Mohon tunggu...
Linda Siti Komah
Linda Siti Komah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Setiap rangkaian huruf-huruf yang tertuang dalam tulisanku, semuanya atas kehendak-Nya dan curahan Cinta-Nya. Saya nanti kedatangan kunjungan anda di http://dolphin-nda.blogspot.de/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hadirmu ubah duniaku

28 April 2012   14:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:00 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak bangun tadi, aku rasakan hari ini begitu malas melakukan kegiatan. Saat aku buka jendela hanya awan kelam dan guyuran hujan yang ku lihat. Tak aku rasakan hangatnya mentari, bunga-bunga di halaman rumah pun tak aku lihat lagi keindahannya. Semuanya bagiku hampa dan tanpa arti. Semenjak kejadian seminggu yang lalu saat aku harus kehilangan sahabat sejatiku, sahabat sejak aku masih kecil, dia yang slalu setia mendengar keluh kesahku, tak pernah marah padaku dan slalu mengerti aku. Sejak kecelakaan kemarin di tempat aku bekerja, jari-jari tangan kananku hancur karena mesin pemotong kertas. Aku tak berani lagi menulis. Setiap halaman di buku diaryku slalu menanti cerita-ceritaku tapi saat aku coba untuk menulis dengan kanan kiriku. Hanya tangis yang pecah, aku takut melihat tulisanku sendiri. Aku malu pada diaryku dan pada akhirnya aku putuskan untuk kehilangan sahabatku yaitu buku diaryku. Aku hilangkan hobyku untuk slalu menceritakan setiap semua kejadian yang terjadi di hari-hariku. Kadang mereka bertanya cinta padaku, aku sendiri tak tahu seperti apa cinta, bentuknya, rasanya.  Mungkin tak ada lagi satu pria pun yang ingin mengenalku. Jangankan mendekatiku, melihatku pun pasti hanya rasa jijik atau iba dengan keadaanku. Aku tak ingin dikasihani selama aku masih bisa melakukan segala hal sendiri. Kehidupanku semakin tertutup. Aku jarang sekali berbicara, aku lebih suka menyendiri dengan buku-bukuku. Aku tak mengenal apa itu Facebook, Twiter ataupun BBM.  Aku sadari aku tak lagi remaja melihat umurku yang kini beranjak menuju tahun ke 25. Ah, tapi siapa yang mau dengan gadis cacat dan pendiam sepertiku. Sekarang aku membuka toko kecil-kecilan di rumahku dengan modal dari uang tabunganku yang tersisa, aku memang tinggal hanya dengan ibuku saja, ayahku telah lama meninggalkan kami. Dia menikah dengan wanita kaya, mungkin dia bosan hidup sederhana bersama kami. Tapi aku masih bersyukur, ibuku slalu setia menemaniku. Ibuku kini telah berusia 42 tahun. Tapi beliau adalah ibu terhebat sedunia bagiku. Beliau masih giat bekerja di pabrik tahu di Desa kami dan tidak jarang ibu menerima pesanan untuk menjahitkan baju. Ah kalau aku melihat perjuangannya, hanya satu yang ingin aku lakukan dalam hidupku yaitu melihat dia slalu bahagia. Ibu, aku akan slalu membuatmu terseyum, walau aku sendiri telah lupa bagaimana rasa bahagia dan bagaimana cara tertawa, untuk terseyum saja aku sulit, aku jarang sekali tersenyum, tapi kau slalu setia disini bersamaku. "Cinta, ayo sini sarapannya telah siap. Kamu sudah bangun kan sayang?" "Yah Bu sebentar, Cinta mau cuci muka dulu." Terkadang aku aneh, ibu memberi aku nama Cinta Suci Ayu. Tapi aku sendiri tak tahu dan mengerti apa itu cinta. Seumur hidupku aku belum pernah rasakan cinta, hanya sayang dan perhatian dari ibuku. Ataukah itu pun bisa dinamakan cinta? Entahlah aku tak tahu. Ibu slalu mengatakan, suatu hari saat ibu tak mampu lagi temani hidupku, maka akan ada seseorang yang menggantikan tugas ibu menemani hari-hariku. Ah ibu, jangan buat air mataku menetes karena takut kehilanganmu. Aku sangat menyayangimu, bagiku Allah dan dirimu yang temaniku itu telah cukup dari pada aku harus memiliki teman. Memang saat aku masih sekolah, aku terkenal pendiam dan tertutup tapi nilaiku memuaskan. Aku tak suka jika harus ikut lomba cerdas cermat atau olympiade. Bagiku dengan prestasi saat ini telah cukup membanggakan ibu. Ibu sangat mengerti batinku yang terlalu hampa. Ibu tak pernah memaksaku untuk begini, seperti ini atau seperti itu. Ibu slalu sabar menerima keadaanku, memang ibu adalah malaikat tak bersayap dalam hidupku. Selesai mencuci muka dan gosok gigi, aku segera keluar dari kamarku. Ibu telah menunggu di meja makan. Aku lihat telah disiapkannya nasi goreng, segelas susu dan krupuk. ah lezatnya. Aku pun tak sabar ingin cepat melahapnya. Ibu langsung menegurku. "Cinta, sebelum makan berdoa dulu!" "Oh yah bu, maaf cinta lupa. habis masakan ibu itu slalu menggiur selera makanku, pasti sedap, yah sudah. Ibu yang memimpin doa yah bu." Setelah berdoa, aku pun langsung melahap makanan yang telah tersedia didepan mataku. Memang sangat nikmatnya makan bersama ibu dan masakan ibu slalu no 1. Aku tak bisa bayangkan jika Allah memanggilnya. "Allah jangan panggil dia saat aku belum mendapatkan seseorang yang akan menjagaku, seperti ibu yang slalu setia menjagaku." "Cinta, hari ini apa yang akan kamu lakukan?" "Seperti biasanya bu, hanya menjaga warung dan membaca buku." "Oh yah sudah, ibu mau ke rumah tante imah dan nanti langsung berangkat kerja. Oh yah kita kan masih punya dua kamar kosong, bagaimana kalau di kost kan saja?" "Terserah ibu saja." "Yah sudah nanti ibu tanyakan ke ibu imah, kalau kali ada mahasiswa yang mau kost disini, kan rumah ibu imah berdekatan dengan fakultas elektronik. Yah sudah ibu berangkat dulu." *** Setelah 1 minggu akhirnya ada dua pria yang mau kost di rumah kami. Pria yang tinggi itu bernama Candra dan yang satunya agak kecil tapi banyak wanita mengatakan dia cute itu, itu bernama Bima. Saat mereka baru datang aku tak berani bertemu mereka, aku slalu menghindar. Bima yang memang cuek, dan slalu cool itu pun kata cewek-cewek yang suka sama dia. Tapi menurutku Bima biasa saja. Kalau Candra memang dia bawaanya tenang dan dia juga hoby membaca buku. Tapi menurutku selama mereka disini, mereka baik ko dan ramah. Tapi entahlah penilaian mereka terhadapku. Saat aku sedang duduk di depan toko dan asyik dengan buku yang sedang aku baca. Tiba-tiba duduk seorang pria di sampingku. Dia Candra. Dia pun membuka pembicaraan. "Kamu suka baca buku juga yah?" Aku hanya mengangguk pelan, tanpa memalingkan wajahku. "Kamu sedang baca buku apa?" Dan lagi-lagi aku masih terdiam, hanya aku sodorkan bukunya. Aku yakin dia bisa membaca judul buku yang tertera di smpul buku itu. Setelah itu aku kembali membaca buku itu. "Kisah buku itu indah ya?" Aku masih saja terdiam. "Aku tak tahu, mengapa kamu slalu menghindar dari kami. Terus mengapa kamu slalu terdiam? Apakah ada yang salah denganku atau Bima?" Aku langsung beranjak pergi masuk toko. Aku tinggalkan Candra sendiri di bangku depan tokoku. Aku lihat Candra hanya tertegun, terdiam. Ah sudahlah, aku memang sebaiknya tak berhubungan dengan dia. Aku kembali melanjutkan membaca bukuku. Tak terasa hari mulai gelap, aku ambil wudhu, dan aku kembali menangis di pangkuan-Nya. Ya Allah, maafkan aku yang ternyata tak bisa membohongi hatiku, bahwa ada rasa yang berbeda saat tadi dia duduk disampingku. Aku rasakan denyut jantungku begitu kencang. Aku tak tahu apa ini. Aku hanya menjauhi dia. Aku tak ingin dia tahu apa yang terjadi padaku. Allah, tolong lindungiku slalu. Dengan sayang dan karunia-Mu dalam hidupku, bagiku telah cukup. Esok harinya, aku rasakan berbeda, ibu telah pergi duluan ke pabrik, katanya ada yang harus ibu kerjakan, tapi tetap saja sarapan telah tersedia diatas meja. Ini hari ulang tahunku yang ke-25, tidak ada bedanya dengan hari-hari biasanya. Semuanya sama saja, dan aktifitasku pun tetap sama. Tapi saat aku akan membuka pintu Toko. Aku lihat ada coklat yang terikat pita biru tertera secarik kertas bertuliskan nama Bima dan sebuah buku novel berjudul La Tahzan for Smart Muslim dan terselip sebuah kartu ucapan bergambar wanita berjilbab biru, di situ tertuliskan. Janganlah menyendiri dalam duniamu, ijinkan orang lain memasuki duniamu. Tersenyumlah, seperti mentari yang slalu setia berikan kehangatan di dunia ini. By : Candra. Aku hanya tersenyum kecil. Memang Candra itu bawaanya tenang. Tapi aku tak berani menjalin pertemanan dengannya. Menurut ibu aku wanita yang cantik, lembut, baik hanya saja tertutup. Tapi itu bukankah wajar, semua ibu akan mengatakan hal yang sama, lagian siapa juga atau lelaki mana yang mau dengan wanita cacat sepertiku. Sudahlah Cinta, jangan bermimpi atau berangan untuk merasakan cinta. Setelah shalat Dzuhur aku kembali duduk di bangku depan Toko. Memang disana adalah tempat favoritku, di bawah pohon mangga yang melindungiku dari sinar mentari yang menyangat. Tak lupa aku telah membuat segelas jus mangga, kali-kali aku haus. Aku mencoba mengawali membaca buku dari Candra. Isinya yang ringan tapi mendalam, menjelaskan juga arti cinta, tapi tetap saja. Aku tak mengerti apa itu cinta, seperti apa itu cinta.  Lagi-lagi candra tiba-tiba duduk disampingku, dia juga membawa bukunya. Aku tak tahu apa judul bukunya. Kami duduk disana hampir 30 menit, tapi hanya kebisuan yang ada, karena kami berdua memang sedang asyik dengan bacaan yang ada di depan mata, itu pikirku. Sampai akhirnya datang pembeli dan aku beranjak ke Toko. Hanya 3 kata yang terucap dari mulutku. "Terima kasih bukunya." Aku menuju Toko tanpa sedikitpun meninggalkan senyum. Apakah aku terlalu pada Candra? Ah tidak, inilah diriku. Setelah selesai melayani pembeli, aku pun tetap berdiam di Toko. Sempat aku lihat dia yang masih duduk di bangku sana. Rasa apa ini? Aku malu setiap dia disampingku. Sudah cinta, cukup kamu tak boleh biarkan rasa bodoh ini menghantui hatimu. Ingat kau tak lebih dari gadis cacat. Kembali aku terdiam dan hanya ada bulir-bulir bening yang keluar dari mataku. Aku tak berhak dan tak akan pernah berhak untuk merasakan hal bodoh ini pada seorang pria seperti candra. *** Tak terasa hampir 1 tahun Candra di sini, dan Bima, tak sekalipun aku pernah menjalin komunikasi dengannya, aku tak berani.  Sore itu saat aku duduk di bangku sambil membaca buku novel berjudul Ayat-Ayat Cinta. Aku mulai sedikit memiliki gambaran apa itu cinta. Tapi tetap saja, mungkin cinta tak berpihak pada hidupku. Itulah pemikiranku, dan lagi-lagi Candra tiba-tiba datang dan duduk di sampingku. Dia letakkan sebuah surat beramplop biru di pangkuanku, tapi aku masih tetap terdiam. Hening yang aku rasa, 15 menit tanpa suara. Kehadiran Candra menghamburkan konsentrasiku dalam membaca. Dia memulai bicara dengan suara berat. "Besok aku harus kembali ke Jakarta. Aku akan menunggu bus jam 5 sore, mungkin aku takkan kembali lagi ke Bandung, aku akan bekerja disana, di Perusahaan ayahku." Aku masih saja terdiam, tak bergeming, angin sore membelai rambutku yang aku biarkan panjang terurai. Candra beranjak pergi meninggalkanku, mungkin dia pergi menuju kamarnya untuk membereskan barang-barangnya. Saat aku yakin dia telah pergi, aku pun mencoba membuka amplop biru itu, dengan detak jantung yang terus berdengup kencang dan peluh yang mengalir. Assalamualaikum Cinta suci ayu. Nama yang sangat indah. Nama yang menggetarkan hatiku saat pertama kali aku melihatmu. Aku tak mengerti siapa kamu, kita hidup di satu atap di satu dunia, tapi aku tahu kau memiliki duniamu sendiri. Selama aku disini belum pernah sekalipun aku melihatmu tersenyum, hanya sekali aku mendengar suaramu yaitu ketika kau mengucapkan terima kasih atas buku yang aku berikan di hari ulang tahunmu. Aku ingat betul kau pergi beranjak saat pembeli datang dengan meninggalkan 3 kata "Terima kasih bukunya" Suara merdumu benar-benar menggetarkan duniaku, rambutmu yang slalu kau biarkan terurai panjang indah, matamu yang membawa keteduhan. Setiap aku duduk di sampingmu walau hanya hening yang aku rasakan tapi aku rasakan kedamaian. Jangan, aku ingin memasuki duniamu, jangan biarkan dirimu sendiri dalam kebisuanmu, kesendirianmu. Aku ingin melihat senyummu merekah, aku yakin senyummu melebihi hangatnya mentari, melebihi indahnya bunga-bunga yang slalu kau rawat di halaman rumahmu. Aku sedikitpun tak ragu akan rasa di hatiku. Aku sayang kamu, Cinta. Bisumu dan diammu saat aku duduk disampingmu damaikanku. Ijinkan aku menjagamu selamanya. Cinta Suci Ayu, aku ingin meminangmu, tapi aku takut kau tak menyukaiku. Aku tak berani mengatakan ini langsung padamu. Aku takut kau malah membenciku. Kau tahu aku akan kembali ke Jakarta besok sore. Aku berharap kau datang ke terminal untuk memberikan jawaban padaku, pada hatiku. Wassalam Hati yang slalu mencintaimu Candra Selesai aku baca surat itu, air mataku berlinang. Besok candra balik ke Jakarta. Apa yang harus aku perbuat Ya Allah? Aku takut, aku tak tahu apakah dia benar-benar mencintaiku, mencintai gadis cacat sepertiku? Malamnya aku tak bisa tidur, jangankan tidur, memejamkan mata pun aku tak bisa. Aku ambil wudhu, aku dirikan shalat istikharah, aku meminta petunjuknya. Ya Allah berikan petunjuk jalan yang terbaik untukku. Aku yakin jawaban apapun dari-Mu itulah yang terbaik untukku. Semalaman aku tak bisa tidur. Paginya aku katakan pada ibu aku tak enak badan, untungnya ini hari minggu, jadi ibu libur kerja. Ibu menyuruhku istirahat di kamar, ibu yang menjaga Toko. Saat sore menjelang, ibu mengetuk pintu kamarku, aku lihat jam, sekarang menunjukan pukul 4.00 aku tahu pasti ibu memintaku berpamitan dengan Candra. Aku pun pura-pura tidur. Saat ibu membuka pintau kamar, aku yakin dia mengira aku tertidur pulas. Aku mendengar samar-samar, ibu menyampaikan pada Candra bahwa aku sedang tidur, ibu tak berani membangunkanku. Aku lihat dari jendela, Candra pergi melewati pagar rumah kami, air mataku berlinang saat aku lihat dia memasuki Angkutan umum yang lewat depan rumahku. Aku terdiam sendiri disini dalam derai air mata dan keheningan. Hati kecilku pun berkata "Cinta, kejar Candra! Katakan bahwa kau sayang padanya!" Tapi lagi-lagi aku mengingat siapa aku. Aku merasa tak pantas untuknya, aku hanya wanita cacat yang terdiam dalam duniaku sendiri. Aku kembali melihat jam, sekarang pukul 4.40 untuk sampai ke Terminal membutuhkan waktu 15 menit, itu pun kalau aku langsung mendapatkan Angkutan umum yang jarang sekali lewat depan rumahku. Aku langsung mengapai handphone dan tasku, tak lupa aku bawa dompet, aku berlari keluar rumah. Aku sempat menoleh ke bangku yang menjadi saksi kebisuan saat aku duduk bersama Candra. Aku tersenyum, tapi disisi lain aku menangis. Apa aku masih punya waktu? Ibu menghampiriku. "Mau kemana Cinta?" "Cinta pergi sebentar ibu, ibu tak usah khawatir." Ibu hanya tersenyum, akhirnya angkutan umum yang aku tunggu datang juga. Air mataku tak berhenti menetes, aku kembali melihat jam di tanganku. Sekarang sudah pukul 4.55 sepertinya aku terlambat. Sesampai di Terminal, mataku mencari Candra, tapi tak ku lihat sosoknya. Saat kembali aku lirik jam ditanganku, ternyata aku terlambat 10 menit. Aku berjalan meninggalkan Terminal tertunduk lesu dan air mataku berurai lembut membasahi pipi. "Aku terlambat, Candra aku sayang kamu." Dalam hati aku menggerutu, tapi tiba-tiba ada sesosok pria yang tak asing bagiku memeluk erat tubuhku dari belakang. Keheningan yang aku rasa, peluk eratnya menghangatkanku dan menenangkanku. Beberapa menit kami terdiam dalam kebisuan. Bisiknya yang lembut, menggetarkan hatiku. "Aku tahu kau akan datang, tolong ijinkanku memasuki duniamu, menemani kesendirianmu. Aku sayang kamu, Cinta." Aku masih saja terdiam, dan tiba-tiba aku sadar aku tak ingin kehilangan Candra. Aku berbalik badan dan langsung memeluknya. "Aku juga sayang kamu." Senyumku merekah diiringi derai air mata. Sesaat lamanya dia menatap mataku dan tersenyum begitu manis padaku. Dia kembali memeluk erat tubuhku. "Aku akan menjagamu,  jika kau takut untuk menulis, karena kau masih menyesal atas kecelakaan itu, maka ijinkan jari-jariku mewakilimu untuk menulis. Jika mulutmu tak mampu berkata karena kau memiliki duniamu sendiri, maka aku akan  mengatakan apa yang ingin kau sampaikan pada mereka. Aku akan slalu temani dirimu hingga akhir hayatku, menutupi segala kekuranganmu, dengan apa yang aku punya." Aku hanya mampu tersenyum, aku bahagia. Akhirnya aku mengerti arti cinta, aku rasakan cinta dan bahagia itu ada. Aku bahagia, aku tersenyum bahagia. Dia mengecup hangat keningku "Senyummu sangat manis, Cinta."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun