Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Pegiat Literasi | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengurai Persoalan Taman Kota dan Kota Layak Anak

24 Juli 2023   06:02 Diperbarui: 24 Juli 2023   06:28 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mewujudkan sebagai Kota Layak Anak (KLA) beragam upaya dilakukan oleh pemerintahan daerah (Pemda). Termasuk pemda membangun taman kota atau tempat ruang terbuka hijau yang ramah terhadap anak.

Di Provinsi DKI Jakarta misalnya, taman kota dibangun diberbagai tempat. Bahkan, sejak era Gubernur Joko Widodo dan dilanjutkan oleh Gubernur Ahok dan Djarot, Jakarta telah membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Mengutip dari Laman Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) DKI Jakarta mencatat, sampai Desember 2020, terdapat 322 RPTRA yang tersebar di 5 kotamadya dan 1 kabupaten.

Namun, RPTRA yang telah dibangun oleh pemerintah Gubernur Ahok- Djarot, tampaknya tidak dilanjutkan oleh Gubernur Anies Baswedan. Pasalnya, dikutip dari tirto.id (3/4/2018), Anies menilai bahwa fungsi Taman Pintar tak semata untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Jakarta. Sebab, selain berfungsi ekologis, RTH juga memiliki fungsi sosial sebagai ruang publik, di mana warga dapat memanfaatkannya sebagai tempat bermain ramah anak, perpustakaan, berolahraga, dan bersosialisasi.

Akibatnya, mengutip dari Kompas.com (10/4/2023), Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di beberapa daerah banyak yang terbengkalai, termasuk RPTRA Kalijodo yang berada di Jakarta Utara.

RPTRA yang pernah menjadi "tempat healing baru" warga Jakarta itu menjadi perhatian dikarenakan kondisinya yang sudah termakan usia. Bersyukur, PJ Gubernur Heru Budi Hartono pun langsung turun tangan mengecek RPTRA itu dan berjanji akan segera melakukan perbaikan.

Fenomena adanya kerusakan atau tidak terawatnya sebuah taman kota tampaknya bukan hanya terjadi di Jakarta saja. Kondisi ini juga terjadi dibeberapa daerah di Indonesia.

Padahal, adanya taman kota atau taman rekreasi ramah anak merupakan salah satu Indikator sebuah daerah dinyatakan sebagai daerah ramah anak.

Menurut penulis, terdapat lima alasan mengapa sebuah taman kota kerap terbengkalai atau tampak tidak terurus.

Pertama, perubahan kepemimpinan kepala daerah. Banyak kita temukan, ketika kepala daerah berganti, terutama kepala daerah yang dianggap tidak "satu pemahaman" dengan kepala daerah sebelumnya, berganti pula kebijakannya.

Sebagai contoh Jakarta, program pembangunan RPTRA "disempurnakan" menjadi Taman Maju Bersama (TMB), padahal, kata "ramah anak" ditujukan untuk menyasar bahwa salah satu tujuan akhir dari upaya ini adalah kota layak anak.

Tak ayal, dikutip dari Tirto.id (28/10/2022), Anggota DPRD dari Fraksi PSI, Eneng Maliyanasari mendesak Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono untuk memperbaiki fasilitas ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di Ibu Kota. Sebab dia merasa miris melihat kondisi RPTRA yang mengenaskan dan tak lagi ramah anak. Hasil pengawasan/kunjungan-kunjungan ke lapangan, ia melihat banyak fasilitas di RPTRA yang tak terawat bahkan rusak.

Kedua, tidak adanya anggaran untuk melakukan perawatan. Hal ini menjadi alasan sebuah daerah tidak melakukan perawatan sebuah taman kota.

Padahal, ketika memiliki semangat untuk membangun, seharusnya Pemda juga punya semangat pula untuk melakukan pemeliharaan. Jangan bisa membangun, tetapi terseok dalam melakukan pemeliharaan.

Ketiga, semangat untuk mewujudkan sebuah konsep ruang terbuka hijau dalam sebuah taman tidak sepenuhnya dimiliki oleh pemangku kebijakan.

Biasanya, orientasi beberapa pihak hanya sebatas pada proyek dan kegiatan yang berorientasi anggaran.

Keempat, belum adanya komitmen untuk mewujudkan kota layak anak. Sehingga, Alih-alih mewujudkan taman kota yang ramah anak, yang ada justru kerap taman kota justru tidak ramah anak.

Masih banyak ditemukan orang-orang yang merokok di taman kota, atau bahkan tidak memberikan ruang untuk para anak bermain.

Kelima, taman kota sebagai esensi Ruang Terbuka Hijau (RTH) sering tidak sesuai dengan tujuan utamanya. Taman kota harus menjadi kawasan yang bisa menjadi solusi meminimalkan terjadinya pemanasan global. Bukan hanya memamerkan tanaman-tanaman dalam pot atau sekat dinding.

Seharusnya taman dipenuhi oleh pohon besar, bukan pohon tanaman estetis yang cuma mengedepankan keindahan. Meski itu juga menghasilkan oksigen, tapi namanya tumbuhan di atas pot pastinya tidak sebanyak pohon besar di atas tanah. 

Akibatnya, ketika masyarakat pergi ke taman kota, suasana taman justru tidak membuat nyaman. Sehingga wajar jika akhirnya taman kota itu ditinggalkan warganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun