Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Diidentifikasi oleh Google sebagai Pengarang | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Otoritas Veteriner dan Persoalan Kesehatan Global

14 Maret 2023   11:50 Diperbarui: 14 Maret 2023   11:56 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penanggulangan Penyakit Hewan (Sumber: Dok. Pri)

Permasalahan penyakit hewan menular strategis dan zoonosis, saat ini tampaknya sedang menjadi persoalan bagi bangsa ini. Mulai dari penyakit ASF atau demam babi afrika, kemudian LSD atau penyakit kulit berbenjol, hingga Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan kini kita juga dihadapkan pada persoalan penyakit Flu Burung.

Belum usai semua itu, di beberapa daerah saat ini juga sedang berjibaku melawan penyakit Rabies. Seperti di Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah. Pada 30 Januari 2023 yang lalu, Bupati Barito Selatan, melalui Pj Bupati Barito Selatan, Lisda Arriyana telah menetapkan Status keadaan tanggap darurat Bencana Non alam Kejadian Luar Biasa Rabies di wilayah Kecamatan Dusun Selatan, Dusun Utara dan Kecamatan Bintang awai Kabupaten Barito Selatan.

Sementara itu, persoalan Covid-19 yang juga ditengarai sebagai zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia), hingga saat ini belum juga usai. Artinya, tantangan penyakit dan ancaman krisis global menjadi keniscayaan yang patut kita hadapi bersama.

Dalam mengatasi persoalan kesehatan hewan, sejatinya aturan hukum kita sudah jelas mengaturnya. Salah satu komponen penting dalam pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan adalah keberadaan Otoritas Veteriner.

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 41 Tahun 2014 dan diubah kembali menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta terakhir menjadi Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja.

Dari beragam perubahan tersebut, menariknya: persoalan tentang Otoritas Veteriner justru tidak pernah dilakukan perubahan. Dengan kata lain, otoritas veteriner telah diatur sejak tahun 2009 dan hingga kini belum ada perubahan. Sehingga seharusnya, keberadaannya menjadi pintu utama dalam menghadapi persoalan kesehatan hewan.

Otoritas veteriner adalah kelembagaan Pemerintah dan/atau kelembagaan yang dibentuk Pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, pelaksana kebijakan,mengoordinasikan sampai dengan mengendalikan teknis operasional di lapangan.

Pada pasal 68 UU Peternakan dan Kesehatan hewan, Penyelenggaraan kesehatan hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia   memerlukan otoritas veteriner. Di samping melaksanakan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan/atau kesejahteraan hewan, otoritas veteriner juga melakukan pelayanan kesehatan hewan, pengaturan tenaga kesehatan hewan, pelaksanaan medik reproduksi, medik konservasi, forensik veteriner, dan pengembangan kedokteran hewan perbandingan.

Selain itu, tindakan pemusnahan hewan langka dan/atau yang dilindungi yang tertular oleh penyakit hewan menular eksotik juga dilakukan oleh otoritas veteriner melalui koordinasi dengan instansi yang berwenang di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner, Otoritas Veteriner mempunyai empat belas fungsi, yakni sebagai pelaksana Kesehatan Masyarakat Veteriner; penyusun standar dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Kesehatan Hewan; pengidentifikasi masalah dan pelaksana pelayanan Kesehatan Hewan.

Kemudian, sebagai pelaksana pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan; pengawas dan pengendali pemotongan ternak ruminansia betina produktif dan/atau ternak ruminansia indukan; pengawas tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan terhadap Hewan serta aspek Kesejahteraan Hewan lainnya; pengelola Tenaga Kesehatan Hewan; pelaksana pengembangan profesi kedokteran Hewan.

Di samping itu, Otoritas veteriner juga berfungsi sebagai pengawas penggunaan alat dan mesin Kesehatan Hewan; pelaksana perlindungan Hewan dan lingkungannya; pelaksana penyidikan dan pengamatan Penyakit Hewan; penjamin ketersediaan dan mutu Obat Hewan; penjamin keamanan Pakan dan bahan Pakan asal Hewan; penyusun prasarana dan sarana serta pembiayaan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner; dan pengelola medik akuatik dan medik konservasi.

Berdasarkan kewenangannya, otoritas Veteriner terdiri atas: Otoritas Veteriner nasional; Otoritas Veteriner kementerian; Otoritas Veteriner provinsi; dan Otoritas Veteriner kabupaten/kota.

Otoritas Veteriner nasional dipimpin oleh pejabat Otoritas Veteriner nasional yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. Sedangkan Otoritas Veteriner provinsi dipimpin oleh Pejabat Otoritas Veteriner provinsi yang diangkat dan diberhentikan oleh gubernur dan Otoritas Veteriner Kabupaten/Kota dipimpin oleh pejabat Otoritas Veteriner kabupaten/kota yang diangkat dan diberhentikan oleh bupati/wali kota.

Pertanyaannya: lantas mengapa persoalan kesehatan hewan semakin kompleks? ini yang jadi masalah. Ternyata, dari 514 kabupaten/kota dan 38 Provinsi di Indonesia, jumlah Daerah yang telah menetapkan Pejabat Otoritas Veteriner (Pejabat Otovet), hingga 15 November 2022 tidak kurang dari 47 %, atau hanya 244 Kabupaten/Kota saja yang memiliki Pejabat Otovet.

Padahal, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, telah menerbitkan Surat kepada seluruh Bupati/Walikota dan Gubernur seluruh Indonesia dengan Nomor: 658/2645/Bangda tanggal 18 Juni 2019 perihal Pembentukan dan Penetapan Pejabat Otoritas Veteriner Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Persoalan Otoritas Veteriner di Daerah

Persoalan yang kerap muncul di daerah berkenaan dengan Otoritas Veteriner salah satunya aturan yang tidak konsisten dari pemerintah. Di satu sisi, urusan kesehatan hewan mengacu pada UU Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah urusan Pilihan. Kesehatan hewan masuk dalam urusan pertanian. Artinya, tidak ada kewajiban dari suatu Pemda untuk menjalankan atau melaksanakan urusan pilihan ini.

Namun disisi lain, persoalan penyakit semakin tidak terbendung. Persoalan ini bahkan bukan hanya berkaitan dengan manusia saja, tetapi faktanya, penyakit pada hewan justru banyak yang menular ke manusia, sehingga dituntut keseriuasan pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengatasi persoalan kesehatan global. Dimana, kesehatan bukan hanya pada manusianya saja, tetapi justru berasal dari sumbernya, yakni penyakit pada hewan. Konsep ini dikenal dengan istilah One Health (satu kesehatan).

Kesimpulan

Tantangan penyakit yang semakin kompleks saat ini menuntut gerak cepat dari seluruh pemangku kebijakan. Presiden Joko Widodo juga telah menyampaikan bahwa tantangan kita kedepan adalah bagaimana menghadapi persoalan perubahan iklim dan persoalan bencana. Baik bencana alam, maupun bencana non alam seperti ancaman penyakit. Oleh karena itu, sudah saatnya, UU tentang Pemda yang mengatur pembagian urusan bagi Pemda untuk segera dilakukan perubahan. Terlebih, UU ini juga telah berlaku hampir 10 tahun. Dalam sepuluh tahun ini tentu telah berkembang beragam dinamika, termasuk dinamika tentang Kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun