Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[Review Buku] Penjara Itu Bernama Pornografi

14 April 2017   17:42 Diperbarui: 15 April 2017   16:00 1555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa minggu yang lalu, dunia maya Indonesia sempat dihebohkan dengan penemuan sebuah grup sosial media berbasis Internasional bertajuk Loli Candy’s Group yang menyediakan media pornografi anak. Hal ini sempat membuat geram beberapa orang tua yang kebetulan berperan dalam proses penemuan grup yang sangat laknat tersebut. Penemuan grup laknat tersebut kembali menyadarkan kita bahwa perlunya ada kesadaran tinggi terhadap bahaya pornografi di Indonesia. Sesuatu yang sebenarnya sudah menjadi pembicaraan yang cukup membosankan dan mungkin sudah membuat perut saya eneg untuk mendengarnya. Keputusan untuk mengurangi dampak pornografi dari pemerintah Indonesia bagi saya sendiri ibarat keputusan untuk mengontrol peredaran senjata api di Amerika. Terjadi suatu peristiwa yang relevan, maka hal tersebut kembali dipertimbangkan. 

Terakhir kali, lebih tepatnya pada bulan Maret tahun 2016, saya pernah membuat sebuah tulisan di Kompasiana tentang meningkatkan kesadaran tentang bahaya pornografi. Ketika itu, kasus perkosaan Yuyun yang sangat masif yang kemudian mendorong saya untuk menyebarkan pesan bahaya pornografi. Meskipun, respon yang diterima ketika itu masih minim. Tetapi, tetap saja masih beredar kasus yang membuka mata kita tentang bahaya pornografi. Seolah-olah beribu-ribu kasus yang beredar itu ibaratnya alarm bangun yang diberikan efek snooze.

Setahun setelah postingan saya menegur pemerintah Indonesia tentang Bahaya Pornografi dikeluarkan resmi oleh Kompasiana, saya mendapatkan informasi bahwa buku pertama saya berjudul “Ketika Di Dalam Penjara” sudah selesai dicetak dan sudah siap dipasarkan oleh penerbit Indie Book Corner. Sebuah buku yang akan menjadi peringatan terbesar saya kepada para jajaran pemerintahan ataupun regulator tentang bahaya pornografi di Indonesia yang masih belum menjadi fokus perhatian sampai sekarang.

REVIEW BUKU

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Judul : Ketika Di Dalam Penjara, Cerita dan Fakta Tentang Kecanduan Pornografi

ISBN : 978-602-3092-43-7

Ukuran : 14 x 21 cm

Jumlah Halaman : 103 halaman

Yogyakarta, Indie Book Corner, 2017

Buku “Ketika Di Dalam Penjara” ini saya tulis pada saat saya sedang berusaha untuk keluar dari jeratan bernama Pornografi. Saya memutuskan untuk menggunakan kata “Penjara” dalam judul buku ini karena sebuah anggapan saya bahwa seseorang yang berada pada kondisi terjerat pornografi itu diibaratkan seperti orang yang berada di dalam penjara. Menyendiri, mendapatkan stigma negatif, dan berasa seperti di bawah kendali. Benar-benar tidak berkoordinasi dengan dunia luar. Sebagai orang yang pernah berjuang melawan pornografi selama 6 tahun, saya merasakan sendiri bagaimana media pornografi benar-benar merusak otak saya sendiri. Keputusan saya untuk menulis buku ini berawal dari ketika saya bergabung di sebuah grup perkumpulan para pecandu Pornografi yang sama-sama ingin keluar dari jeratan tersebut. Dalam kesempatan tersebut, saya mulai mengetahui bahwa di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, pornografi sudah menjadi masalah kesehatan yang serius. Terutama, jika melihat di Amerika Serikat sendiri, mulai dibentuk sebuah badan non pemerintah bernama Fight The New Drug yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Amerika tentang bahaya pornografi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun