menurut versinya. Wewenang itu ada di DPR karena memang inisiatif dari Dewan.
“RUU Pengampunan Pajak awalnya yang kami buat dulu khusus Tax Amnesty dimana kita arahkan ke luar negeri. Dulu kebijakan itu sengaja untuk dana WNI di luar negeri dengan alasan sulit terjangkau. Pengampunan pajak menjadi salah satu cara yang dinilai efektif untuk mengamankan target penerimaan pajak Rp1.295 triliun,” ungkapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H