Mohon tunggu...
Doly Fillamenta
Doly Fillamenta Mohon Tunggu... Musisi - sediakanlah waktu untuk bersenang-senang

saya adalah seorang penulis, peneliti, komposer, arranger, violinist, saxophonist dan flutist

Selanjutnya

Tutup

Music

Ketika Fenomena "Klaim Hak Cipta" Mengetuk "Kreativitas"

25 Januari 2021   10:10 Diperbarui: 25 Januari 2021   21:21 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"ting" suara pemberitahuan surat elektronik berbunyi dari gawai ukuran 5 inci milik emen. Kemudian kugeser layarnya untuk membuka kunci layar utama agar supaya dapat membaca isin pesan yang tersirat di surat elektronik dari gawai miliknya. 

Dengan seksama emen mulai membaca isi pesannya "bapak/ibu yth video anda yang berjudul anu terindikasi dimiliki hak cipta oleh anu..", kurang lebih seperti itulah isinya pesan di surat elektronik yang ditujukan kepadanya.

Emen adalah laki-laki paruh baya usia 26 tahun yang berprofesi sebagai pembuat konten dari video untuk sebuah media digital. Kesehariannya di isi dengan merekam video berupa cover lagu sampai tutorial. 

Yah...ini adalah surat elektronik yang sekian kalinya diterima oleh emen, kenapa tidak karena setiap kali emen melantunkan sebuah lagu (yang pasti milik orang lain) dengan gubahan dari hasil kreatifitasnya dengan suara merdunya yang membuat nyamuk berhenti terbang dan cicak berhenti merayap.

"waahh kalo begini terus bagaimana aku bisa mengasah ketrampilanku dalam bernyanyi dan menggubah lagu nih..." demikianlah gumam emen setiap kali dia menerima pesan surat elektronik dari gawai berukuran 5 incinya. Tapi emen terus berkarya dan berkarya dengan tulus, walaupun hasil unggahannya di media digital itu tetap mendapatkan penghasilan buat makan sehari-harinya.

Fenomena Emen diatas saya pikir sudah menjadi sesuatu yang tidak aneh lagi teman-teman, karena semenjak pandemi merebak di dunia seketika juga melahirkan banyak "yutuber" dari kelas ini sampai kelas anu. Kalau kita lihat apa yang terjadi pada emen sebenarnya tidak bisa menyalahkan sebelah pihak, dikarenakan proses penciptaan sebuah karya asli membutuhkan "skill" tersendiri dan termasuklah apa yang dinamakan kreatifitas. 

Di sisi lain para peng"cover" lagu asli tersebut juga dalam proses aransemennya juga membutuhkan apa yang dinamakan "skill" dan kreatifitas. Lantaasss apa yang harus dilakukan?, apakah berhenti untuk berkarya (pengcover) atau tetap berkarya (pengcover) dengan segala resiko yang harus diambil?

Mari kita sedikit renungkan bersama (secara sukarela lo ya...heheheh).....

Terimakasih sudah menyediakan waktunya untuk membaca tulisan ini,....Rahayu 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun