Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Pegiat Literasi | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mewaspadai Penularan Penyakit Demam Babi Afrika

28 Mei 2023   08:24 Diperbarui: 28 Mei 2023   08:30 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pertama kali masuk di Indonesia pada 2019, kini penyakit African Swine Fever (ASF) semakin menyebar luas di berbagai daerah di Indonesia. Bagi daerah kantong ternak, khususnya ternak Babi, penyakit ASF menjadi ancaman serius yang wajib diwaspadai.

Mengenal Penyakit ASF

Sesuai dengan namanya, ASF sering disebut sebagai penyakit demam babi Afrika. Penyakit ini sebenarnya bukan penyakit baru di dunia. Penyakit ini dilaporkan sudah sejak tahun 1921 di Negara Kenya, Afrika Timur. Kemudian pada tahun 1957 dilaporkan telah menyebar di Portugal dan berbagai negara di Eropa. Di Asia, virus ASF telah ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, kemudian di tahun 2018, tepatnya pada 3 Agustus 2018, Tiongkok melaporkan wabah untuk pertama kalinya di provinsi Liaoning. Pada 2023, penyakit ini telah menular di hampir seluruh negara di afrika, eropa dan afrika.

Penyakit ASF adalah Penyakit yang disebabkan oleh virus dari Genus: Asfivirus, Family: Asfarviridae. Penyakit ini Menyerang pada ternak babi dan babi liar di semua umur.

Penyakit ASF dapat Menyebabkan babi sakit dengan tingkat  fatalitas 100%;  namun beruntung, penyakit ini Bukan termasuk zoonosis. alias tidak menular dari hewan ke manusia.

Bahaya dari penyakit ini adalah Menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar dan Belum ada vaksin dan obat yang efektif untuk pengobatan ASF. 

Daya Tahan Virus

Merujuk dari Kementerian Pertanian, Virus ASF termasuk virus yang relatif cukup tahan. Daya tahan virus ASF dalam beberapa material tanpa perlakuan apapun mampu hidup dan bertahan, diantaranya adalah sebagai berikut: 

1. Pada Urin, sampai dengan 15 hari  

2. Pada Feses (kotoran), sampai dengan 160 hari  

3. Pada Daging babi olahan yang disimpan pada suhu ruang, sampai dengan 105 - 300 hari  

4. Pada Daging babi beku, virus dapat bertahan sampai dengan 1000 hari.

Gejala Klinis

Sebagaimana penyakit yang ditularkan oleh kuman jahat (virus yang virulen), ASF memiliki tingkat kefatalan yang sangat tinggi. Bahkan, gejala klinis yang muncul pun saat ini sering tidak selalu sama antar satu peternakan dengan peternakan lainnya. Namun, secara umum gejala klinisnya adalah Babi mengalami demam (41-42 C), Lesu, leleran mata atau hidung, diare, bercak merah pada kulit atau ptekie, beberapa kasus ditemukan abortus atau keguguran dan kematian babi sangat tinggi.

Penularan ASF

Terdapat dua cara penularan penyakit ini, yakni :

Pertama, Penularan langsung: kontak langsung dengan babi tertular ASF. Hewan sehat tertular dari hewan yang sakit.

Kedua, Penularan tidak langsung, melalui Pakan sisa (Swill) seperti pemberian pakan babi dari sisa-sisa makanan di hotel, lalu lintas Orang (peternak, pedagang, dokter hewan, paramedis, anak kandang, dll) juga melalui Fomites (obyek atau material yang dapat membawa agen penyakit, antara lain: pakaian, sepatu atau sandal, peralatan, kendaraan) dan juga dapat ditularkan melalui Caplak Ornithodorus Sp. (merupakan vector biologis, namun caplak ini belum pernah ditemukan di Indonesia).

Upaya Pencegahan Penyakit ASF


Mengingat penyakit ini belum ada obat dan vaksinnya yang efektif, maka Biosekuriti adalah satu-satunya cara untuk mencegah masuk dan menyebarnya virus ASF.

Adapun Prinsip Biosekuriti diantaranya adalah Pisahkan dari orang, barang/ benda, hewan (OBH) yang berisiko terkontaminasi virus ASF, kemudian Desinfeksi kandang, orang dan barang. Saat melakukan desinfeksi, petugas harus menggunakan APD lengkap. Adapun Prosedur desinfeksi ada empat tahap, yakni:

Pertama, Pisahkan barang-barang yang bisa dipindahkan dan bersihkan secara terpisah.

Kedua, Bersihkan dari kotoran dan kontaminasi yang terlihat dengan cara menyapu (pembersihan kering)  

Ketiga, Bersihkan dengan sabun dan deterjen dan kemudian dibilas sampai bersih (pembersihan basah)

Keempat, Desinfeksi dengan bahan kimia dengan waktu kontak paling tidak 30 menit.

Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun