Tak ayal, dikutip dari Tirto.id (28/10/2022), Anggota DPRD dari Fraksi PSI, Eneng Maliyanasari mendesak Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono untuk memperbaiki fasilitas ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di Ibu Kota. Sebab dia merasa miris melihat kondisi RPTRA yang mengenaskan dan tak lagi ramah anak. Hasil pengawasan/kunjungan-kunjungan ke lapangan, ia melihat banyak fasilitas di RPTRA yang tak terawat bahkan rusak.
Kedua, tidak adanya anggaran untuk melakukan perawatan. Hal ini menjadi alasan sebuah daerah tidak melakukan perawatan sebuah taman kota.
Padahal, ketika memiliki semangat untuk membangun, seharusnya Pemda juga punya semangat pula untuk melakukan pemeliharaan. Jangan bisa membangun, tetapi terseok dalam melakukan pemeliharaan.
Ketiga, semangat untuk mewujudkan sebuah konsep ruang terbuka hijau dalam sebuah taman tidak sepenuhnya dimiliki oleh pemangku kebijakan.
Biasanya, orientasi beberapa pihak hanya sebatas pada proyek dan kegiatan yang berorientasi anggaran.
Keempat, belum adanya komitmen untuk mewujudkan kota layak anak. Sehingga, Alih-alih mewujudkan taman kota yang ramah anak, yang ada justru kerap taman kota justru tidak ramah anak.
Masih banyak ditemukan orang-orang yang merokok di taman kota, atau bahkan tidak memberikan ruang untuk para anak bermain.
Kelima, taman kota sebagai esensi Ruang Terbuka Hijau (RTH) sering tidak sesuai dengan tujuan utamanya. Taman kota harus menjadi kawasan yang bisa menjadi solusi meminimalkan terjadinya pemanasan global. Bukan hanya memamerkan tanaman-tanaman dalam pot atau sekat dinding.
Seharusnya taman dipenuhi oleh pohon besar, bukan pohon tanaman estetis yang cuma mengedepankan keindahan. Meski itu juga menghasilkan oksigen, tapi namanya tumbuhan di atas pot pastinya tidak sebanyak pohon besar di atas tanah.Â
Akibatnya, ketika masyarakat pergi ke taman kota, suasana taman justru tidak membuat nyaman. Sehingga wajar jika akhirnya taman kota itu ditinggalkan warganya.