Untuk mewujudkan sebagai Kota Layak Anak (KLA) beragam upaya dilakukan oleh pemerintahan daerah (Pemda). Termasuk pemda membangun taman kota atau tempat ruang terbuka hijau yang ramah terhadap anak.
Di Provinsi DKI Jakarta misalnya, taman kota dibangun diberbagai tempat. Bahkan, sejak era Gubernur Joko Widodo dan dilanjutkan oleh Gubernur Ahok dan Djarot, Jakarta telah membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Mengutip dari Laman Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) DKI Jakarta mencatat, sampai Desember 2020, terdapat 322 RPTRA yang tersebar di 5 kotamadya dan 1 kabupaten.
Namun, RPTRA yang telah dibangun oleh pemerintah Gubernur Ahok- Djarot, tampaknya tidak dilanjutkan oleh Gubernur Anies Baswedan. Pasalnya, dikutip dari tirto.id (3/4/2018), Anies menilai bahwa fungsi Taman Pintar tak semata untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Jakarta. Sebab, selain berfungsi ekologis, RTH juga memiliki fungsi sosial sebagai ruang publik, di mana warga dapat memanfaatkannya sebagai tempat bermain ramah anak, perpustakaan, berolahraga, dan bersosialisasi.
Akibatnya, mengutip dari Kompas.com (10/4/2023), Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di beberapa daerah banyak yang terbengkalai, termasuk RPTRA Kalijodo yang berada di Jakarta Utara.
RPTRA yang pernah menjadi "tempat healing baru" warga Jakarta itu menjadi perhatian dikarenakan kondisinya yang sudah termakan usia. Bersyukur, PJ Gubernur Heru Budi Hartono pun langsung turun tangan mengecek RPTRA itu dan berjanji akan segera melakukan perbaikan.
Fenomena adanya kerusakan atau tidak terawatnya sebuah taman kota tampaknya bukan hanya terjadi di Jakarta saja. Kondisi ini juga terjadi dibeberapa daerah di Indonesia.
Padahal, adanya taman kota atau taman rekreasi ramah anak merupakan salah satu Indikator sebuah daerah dinyatakan sebagai daerah ramah anak.
Menurut penulis, terdapat lima alasan mengapa sebuah taman kota kerap terbengkalai atau tampak tidak terurus.
Pertama, perubahan kepemimpinan kepala daerah. Banyak kita temukan, ketika kepala daerah berganti, terutama kepala daerah yang dianggap tidak "satu pemahaman" dengan kepala daerah sebelumnya, berganti pula kebijakannya.
Sebagai contoh Jakarta, program pembangunan RPTRA "disempurnakan" menjadi Taman Maju Bersama (TMB), padahal, kata "ramah anak" ditujukan untuk menyasar bahwa salah satu tujuan akhir dari upaya ini adalah kota layak anak.