Dia menceritakan juga tentang kampung halamannya di kawasan Saitama yang cukup nyaman dan selalu membuat rindu dirinya yang sekarang ini sedang berkuliah di sebuah kampus di Tokyo. Dia ternyata sekarang mengambil bidang Ilmu Ekonomi dan juga berstatus sebagai mahasiswa baru.
Dan, tidak hanya itu saja, dia juga bercerita bahwa kelak setelah lulus dari kuliah, dia akan membuka usaha restoran sendiri untuk mengeluarkan bakat memasak yang dia miliki yang menurutnya menurun dari ibunya yang sering mengajak dia masak di kala kecil. Memang, aku juga sering melihat foto-foto masakan yang dia sering bagikan di blog yang dia bikin.
Dia juga kerap memfoto makanan yang disajikan di restoran. Entah kenapa aku pun mulai kagum dengan dia yang sudah memiliki tujuan hidupnya sendiri sedangkan aku masih belum yakin tentang tujuan hidupku, ya meskipun sudah berstatus sebagai mahasiswa Kedokteran, kadang aku masih mempertanyakan tentang tujuan hidup sendiri yang masih kalang kabut.
Komunikasi yang kami lakukan di kala itu benar-benar intens, namun sayang, kala itu, dia belum punya niat untuk pacaran dan hanya ingin fokus untuk meniti karirnya kelak. Sehingga, aku pun mundur karena selama waktu berselang, aku mulai berpikir bahwa dia bisa menjadi cewek yang ideal bagiku. Memang ini adalah hal yang gila jika dipikir, seumur hidupku aku baru pertama kali mencintai seorang cewek hanya karena sekedar berkenalan di media sosial belaka. Kita pun sampai belum pernah bertatap muka ataupun bertemu, namun entah kenapa ada rasa suka yang kuat pada diriku ini.Â
Sampai pernah suatu saat aku bermimpi kelak bisa pacaran dengannya di Jepang, dan untuk itu, aku selalu memikirkan berbagai skenario yang memungkinkan. Seperti misalnya aku jadi mahasiswa S2 yang mengambil penelitian di sana, atau mungkin Nanako yang datang ke sini untuk sekedar riset kuliner atau jalan-jalan.
Ah, delusi yang besar memang. Dan, delusi itu semakin hari semakin terasa kurang menyehatkan bagi kesehatan otakku. Sempat satu hari, pikiranku hanyalah terbayang tentang dia, membuatku tidak fokus untuk belajar.Â
Entahlah kapan aku bisa menemukan orang seperti dia dalam impian, entah tahun depan atau bagaimana. Tapi, jika memang kelak kami dipertemukan, apakah dia juga tertarik padaku.Â
Ah, semua pertanyaan itu selalu bermunculan silih berganti di pikiranku kala itu.Nanako, kamu telah membawa pikiranku terbang sejauh ini hanya untuk bertemu denganmu. Kamu bisa bayangkan jarak yang harus aku tempuh untuk bisa mengabulkan mimpi itu. Jika ditarik dengan garis lurus, Jogjakarta ke Saitama itu menempuh 5745 Kilometer secara langsung. Benar-benar jauh, bahkan kala itu, penanda jarak di sepeda motorku saja belum mencapai angka tersebut. Entahlah, kapan kita bisa bertemu, dan entah kapan, aku hanya bisa memohon kepada Tuhan supaya aku bisa dipertemukan dalam sebuah forum yang baik dan tentu saja momen yang baik kelak.
Hingga telah 5 tahun waktu itu berlalu, lagu J. Cole tadi seolah mengingatkanku akan Nanako. Entah tiba-tiba, aku kangen akan semua interaksi mesra yang kami lakukan di kala itu. Aku masih berharap bahwa dia masih ingat kepadaku. Waktu 5 tahun tentu waktu yang cukup lama untuk mengulang segala kenangan lama. Mungkin, Nanako sudah ketemu banyak teman akrab sehingga bisa saja dia hanya mengabaikan chatku kelak. Aku pun kembali mencari segala sosial media yang dia miliki, dan ternyata dia belum mengubah satupun akunnya. Namun, saat itu, aku harus mengganti akun Twitterku karena berbagai masalah, sehingga sampai sekarang kami belum kembali berinteraksi. Aku hanya mengirimkan pesan singkat berikut ini,
"Hello! How are you doing now, Nanako? I hope you are fine. It's me, Farhan, your friend from Indonesia. We used to talk back then about everything, i hope you still remember me. Somehow, i kinda want to track back every friendship i have ever made before. So, what's up?"