Mohon tunggu...
Nurfahmi Budi Prasetyo
Nurfahmi Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis kalau lagi mood

Penguber kuliner, tertarik politik & penggila bola

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

ARB-Jokowi Ibarat Ronaldo vs Messi

8 Januari 2014   17:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 tinggal menghitung bulan. Ada satu nama yang patut diperhitungkan jika head to head dengan Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang sedang melejit namanya sebagai capres terpopuler. Ia adalah Aburizal Bakrie (ARB). Kok bisa?

Ya, dua nama ini menarik dicermati. Jika saya boleh menganalogikan pertarungan Aburizal Bakrie (ARB) dan Joko Widodo bak pertarungan Lionel Messi dengan Cristiano Ronaldo. Kedua tokoh tersebut (ARB-Jokowi) saya paksakan mirip dua ‘dewa’ sepakbola dunia yang kebetulan kedua klub mereka berasal juga merupakan musuh bebuyutan: Real Madrid dan Barcelona.

***

Ronaldo-Madrid= ARB-Golkar

ARB sebagai Ketum salah satu partai terbesar di Indonesia—Golkar—perjalanannya mirip dengan Real Madrid sebagai klub dengan segudang prestasi. Golkar adalah jawara Pilkada di Indonesia. Ia juga partai berpengalaman di Orde Baru, yang pernah berkuasa selama 32 tahun. Madrid pun demikian. Klub dengan julukan Los Galacticos itu selalu dihuni pemain-pemain kelas dunia.

Golkar memiliki kader-kader mumpuni. Selain sudah matang, kader Partai Beringin ini adalah langganan pemerintahan baik daerah maupun pusat. Kondisi Golkar dan Real Madrid hampir mirip. Keduanya mempunyai amunisi yang dahsyat. Sayangnya, saat ini mereka masih di bawah bayang-bayang PDIP dan Barcelona.

***

Messi-Barcelona= Jokowi-PDIP

Jokowi adalah Messi. Kemahiran Messi mengolah si kulit bundar sama hal-nya dengan kelihaian Jokowi merebut hati masyarakat Indonesia dengan gaya ‘Tukulisme’ politiknya, (baca: menjelek-jelekkan diri sendiri). Messi juga pesepakbola yang low profile. Ia tak seangkuh Cristiano Ronaldo.

Messi meraih seabrek gelar baik bersama Barca maupun gelar pribadi. Berbeda dengan Ronaldo dan ARB yang terlahir sebagai tim juara. Golkar dan Madrid adalah partai dan tim besar serta berpengalaman. ARB kurang apa lagi? Kaya, ketum parpol, dan dua periode belakangan berada di lingkaran kekuasaan (king maker). Tapi mengapa ia begitu sulit untuk mendongkrak elektabilitasnya?

Di satu sisi, Barcelona mirip dengan PDIP. Saat ini dalam berbagai survei PDIP kerap ditempatkan sebagai pemenang pemilu. Ia Bersaing ketat dengan Golkar. Begitu pun Barca-Madrid. Di setiap bursa taruhan, kedua klub itu selalu diunggulkan.

***

Insoliditas Golkar

Modal sebagai partai besar dengan infrastruktur yang kokoh hingga di tingkat Kecamatan di seluruh Indonesia seharusnya bisa memuluskan Golkar menjadi juara Pemilu 2014. Menang di Pemilihan Legislatif bisa saja diraih Golkar, namun untuk menang di Pilpres masih banyak yang meragukannya.

Dalam dua suksesi Pilpres terakhir, 2004 dan 2009, Golkar terpecah. Entah memang settingan atau alamiah. Saat 2004 Golkar mengusung Wiranto-Gus Sholah. Namun waktu itu dukungan elit partai terpecah. Ada yang mendukung Wiranto, ada juga yang berbelok menyokong SBY-JK. JK yang notabene kader Golkar memilih berpasangan dengan SBY yang akhirnya keluar sebagai pemenang. Di 2009, Golkar mengusung JK-Wiranto. Namun bukan rahasia umum jika ada kubu di tingkat elit Golkar yang malah mendukung SBY-Boediono. Dan akhirnya calon dari Golkar kalah, sejurus kemudian: Golkar berkoalisi dengan pemerintah.

Insoliditas di dua Pilpres tersebutlah menjadi pekerjaan rumah terbesar Golkar di Pilpres 2014 ini. Hal itu persis dengan kondisi Real Madrid dengan segudang pemain bintangnya. Seringkali konflik internal disebabkan ego masing-masing pemain yang merasa pemain besar. Alhasil, permainan mereka sangat individual bukan bermain sebagai tim yang solid.

***

Soliditas PDIP

Beda halnya dengan Barca yang sangat solid. Dari kaki ke kaki, dengan gaya tiki-taka mereka begitu super. Tak tertandingi. Gelar demi gelar mereka raih dengan modal soliditas tim. Tak ada ego. Tak ada yang merasa besar. Itu cerminan PDIP yang juga sangat solid di setiap ajang Pemilihan Kepala Daerah. Mesin PDIP begitu kuat. Friksi tentu ada, namun di bawah komando Megawati, PDIP solid satu suara.

Hanya saja kejayaan itu tak ada yang abadi. Riak-riak kecil seperti cedera pemain misalnya kerap mengganggu stabilitas Barcelona. Demikian dengan PDIP, dinamika dan perbedaan pendapat antara menginginkan Jokowi presiden atau Megawati yang lebih berhak sebagai pewaris trah Soekarno.

Selain itu isu-isu korupsi yang memunculkan kader PDIP bisa saja muncul jelang pemilu. Hal itu sudah terjadi pada Demokrat, PKS, dan Golkar yang tersandung karena ulah kadernya. Mereka partai-partai politik seperti tersandera dengan kasus hukum kadernya yang bisa menyunat dukungan di pemilu nanti.

***

ARB Pelan tapi Pasti

Merujuk ke Survey Litbang Kompas yang menempatkan ARB sebagai capres yang ‘pelan tapi pasti’ selalu merangkak naik elektabilitasnya, bukan tidak mungkin jika elit Golkar solid, dan hasil Pileg memuaskan, ARB pantas ditempatkan sebagai lawan serius Jokowi jika memang dicalonkan PDIP. Namun pertandingan menjadi lebih sengit jika ARB bertemu Megawati di Pilpres, bukan dengan Jokowi yang dianggap belum cukup jam terbangnya.

Diketahui, jika Yusril Ihza Mahendra gagal menggolkan Judicial Review Undang-Undang Pilpres, dimana syarat ambang batas Presidential Threshold 20 persen dicabut, bukan tidak mungkin pertarungan Pilpres 2014 kemungkinan besar hanya bisa diikuti dua-tiga nama capres dari tiga partai besar yang berhasil memperoleh 20 persen suara di DPR atau berkoalisi dengan partai-partai kecil.

Tentu dengan analisa saya diatas masih terlalu dini, mengingat pemilihan legislatif belum dimulai. Menjadi tanda Tanya besar mengapa saya hanya mengaitkan ARB dan Jokowi? Dimana Prabowo yang juga patut diperhitungkan mengingat elektabilitasnya kerap membayang-bayangi Jokowi, meskipun dalam survey Litbang Kompas hari ini (8/1/2014): popularitas Prabowo menurun dari 17,7 menjadi 11,1 persen.

Prabowo jika boleh saya kaitkan dengan pemain bola ia adalah Zlatan Ibrahimovic. Karir cemerlangnya selama di militer mirip dengan Ibra (sapaan Ibrahimovic) yang selalu kinclong ketika membela klub apa saja. Ya, minimal gelar top skor liga atau mengantar juara. Ketika di Ajax, Juventus, Milan, Inter, Barcelona, atau PSG, Ibra selalu meraih juara. Tapi kecemerlangan Ibra di klub tidak berbanding lurus ketika ia membela timnas Swedia.

Begitu pun Prabowo, boleh saja ia moncer ketika di militer, lalu membawa Gerindra menjadi partai yang baru seumur jagung sudah menjadi partai papan tengah saat ini. Namun apakah bisa popularitas dan kecemerlangan karirnya itu menghantarkan ia menjadi Presiden RI ke 7 menggantikan teman sejawatnya, SBY, ketika di Akademi Militer, Magelang? Hanya waktu dan sejauh mana usaha keras dirinya mendongkrak popularitas yang akan menjawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun