Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Diidentifikasi oleh Google sebagai Pengarang | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Badan Gizi Nasional dan Tantangan Penyediaan Protein Hewani

17 Agustus 2024   20:14 Diperbarui: 17 Agustus 2024   20:55 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peringatan hari gizi nasional Tahun 2024 (sumber gambar: Dinkes Provinsi Bangka Belitung)

Hadirnya Badan Gizi Nasional sejatinya tidak terlepas dari janji Kampanye Presiden terpilih Prabowo Subianto, berkenaan dengan pemenuhan pangan bergizi masyarakat (makan siang gratis) yang menjadi andalan dalam kampanyenya. Namun, apakah badan gizi ini mampu menjawab tantangan itu? Ini yang patut kita tunggu.

Terlebih, dalam tema hari gizi nasional, urusan protein hewani (daging, susu, telur dan ikan) merupakan pangan utama yang patut diperhatikan. 

Pada peringatan hari gizi nasional tahun 2023 misalnya, tema yang diangkat adalah "Cegah Stunting dengan Protein Hewani"

Selanjutnya tema hari gizi nasional tahun 2024 adalah "MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting". 

Lantas, apakah penguatan penyediaan protein hewani menjadi agenda penting di negeri ini? Justru disinilah pangkal persoalannya. Setidaknya ada tiga tantangan dalam penyediaan pangan asal hewan yang kaya akan Protein Hewani.

Pertama, protein hewani, khususnya daging, susu dan telur yang secara produksi dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di daerah, justru dianggap belum penting. Terbukti, urusan kesehatan hewan bukan menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Artinya, protein hewani di daerah tidak harus (tidak wajib) berasal dari hewan sehat.

Bagaimana daerah akan mengetahui pangan ini bersumber dari ternak yang sehat atau ternak sakit, dokter hewan pemerintah daerahnya saja tidak punya.

Buktinya, berdasarkan data dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan hewan Kementan (17/8/2024), dari 514 kabupaten/kota se Indonesia, yang ada Pejabat Otoritas Veterinernya hanya sebanyak 316 Kabupaten/Kota atau hanya sebanyak 61,48%. Sisanya 198 kabupaten/kota belum memiliki Pejabat Otoritas Veteriner.

Kedua, anggaran untuk mengawal agar ternak berkembang dan sehat, semakin memprihatinkan. Untuk tahun 2025 misalnya, anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik untuk Operasional Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) dipangkas. Dari 514 Kabupaten/kota se Indonesia, dana DAK NF operasional Puskeswan 2025 hanya diberikan kepada tidak kurang dari 50 daerah Kabupaten/kota saja. Padahal, banyak daerah yang perlu mengamankan sumber pangan protein hewani di daerahnya.

Ketiga, melihat belum sinkronnya program pemenuhan gizi protein hewani yang berasal dari lokal (peternakan dalam negeri), terbukti dengan belum optimalnya anggaran penguatan peternakan dan kesehatan hewan di daerah, maka kemungkinan pemenuhan protein hewani akan didatangkan dari luar negeri (impor). 

Ini yang harus menjadi perhatian bagi seluruh pemangku kepentingan. Jangan sampai, peternak dalam negeri justru akan menjadi penonton dan akhirnya kalah bersaing dengan hadirnya protein hewani impor. Kalau sudah begini, apakah kita benar-benar akan berdikari? Berdiri dengan kaki sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun