Dalam beberapa bulan terakhir, negeri kita dihadapkan pada persoalan perubahan cuaca dan lingkungan. Termasuk persoalan polusi udara di langit Jakarta.
Meski persoalan polusi udara tidak terjadi di seluruh daerah di Indonesia, namun persoalan polusi udara di Jakarta tampaknya harus kita waspadai, tetapi tidak perlu dihadapi secara berlebihan.
Pasalnya, sikap "berlebihan" dalam menyikapi sebuah persoalan, justru akan berakibat tidak baik bagi diri sendiri dan masyarakat itu sendiri.
Dalam dunia kesehatan, termasuk dalam dunia kesehatan hewan, adanya perubahan cuaca atau terganggunya sistem lingkungan, sejatinya dapat kita amati dari tanda-tanda alam.
Selain manusia sendiri yang merasakan, berikut ini adalah beberapa pertanda sebagai indikator baik atau buruknya kualitas lingkungan yang dapat kita jadikan sebagai barometer.
Pertama, amati lumut kerak di sekitar lingkungan kita. Jika lumut kerak masih berwarna segar dan tidak mati, maka lingkungan masih dalam kondisi baik.
Lumut kerak atau Lichen dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan karena memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap perubahan lingkungan termasuk adanya pencemaran udara.Â
Lumut kerak tidak memiliki lapisan kutikula sehingga dengan mudah dapat menyerap gas dan beberapa polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Akibatnya, jika gas atau polutan terlalu tinggi, maka lumut ini akan mati atau mengalami perubahan kesegaran.
Kedua, mata kita mudah mengalami iritasi dan udara terasa pengap. Biasanya, saat berada di lingkungan yang udaranya tercemar, mata akan mudah menjadi merah. Hal ini terjadi karena udara mengandung zat-zat polutan yang berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu, jika saat menghirup udara terasa pengap, maka itu juga menjadi indikator kita sedang berada di lingkungan yang udaranya tercemar. Udara yang pengap ditandai dengan meningkatnya suhu karena adanya gas hasil pembakaran yang bercampur dengan gas pembuangan.