Setiap tanggal 10 Januari seluruh lapisan masyarakat di berbagai negara memperingati Hari Gerakan Sejuta Pohon sedunia. Pada tingkat global, peringatan ini dilakukan pertama kali pada 10 Januari 1872. Pada tingkat nasional, peringatan Hari Gerakan Sejuta Pohon Sedunia dilakukan pertama kali di Indonesia pada 10 Januari 1993 masa kepemimpinan Presiden Soeharto.
Dalam pidatonya, Presiden Soeharto mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi aktif melakukan Gerakan Satu Juta Pohon yaitu menanam dan merawat pohon hingga mencapai satu juta pohon di tiap provinsi.
Tujuan utama Hari Gerakan Sejuta Pohon Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya menanam dan merawat pohon sebagai salah satu aksi pelestarian alam dan lingkungan hidup yang ada di lingkungan sekitar.
Terkait program penanaman dan perawatan pohon, Belantara Foundation bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Minas Tahura, Kelompok Tani Hutan Tahura Sultan Syarif Hasyim dan pemangku kepentingan setempat didukung oleh APP Group menggagas program bernama "Forest Restoration Project: SDGs Together" di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH), wilayah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau.
Forest Restoration Project: SDGs Together merupakan program yang dijalankan melalui donasi sebagian hasil penjualan produk yang dibuat oleh produsen kertas Indonesia, APP Group kepada Belantara Foundation untuk menanam serta memelihara bibit pohon spesies asli dan langka yang perlu dilestarikan di hutan Sumatra yang telah terdegradasi akibat aktivitas ilegal dan kebakaran hutan. Program donasi ini telah berjalan sejak Agustus 2020.
Program tersebut berfokus pada penanaman dan perawatan pohon, serta perlindungan kawasan secara lestari dan berkelanjutan. Saat ini, Forest Restoration Project: SDGs Together telah berjalan selama tiga tahun. Dalam tiga tahun terakhir, telah dilakukan penanaman dan perawatan bibit pohon sebanyak 31.391 pohon seluas 94 ha. Kegiatan lain yang telah dilakukan yaitu memasang papan nama proyek, membangun rumah pembibitan, membangun pondok kerja, patroli hutan, memberikan peningkatan kapasitas bagi masyarakat, serta melakukan monitoring dan evaluasi.
Setidaknya terdapat 31 jenis pohon yang telah ditanam, diantaranya adalah merawan (Hopea mengarawan), ramin (Gonystylus bancanus) dan balam (Palaquium burckii) yang masuk ke dalam status kategori kritis / Critically Endangered (CR), balangeran (Shorea balangeran) masuk ke dalam kategori rentan / Vulnerable (VU) dan meranti lambai (Shorea acuminata) masuk ke dalam kategori hampir terancam punah / Near Threatened (NT) menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan bahwa restorasi hutan merupakan salah satu langkah efektif untuk memitigasi perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan pangan, menjaga suplai air serta melindungi keanekaragaman hayati. Kami ingin mempromosikan restorasi hutan untuk turut berkontribusi dalam aksi iklim global.
Inisiatif ini mendukung target Sustainable Development Goals (SDGs) ke 15, yaitu melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem; target SDGs ke 12 yaitu produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab, target ke 13 yaitu mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya, target ke 15 yaitu menjaga kehidupan di daratan, serta target SDGs ke 17 yaitu menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan".
"Restorasi hutan juga perlu memerhatikan dimensi sosial-ekonomi masyarakat sehingga tidak hanya mengembalikan fungsi ekologis tetapi juga mengembalikan fungsi hutan sebagai sumber mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat. Dengan tata kelola yang tepat, restorasi hutan dapat mendukung pemulihan fungsi hutan sebagai penyedia manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat", kata Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.
Senada dengan Dolly, Kepala KPHP Minas Tahura, Sri Wilda Hasibuan, S.Sos., M.Si., mengemukakan bahwa upaya untuk memulihkan ekosistem hutan, khususnya di Tahura SSH menjadi tanggung jawab bersama. Tak hanya pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat saja, pihak swasta dan masyarakat juga harus berpartisipasi aktif dalam upaya tersebut.
"Dengan adanya pemulihan hutan, maka ekosistem hutan dapat berkontribusi untuk upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta mendukung pemenuhan Nationally Determined Contribution (NDC) Pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon di Provinsi Riau", ujar Sri.
Chief Sustainability Officer APP Group, Elim Sritaba menegaskan bahwa sektor swasta turut berperan dalam mendukung program restorasi serta perlindungan hutan dan biodiversitas di Indonesia dengan berkolaborasi bersama pihak yang berkepentingan. Hal ini juga dalam upaya mendukung pemerintah mencapai NDC termasuk FOLU Net Sink 2030.
"Melalui kolaborasi multi-pihak, baik dari dalam maupun luar negeri pada program restorasi, merupakan salah satu upaya kami dalam mendukung pembangunan berkelanjutan melalui kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi lingkungan dan juga masyarakat sekitar. Kegiatan ini juga sejalan dengan Sustainability Roadmap Vision (SRV) 2030 yang telah kami canangkan," tambah Elim (DPriatna).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya