Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada pasal 12 ayat 3 bahwa terdapat 8 urusan yang menjadi urusan pilihan pemerintahan daerah. Salahsatu diantaranya adalah urusan pilihan pertanian.
Selanjutnya, menurut penjelasan dalam UU tersebut, salah satu yang masuk urusan pertanian adalah sub urusan kesehatan hewan (keswan) dan sub urusan kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet). Maknanya, sub urusan keswan dan kesmavet merupakan sub urusan pilihan. Namanya juga pilihan, penyelenggara pemerintahan daerah, baik pemerintah provinsi, kabupaten/kota boleh memilih keswan dan kesmavet sebagai bagian dari urusan pemerintahannya atau juga boleh tidak memilihnya. Semua tentu tergantung kepentingan daerahnya.
Berdasarkan hal ini, wajar jika ada pemda yang tidak ada urusan keswan dan kesmavet didaerahnya, Bahkan keswan kesmavet dianggap tidak penting. Padahal, urusan ini sejatinya tidak semata-mata bersinggungan dengan sektor pertanian saja.
Sektor kesehatan hewan secara umum (di dalamnya terdapat urusan keswan dan urusan kesmavet) sejatinya bersinggungan dengan banyak sektor, terutama yang berkenaan dengan hewan beserta penyakit-penyakitnya. Menurut OIE (Badan kesehatan hewan dunia) terdapat 33 urusan yang yang dapat bersinggungan dengan sektor keswan. Dengan demikian, bisa jadi selama ini ada yang salah memaknai terkait fungsi urusan ini yang semestinya.
Sektor kesehatan hewan selama bertahun-tahun sejak era orde baru (sejak tahun 1967, terutama sejak terbitnya UU Nomor 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan) ditempatkan beriringan dengan peternakan (sub sektor pertanian). Padahal, peternakan hanyalah bagian tersendiri dari luasnya urusan kesehatan hewan.
Secara umum, sektor kesehatan hewan terdiri dari tiga urusan besar (tanggung jawab) dan urusan ini seluruhnya bermuara pada Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Bukan hanya berorientasi pada peningkatan perekonomian. Tanggungjawab besar itu antara lain:
Pertama, urusan kesehatan hewan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penyehatan hewan kesayangan (anjing, kucing dan lain-lain), dimana hewan kesayangan ini sejatinya tidak tepat jika dinamakan ternak.
Menurut pengertiannya, ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Hewan kucing atau anjing bukan penghasil pangan, juga bukan bahan baku industri juga bukan penghasil jasa yang terkait dengan pertanian.
Di samping itu, hewan kesayangan saat ini bukan hanya sebatas hewan peliharaan saja, tetapi di beberapa daerah, hewan kesayangan telah berubah menjadi bagian dari keluarga. Kehadirannya sangat penting bagi sebuah keluarga, sehingga jika hewan itu sakit, hewan kesayangannya juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh tindakan pengobatan dari dokter hewan. Fenomena ini juga sudah lazim kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak heran, hampir di setiap kota, terdapat praktik dokter hewan atau klinik hewan.
Kedua, sektor kesehatan hewan bertanggungjawab terhadap kesehatan hewan pangan.
Berdasarkan pengertiannya, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Oleh sebab itu, secara umum yang termasuk hewan pangan diantaranya berasal dari sektor pertanian (peternakan) dan sektor perikanan.
Hewan pangan yang akan dikonsumsi masyarakat harus dipastikan sehat dan aman, kondisi sehat dan aman ini harus dimulai sejak di kandang atau tempat budidaya hingga dimeja makan (dikonsumsi). Pelaksanaan penyehatan hewan pangan pada proses ini merupakan tanggungjawab sektor kesehatan hewan.
Selain itu, hewan pangan beserta olahannya, seperti bakso, sosis, nuget dan lain sebagainya, termasuk pemanfaatannya sebagai bahan baku industri, juga menjadi tanggung jawab sektor kesehatan hewan. Dalam konteks ini, peranan sektor kesehatan hewan juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemotongan hewan kurban. Artinya, pelaksanaan keamanan pangan asal hewan (ternak dan perikanan) menjadi tanggungjawab sektor kesehatan hewan.
Namun demikian, nyatanya saat ini urusan keswan dan kesmavet baru pada tataran sektor peternakan saja (lingkup kementerian pertanian). Sektor perikanan yang awalnya menyatu dalam ranah Kementerian pertanian (dulu bernama Departemen pertanian), kini sudah menjadi sektor tersendiri, yakni bernaung dalam kementerian kelautan dan perikanan (KKP). Jika sudah berbeda kementerian, efeknya, sektor kesehatan hewan menjadi tidak efektif disektor perikanan. Meskipun, pada praktiknya, profesi dokter hewan banyak bekerja sebagai ASN di KKP.
Ketiga, sektor kesehatan hewan bertanggungjawab terhadap kesehatan hewan satwa liar dan dilindungi.
Dalam perkembangannya, meningkatnya pemanfaatan lahan hutan atau kebun menjadi kawasan permukiman mengakibatkan satwa liar cukup dekat berinteraksi dengan manusia. Jika dibiarkan, ini dapat menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem yang berdampak pada kehidupan masyarakat. Bahkan berdampak pada kesehatan masyarakat. Pandemi Covid-19, munculnya Nipah virus, Ebola virus, Cacar monyet, HIV dan lain sebagainya menjadi contoh peranan satwa liar sebagai penyebab penyakitnya.
Di samping itu, satwa dilindungi yang terancam punah juga menjadi atensi bagi sektor kesehatan hewan. Melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sektor kesehatan hewan berupaya untuk menyehatkan berbagai macam ancaman punahnya satwa liar. Namun, lagi-lagi karena urusan keswan berada di lingkup Kementerian Pertanian (beda kementerian), maka sektor keswan juga belum optimal disektor ini. Meskipun sektor keswan tujuan akhirnya bermuara pada kesehatan masyarakat. Hal ini sesuai dengan motto PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia), Manusya Mriga Satwa Sewaka, Melalui Hewan Mengabdi Kemanusiaan.
Oleh sebab itu, maka sudah selayaknya jika sektor kesehatan hewan tidak lagi menjadi urusan pilihan. Urusan ini harus masuk dalam urusan wajib pemerintahan daerah. Terlebih, kedokteran hewan dalam tataran kampus, sejak tahun 2017 sudah masuk dalam rumpun ilmu kesehatan. Serumpun dengan kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, kebidanan, keperawatan dan lain sebagainya. Rumpun ini jelas merupakan urusan wajib bagi pemerintahan daerah.
Bahkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 3 tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner dan berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor: 658/2645/Bangda tanggal 18 Juni 2019 perihal Pembentukan dan penetapan pejabat Otoritas Veteriner Provinsi dan Kabupaten/kota telah menegaskan bahwa seluruh pemda agar membentuk dan menetapkan pejabat otoritas veteriner agar pelaksanaan penyelenggaraan kesehatan hewan di daerah dapat berjalan dengan baik dan tanpa kendala. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 tahun 2018 tentang standar teknis pelayanan dasar pada Standar Pelayanan Minimal sub urusan bencana daerah kabupaten/kota bahwa penyakit yang berasal dari hewan dan dapat menular ke manusia (zoonosis) merupakan urusan wajib yang perlu dilaksanakan oleh pemda.
Semoga pihak-pihak terkait, khususnya organisasi profesi PDHI bersama pemerintah dan DPR RI segera melakukan revisi UU Pemda dan memasukkan sektor kesehatan hewan menjadi urusan wajib bagi pemerintahan daerah. Semoga!
Penulis: drh. Iwan Berri Prima, M.M
Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Kepri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H