Rektor Universitas Pakuan, Prof. Dr. rer.pol. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc., IPU, Asean Eng., APEC Eng., pada saat memberikan keynote speech menjelaskan bahwa praktik ekowisata berkelanjutan di Indonesia telah menunjukkan perkembangan positif di beberapa wilayah, namun tantangan besar masih harus diatasi, terutama dalam hal pengawasan, infrastruktur, dan kesadaran.
Untuk memastikan bahwa ekowisata benar-benar berkelanjutan, Indonesia perlu memperkuat regulasi, meningkatkan pendidikan lingkungan, dan memastikan bahwa pariwisata memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal dan lingkungan secara jangka panjang.
"Dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, Perguruan Tinggi dapat berkontribusi dalam mengembangkan ekowisata berkelanjutan melalui berbagai cara, antara lain melakukan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, kolaborasi dengan masyarakat lokal, inovasi teknologi, monitoring dan evaluasi, penyadaran publik dan kampanye. Dengan demikian, melalui peran-peran tersebut, perguruan tinggi tidak hanya dapat mendukung pengembangan ekowisata berkelanjutan, tetapi juga dapat berkontribusi dalam melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal", ujar Prof. Didik.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof. Dr. Ir. Hadi Sukadi Alikodra, MS. mengatakan bahwa pentingnya kolaborasi antarpihak dalam mencapai tujuan dengan konsep triple helix pada program ekowisata dan bioprospeksi hidupan liar untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Konsep tersebut menggabungkan peran akademisi, sektor bisnis, dan pemerintah.
"Dengan melibatkan berbagai pihak, konsep triple helix dapat digunakan untuk mencari pendekatan inovatif guna meningkatkan pengembangan dan implementasi ekowisata dan bioprospeksi hidupan liar berkelanjutan di Indonesia. Tentu saja butuh koordinasi yang baik, juga komitmen tinggi, dari berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing," ujar Prof. Hadi.
Pada kesempatan yang sama, Pendiri dan Direktur Eksekutif Indecon, Drs. Ary S. Suhandi, M.Par., mengatakan bahwa wisata satwa liar telah menjadi tren signifikan di tingkat global yang didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap alam, konservasi, dan wisata berkelanjutan.
"Ekowisata juga dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi pada upaya pelestarian alam maupun budaya. Namun hal itu jika pariwisata dikelola dengan baik dan benar. Jika tidak, maka pariwisata juga memiliki resiko menimbulkan dampak negatif baik pada lingkungan maupun sosial budaya. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat menjadi krusial didahulukan", ujar Ary.
Turut hadir memberikan sambutan pada Webinar Internasional -- BLS Eps.11 yaitu Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A., Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Kegiatan ini juga dihadiri oleh narasumber yang memiliki keahlian dan segudang pengalaman di bidang ekowisata satwa liar berkelanjutan secara berurutan yaitu Albert Chin Kion Teo dari Borneo Eco Tours, Malaysia; Prof. M. Monirul H. Khan, Ph.D., dari Department of Zoology Jahangirnagar University, Bangladesh; dan Chittaranjan Baruah, Ph.D., dari Darrang College, Assam, India. Kegiatan ini dimoderatori oleh Sunarto, Ph.D., Co-Chair IUCN IdSSG.
Setelah webinar internasional - Belantara Learning Series Eps.11, dilakukan penandatanganan kerja sama antara Universitas Pakuan dengan Darrang College, Assam, India. Kerja sama yang ditandatangani meliputi aspek-aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia (Dolly Priatna)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H