Belum usai persoalan Covid-19, kini muncul kembali penyakit yang juga tidak kalah membahayakannya yakni virus Marburg. Penyakit ini dikategorikan sebagai zoonosis, yakni penyakit yang ditularkan dari hewan kemanusia. Layaknya pada Covid-19, penyakit ini juga dapat ditularkan dari hewan kelelawar dan antar manusia.
Menurut sejarahnya, kata Marburg sejatinya adalah merujuk pada sebuah nama kota di Jerman. Dimana untuk pertama kali, pada tahun 1967 ditemukan penyakit ini. Kala itu, penyakit ini menyerang dokter hewan dan para teknisi laboratorium yang sedang menyiapkan biakan sel dari kera hijau (Cercopithecus aethiops) asal Afrika.
Rencananya, biakan sel itu akan dipakai sebagai media untuk memproduksi vaksin polio pada manusia. Adapun Kera hijau itu diperoleh dari hutan di Uganda, Afrika. Namun, setelah sampai di Jerman, beberapa di antara kera hijau tersebut menunjukkan gejala sakit demam berdarah, kemudian mati. Selang beberapa hari, sebanyak 25 orang yang bekerja di laboratorium tersebut menderita sakit dengan gejala demam berdarah. Gejala yang biasanya memang ditunjukkan jika seseorang terinfeksi virus ini.
Baca juga: Mewaspadai Penyakit Sampar Ruminansia Kecil
Sementara itu, dalam tempo hampir bersamaan, di Belgrade, Serbia, terjadi juga penyakit yang sama pada 6 orang yang bekerja di laboratorium serupa. Namun, tujuh dari 31 orang (di Jerman dan Serbia) yang terserang demam berdarah marburg akhirnya meninggal dunia.
Gejala Klinis Pada Manusia
Merujuk dari portal Kemkes.go.id, gejala klinis penyakit Marburg ini dapat muncul secara tiba-tiba, orang akan menunjukkan gejala dengan demam tinggi, sakit kepala parah, malaise parah, dan nyeri otot. kemudian pada hari ketiga, seseorang dapat mengalami diare berair yang parah, nyeri perut, kram, mual dan muntah. Kejadian diare dapat bertahan selama seminggu. Selain itu, pada fase ini seseorang dapat terlihat memiliki mata cekung. Selain itu, Â Pada 2-7 hari setelah awal gejala, ruam yang tidak gatal dapat timbul. Mirip seperti demam berdarah dengue yang kita kenal selama ini.
Selain itu, gejala klinis yang berat dapat berupa perdarahan yang biasanya terjadi pada hari kelima hingga ketujuh, dan pada kasus fatal perdarahan terjadi di beberapa area. Perdarahan ini dapat terjadi di hidung, gusi, dan juga alat kelamin pada wanita serta dapat keluar melalui muntah dan pada feses.
Kemudian, Selama fase penyakit yang berat, pasien akan menderita demam tinggi, dan adanya gangguan pada sistem saraf pusat sehingga dapat mengalami kebingungan dan mudah marah. sementara, kasus Orkitis (radang testis) telah dilaporkan kadang-kadang pada fase akhir penyakit (15 hari).
Baca juga: Antisipasi Penyakit PPR, Simak Edaran Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian PertanianDalam kasus yang fatal, kematian paling sering terjadi antara 8 dan 9 hari setelah timbulnya gejala, biasanya didahului oleh kehilangan darah yang parah dan syok.
Kasus Virus Marburg Terbaru
Sejak tahun 1967, kasus virus Marburg bagaikan api dalam sekam, kasusnya terlihat diam tetapi semakin membakar. Kasusnya juga telah mewabah diberbagai negara, terbaru, Sebanyak 5 warga Tanzania dikonfirmasi meninggal akibat infeksi virus Marburg. Dari total 8 kasus, sebanyak 5 kasus telah meninggal dan 3 kasus masih dalam perawatan. Sementara 161 kontak dalam pemantauan karena risiko kena infeksi. Hal ini setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (21/3/2023) yang lalu mengkonfirmasi tertularnya negara tersebut untuk pertama kali. Tepatnya di wilayah di wilayah Kagera, Tanzania. Sebuah negara di Afrika timur.
Sebelumnya, kasus Penyakit Marburg juga telah menyerang di Guinea Ekuatorial, sebuah negara di Afrika Bagian Tengah dan di negara Kamerun.
Menurut informasi dari portal Kemkes.go.id, terhadap wabah yang sedang melanda di Guinea Ekuatorial, gejala klinis yang dialami kasus konfirmasi dan kasus suspek adalah demam, fatigue (mengalami kelelahan), muntah darah, dan diare. Sementara untuk wabah di Tanzania, gejala yang dilaporkan adalah demam, muntah, perdarahan, dan gagal ginjal. Atas merebaknya kasus ini, Kementerian Kesehatan RI melalui Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit juga telah mengeluarkan Surat Edaran yakni SE Dirjen P2P No. HK.02.02/C/853/2023 tentang Kewaspadaan terhadap Penyakit Virus Marburg tanggal 28 Februari 2023.
Virus Marburg Pada Hewan
Menurut  Drh. Pebi Purwo Suseno sebagaimana dikutip dari Civas.net, Berdasarkan berbagai hasil penelitian, kelelawar buah (Rousettus aegyptiacus) dari family Pteropodidae dianggap sebagai inang alami virus Marburg. Sebagai inang alami, kelelawar buah tidak menunjukan adanya tanda penyakit. Sehingga hal ini memungkinkan distribusi geografis virus Marburg dapat bersinggungan dengan sebaran kelelawar Rousettus di dunia. Namun hingga saat ini belum ada penyakit yang jelas pada kelelawar buah.
Selain itu, hewan monyet dan primata lainnya merupakan hewan rentan terhadap infeksi virus Marburg, namun hewan ini tidak dianggap sebagai inang reservoir karena mereka mati dengan cepat setelah terinfeksi. Tercatat monyet hijau Afrika (Cercopithecus aethiops) yang diimpor dari Uganda adalah sumber infeksi bagi manusia selama wabah Marburg pertama pada tahun 1967.
Sementara itu, hewan lain seperti babi, dalam sebuah studi inokulasi eksperimental dengan virus Ebola telah dilaporkan dan menunjukkan bahwa babi rentan terhadap infeksi filovirus dan mempunyai kemampuan untuk melepaskan virus. Sebagaimana diketahui bahwa virus Marburg merupakan satu dari 2 (dua) virus yang berasal dari keluarga Filovirus. Virus lain yang masuk Filovirus adalah virus Ebola yang lebih terkenal.
Oleh karena itu, babi harus dipertimbangkan sebagai inang penguat potensial selama wabah penyakit virus Marburg (MVD). Meskipun belum ada hewan peliharaan lain yang dikonfirmasi memiliki hubungan dengan wabah filovirus, sebagai tindakan pencegahan mereka harus dianggap sebagai inang penguat potensial sampai dapat dibuktikan sebaliknya.
Dengan demikian, tindakan pencegahan diperlukan di peternakan babi untuk menghindari babi terinfeksi melalui kontak dengan kelelawar buah. Infeksi semacam itu berpotensi memperkuat virus dan menyebabkan atau berkontribusi pada wabah virus Marburg.
Saran Upaya Pencegahan Pada Hewan
Mengingat penyakit ini adalah zoonosis yang juga memiliki kaitannya dengan hewan, maka upaya kolaborasi kesehatan sangat dibutuhkan antar lintas sektoral. Diantaranya adalah penguatan sinergi melalui konsep One Health (satu kesehatan), yakni kesehatan yang melibatkan bukan hanya sektor kesehatan masyarakat saja, tetapi juga melibatkan kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan.
Selain itu, upaya surveillans dan pengamatan terhadap reservoir seperti kelelawar buah, juga perlu dilakukan. Upaya ini untuk mendeteksi secara dini, terhadap berbagai kemungkinan penularan penyakit berasal dari hewan. Terlebih, sejatinya penyakit yang berasal dari hewan juga bukan hanya Virus Marburg saja. walakin, pemerintah melalui Kemenkes telah menyampaikan bahwa kemungkinan penularan penyakit ini masih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penilaian risiko cepat (rapid risk assessment) penyakit virus Marburg pada tanggal 20 Februari 2023 yang lalu di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H