c. pemberian rekomendasi pencabutan penetapan Wabah Penyakit Hewan menular kepada Menteri;Â
d. pembuatan kesepakatan persyaratan teknis Kesehatan Hewan dengan negara lain secara bilateral, regional, dan internasional;Â
e. pemberian rekomendasi penetapan status darurat Veteriner di tingkat nasional kepada Menteri;Â
f. penetapan tingkat perlindungan yang dapat diterima;Â
g. penetapan analisis risiko Penyakit Hewan terhadap pemasukan Hewan dan Produk Hewan dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
h. penetapan jenis Obat Hewan yang dapat digunakan yang boleh beredar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;Â
i. penetapan persyaratan Kesehatan Hewan untuk Hewan dan Produk Hewan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;Â
j. pemberian rekomendasi persetujuan untuk pertama kali terhadap negara, zona dalam suatu negara, dan unit usaha asal Hewan dan Produk Hewan kepada Menteri; danÂ
k. pemberian rekomendasi pemasukan dan pengeluaran Hewan, bibit, benih, Produk Hewan, satwa liar, dan Hewan akuatik dari dan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada Menteri.
Sementara itu, otoritas veteriner di lingkup kementerian, lembaga negara dan pemerintahan daerah, melaksanakan tugasnya sebagaimana lingkup kewenangan instansi atau daerahnya masing-masing.
Namun demikian, karena Otoritas veteriner tampaknya hanya sebatas pejabatnya saja, maka sejatinya diperlukan badan khusus untuk melaksanakan tugas penting tersebut. Diantaranya adalah mendorong terbentuknya badan kesehatan hewan nasional.