8 bulan setelah saya menulis kritik saya terhadap skena Hip-Hop Indonesia di Kompasiana, ternyata banyak sekali respon positif bahkan negatif yang diperoleh dari para pelaku Hip-Hop di seluruh Indonesia. Tidak sedikit juga yang bilang bahwa tulisan saya ini dianggap memberikan efek positif terhadap perkembangan Hip-Hop sekarang ini. Sehingga, yang terjadi sekarang ini adalah skena Hip-Hop Indonesia yang mulai kembali memperoleh sorotan dari media populer.
Seakan memutarbalikkan pesan berbagai masyarakat yang dulunya menyatakan bahwa “Hip Hop is Dead”, menjadi “Hip Hop is ALIVE”. Media populer seperti Majalah Hai dan Rolling Stone juga tidak segan-segan untuk membahas tentang skena Hip-Hop di Indonesia, bahkan sempat dibahas secara mendalam pada Majalah Hai edisi 33 tahun 2016.
Apalagi, dalam waktu sebulan terakhir ini, Hip-Hop kembali memanas setelah wawancara Young Lex dengan sebuah media online tentang ambisinya untuk merajai Hip-Hop Indonesia. Seperti yang diketahui, secara tidak langsung, Young Lex merupakan salah satu alasan dimana Hip-Hop kembali diperbincangkan. Baik itu dari segi lagu, skill, maupun perilaku yang selalu mengundang pembicaraan karena terkesan kontroversial.
Bahkan, wawancara yang dilakukan ini juga berakhir kontroversial karena ada sebuah pernyataan dimana dia dianggap tidak menghargai rapper pendahulu, karena dinilai tidak memiliki skill sebaik rapper yang dialami sekarang ini. Lantas, dia memperoleh banyak sekali respon negatif dari kalangan pecinta Hip-Hop, bahkan rapper pendahulu pun sampai merasa emosi mendengarnya.
Untuk mengurangi rasa emosi saya sebagai penikmat Hip-Hop, saya mencoba untuk mendengarkan beberapa lagu rap sekedar untuk menemukan inspirasi saya dalam menulis. Ketika saya mendengarkan lagu Gbrand yang berjudul “Hypocrite” berkolaborasi dengan Enky, saya menjadi terkagum, apalagi setelah membaca liriknya di situs Genius (situs yang menjelaskan lirik-lirik lagu secara rinci dan interaktif dengan melibatkan pembawa lagu itu sendiri). Lagu yang dirilis pada 5 bulan lalu ini seakan menceritakan tentang permasalahan baru yang sedang dihadapi oleh skena Hip-Hop Indonesia, selain dari Hip-Hop yang kurang memperoleh sorotan media populer.
Dari lagu ini saya menyoroti 2 masalah yang dialami oleh Hip-Hop sekarang, yaitu:
Apakah skena Hip-Hop akan mengalami hal yang sama dengan genre lainnya, yaitu terkenal karena cemoohan sehingga rapper yang punya skill atau pesan positif tidak akan diterima rakyat luas? Kenapa Hip-Hop yang akhir-akhir ini diekspos oleh media online lebih tersentralisasi?
Lagu “Hypocrite” sendiri juga menceritakan banyak sekali permasalahan dari rapper yang sama sekali terkesan malu menunjukkan skill di media mainstream dan tidak akan diterima oleh rakyat umum. Padahal, sebenarnya rapper yang malu tersebut mungkin punya skill lebih dibandingkan rapper yang diterima khalayak ramai.
Kau tulis lirik dengan penuh cinta di kertas
Kau tuangkan isi otakmu dengan harapan jelas
Kau berima tanpa ampun kau bunuh microphone
Di dalam kamar yang pengap takut orang menonton
Atau kau takut bersuara lebih keras
Karena orang depan kamar kan mendengar lebih jelas
Atau kau malu karena kau kurang percaya diri
Dengan mereka yang selalu tebar pesona di sana sini
Bukan lagi rahasia bahwa meski orang-orang juga kerap mempertahankan budaya, tetapi dengan budaya Indonesia yang terkesan sangat konsumtif, orang-orang tentu saja lebih mengedepankan uang di atas segalanya. Sehingga, tentu meski orang tersebut punya skill tinggi, mereka rela mempertaruhkan skill demi uang yang beredar. Rapper Laze juga menyatakan hal yang sama di lagunya berjudul “Budak”.
Ia seorang musisi dengan kualitas
Dan baru tanda tangani kontrak rekaman di kertas
Namun ia telah korbankan, segala bakat
Agar bisa lebih dikenal oleh masyarakat
Ujung-ujungnya, rapper tersebut mulai membuat lagu yang terkesan catchy di masyarakat, meskipun mungkin secara lirik bahkan pesan pun terkesan negatif dan bisa berakibat buruk di kalangan pendengar, yang ujung-ujungnya diejek oleh kalangan elit. Atau tidak, mengajak orang yang tidak begitu paham dengan hip-hop untuk berkolaborasi. Sehingga secara tidak langsung, akan mendapat tanggapan negatif, hal ini menguntungkan bagi rapper terutama dari segi ekonomis.
Mungkin, rapper tersebut berpikir seperti ini,
“Ga peduli ah tanggapan orang-orang disana kayak gimana, mau negatif kek, mau gimana, yang penting banyak yang kenal lagu gue, terus gue diundang ke televisi, dapet banyak duit, gue hidup bahagia”.
Sehingga, ujung-ujungnya, banyak musisi (tidak hanya rapper) yang kurang dari segi skill, justru mengeluarkan lagu-lagu yang memang agak easy listening, tapi dianggap rakyat seolah-olah mewakili genre musik yang ada. Sangat malu sekali jika ada artis yang dikenal bukankarena kualitas yang bagus, melainkan berasal dari ejekan atau bahan tertawaan yang beredar di Internet.
Sehingga, lagu tersebut sering diputar-putar dan terus terngiang di benak kita, lama-lama lagunya akan terkesan menarik di telinga kita. Sudah banyak contoh yang beredar di Indonesia, sehingga tidak perlu jika saya sebut nama satu-persatu. Mungkin lagu Ahmada Daisuki berjudul Lagu Jepang ini bisa melambangkan apa yang saya maksud.
Dari segi kualitas mungkin kurang bagus, tetapi karena elemen tertentu, lagu ini lama-lama menarik dan terkesan diputar ulang. Bisa jadi semacam guilty pleasure juga. Guilty pleasure sendiri memang bukanlah hal yang salah, tetapi jika berakibat negatif buat kultur hip-hop, tentu saja tetap berbahaya ke depannya.
Hal ini juga tidak hanya terjadi di skena Indonesia, hal ini juga terjadi di Amerika. Namun di Amerika Hip-Hop sudah diselamatkan dengan kehadiran beberapa rapper bagus seperti J. Cole, Kendrick Lamar, Earl Sweatshirt, Vince Staples, dan lainnya. Kehadiran mereka tidak menghilangkan rapper dengan kualitas yang kurang, tetapi karena lagu rapper yang sering diulang membuat lagu tersebut masuk chart lagu tertinggi bilboard contohnya adalah lagu-lagu Young Thug, Fetty Wap atau Future.
Hal ini juga dibahas pada verse Enky di lagu Hypocrite yang berbunyi
The problem is not from her beauty self
But it’s all the douche looking for attention
When they think she loves ‘em
I can’t stand down i love her
But it ain’t easy, they kinda stronger too
Top chart artists, they ain’t the number two
They make some sweets, put some coke in it
Children loves ‘em, musical drug business
Permasalahan terakhir yang dibahas merupakan masalah yang sering dibahas di skena Hip-Hop Indonesia yaitu “Kenapa rapper yang diekspos hanya yang sentral saja?”. Hal ini juga turut dibahas di hook pada lagu “Hypocrite” yang berbunyi
Cobalah kau tuk buka mata
(Kau acuh acuh tau! Kau acuh acuh tau!)
Hip Hop hilang, dari tanah Nusantara
Suara minoritas hanya jadi sejarah.
Memang saya akui akhir-akhir ini, eksposur yang ada pada Hip-Hop itu lebih condong ke pusat. Bahkan, sangat disayangkan sekali, media Hip-Hop seperti hiphopindo.net yang harusnya merepresentasikan Hip-Hop di seluruh Indonesia, malah condong ke kota besar. Meskipun membahas tentang rapper luar daerah, itu juga presentasinya masih dianggap sedikit.
Majalah Hai juga sempat mengupas tentang perkembangan Hip-Hop di Indonesia (edisi 33 tahun 2016), dengan menjadikan artis-artis Zero One, salah satu label Hip-Hop yang namanya lagi naik, sebagai cover dari majalah tersebut. Tetapi, tetap saja banyak protes yang bermunculan karena terkesan tidak mewakili seluruh Indonesia, atau lebih tepatnya kenapa Komunitasnya tidak masuk dalam Peta Komunitas Hip-Hop Indonesia yang ada di foto bawah ini.
Menurut saya, skena Hip-Hop yang cantik tidak hanya di kota yang tercantum dalam foto itu saja. Surabaya sendiri punya komunitas yang sangat banyak dan menyatu, bahkan mereka sempat mengadakan gathering Hip-Hop dengan mengundang beberapa crew legendaris, seperti dari Das Aufklarung atau dari Flava Effect. Di NTT sendiri juga ada komunitas Hip-Hop ternama, contohnya ada RHC (Ruteng Hip-Hop Clan), bahkan masih dibilang pergerakan Hip-Hop disana cukup bagus. Di kawasan Papua sendiri, setiap tahunnya diadakan Festival Hip-Hop yang selalu dihadiri oleh penikmat dari sekitar Papua. Tidak ketinggalan lagi di berbagai kota lainnya yang memiliki komunitas mumpuni dan pergerakan yang belum tercek radar, yang tentu saja saya sulit untuk tulis satu-persatu.
Terakhir, tentu saja tulisan ini tidak akan bagus jika saya tidak lengkapi dengan solusi yang akan saya tawarkan untuk permasalahan yang saya bahas ini. Berikut adalah penawaran saya
1. Media yang Representatif
Diperlukan adanya media online yang cukup relevan dan adil untuk mempromosikan karya Hip-Hop Indonesia. Berbicara tentang media, tentu saja zaman sekarang ini makin banyak orang yang condong menggunakan Internet untuk mengakses berbagai informas. Dahulu, kita memiliki situs seperti HipHopHeroes.net yang relevan dan selalu mengabarkan berita tentang Hip-Hop di seluruh Indonesia, tetapi sejak situs tersebut memutuskan untuk mati, Hip-Hop seakan kurang memperoleh promosi bagus di Indonesia. Ditambah lagi dengan situs HipHopIndo.net yang terkesan kurang netral dan kurang rajin dalam mempromosikan Hip-Hop di Indonesia.
Langkah bagus lainnya sudah diterapkan oleh stasiun radio MSTRI FM di Jakarta dengan memunculkan program Hip-Hop seperti 8 Bar, dan disertai dengan aplikasi yang memudahkan kita untuk streaming program mereka. Ditambah lagi dengan stasiun seperti DEMAJORS RADIO, atau ROOTS BLOCK di Oz Radio. Tetapi, keberadaan mereka belum cukup untuk mempromosikan Hip-Hop, harus ada promosi yang cukup juga dari radio-radio di kota lainnya, mengingat radio juga sekarang ini bukan cara yang efektif untuk mempromosikan lagu.
Sangat disayangkan jika lagu yang banyak dipromosikan condong ke lagu Pop atau lagu yang terkenal secara nasional, ketika kita juga memiliki bakat yang bagus dari daerah-daerah lainnya.
2. Kembalikan album kompilasi hip-hop!
Era 90an merupakan era yang sangat berkesan buat fans Hip-Hop tanah air, selain fakta bahwa memang era tersebut disebut sebagai golden era of Hip-Hop dengan munculnya banyak rapper kenamaan di Amerika, seperti Tupac, Biggie, Nas, Jay-Z, Wu Tang Clan, Dr. Dre, Snoop Dogg, dan lainnya. Era ini bisa dibilang sebagai era kelahiran Hip-Hop di Indonesia, ya, meski Farid Hardja atau Benyamin Sueb kerap dianggap sebagai orang yang secara tidak langsung memperkenalkan gaya musik Rap di Indonesia. Tetapi, era 90an disebut era dimana orang tertarik untuk mengulik lebih dalam kultur Hip-Hop. Hal ini juga dibuktikan dengan munculnya album kompilasi “Pesta Rap” di Indonesia, yang cukup mulai membuka pintu buat beberapa legenda hip-hop Indonesia lainnya, seperti Neo, Saykoji, Sweet Martabak, Mizta D, Blakumuh, Yacko dan lainnya.
3. Perlunya perkenalan kultur Hip-Hop ke kalangan anak muda dan calon investor
Ini merupakan cara yang terbilang beresiko, tetapi tidak salahnya juga untuk dicoba. Bisa diakui sejak muncul Young Lex, banyak orang yang sok-sok ingin menjadi rapper. Seolah-olah, seperti mereka menjadikan Young Lex sebagai role model bagi rapper, meski sebenarnya masih banyak yang secara skill melebihi beliau. Sehingga, diperlukan banyak sekali promosi ke kalangan anak muda, terutama mereka adalah pengakses Internet terbesar sekarang ini. Promosi kultur Hip-Hop dapat dilakukan dengan banyak cara, bisa dengan menyisipkan artis hip-hop pada acara Pentas Seni (Pensi) atau mungkin dengan cara yang lebih kreatif, seperti menyisipkan kurikulum Hip-Hop di sekolah.
Hal ini sudah diterapkan oleh seorang YouTuber bernama Ridho Muhammad, dimana beberapa hari yang lalu, dia merilis sebuah video berjudul “Bocah Kampung” dimana di video itu ada 3 anak kecil nge-rap, tetapi dengan pesan positif dan kritik terhadap kenakalan remaja saat ini. Sangat inspiratif dan memukul banyak pihak.
Selain dari kalangan anak muda, perlu juga untuk memperkenalkan kultur Hip-Hop lebih mendalam terhadap calon-calon investor. Terutama untuk menggaet beberapa musisi untuk datang ke Indonesia, atau bisa membantu dalam pendanaan solusi-solusi yang sudah saya usulkan di awal tadi. Sehingga, dia bisa saja berkontribusi positif dalam memajukan Hip-Hop Indonesia, meski awalnya bukan terlahir dari keluarga Hip-Hop.
So, mari kita bersama-sama turut membantu untuk mengembangkan sayap Hip-Hop lebih jauh lagi, bahkan bisa menembus luar negeri, seperti apa yang sudah dilakukan oleh Rich Chigga. Hal ini juga sudah disampaikan Gbrand lewat verse terakhir dari lagu “Hypocrite” yang berbunyi
Tapi ku beritahu, kau itu anak panah
Butuh tarikan yang jauh tuk melesat lebih parah
Jangan merasa tak bisa mereka ular berbisa
Hanya bisa berdesis ketika merasa akan kalah
Hip Hop ku tidak hilang, hanya lebih berkembang
Suatu saat tetap berdiri takkan pernah tumbang
Jika kau miskin lirik datang di aku dan ku sumbang
Lirik sepah ku buang, jadi hits kamu tuan.
Jayalah selalu Hip-Hop Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H