Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Penghargaan, Masalah Baru Hip-Hop Indonesia

19 November 2016   21:35 Diperbarui: 20 November 2016   03:27 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sedikit kenangan zaman Pesta Rap tahun 90an | sumber : sorotanutama.blogspot.com

8 bulan setelah saya menulis kritik saya terhadap skena Hip-Hop Indonesia di Kompasiana, ternyata banyak sekali respon positif bahkan negatif yang diperoleh dari para pelaku Hip-Hop di seluruh Indonesia. Tidak sedikit juga yang bilang bahwa tulisan saya ini dianggap memberikan efek positif terhadap perkembangan Hip-Hop sekarang ini. Sehingga, yang terjadi sekarang ini adalah skena Hip-Hop Indonesia yang mulai kembali memperoleh sorotan dari media populer. 

Seakan memutarbalikkan pesan berbagai masyarakat yang dulunya menyatakan bahwa “Hip Hop is Dead”, menjadi “Hip Hop is ALIVE”. Media populer seperti Majalah Hai dan Rolling Stone juga tidak segan-segan untuk membahas tentang skena Hip-Hop di Indonesia, bahkan sempat dibahas secara mendalam pada Majalah Hai edisi 33 tahun 2016.

Apalagi, dalam waktu sebulan terakhir ini, Hip-Hop kembali memanas setelah wawancara Young Lex dengan sebuah media online tentang ambisinya untuk merajai Hip-Hop Indonesia. Seperti yang diketahui, secara tidak langsung, Young Lex merupakan salah satu alasan dimana Hip-Hop kembali diperbincangkan. Baik itu dari segi lagu, skill, maupun perilaku yang selalu mengundang pembicaraan karena terkesan kontroversial. 

Bahkan, wawancara yang dilakukan ini juga berakhir kontroversial karena ada sebuah pernyataan dimana dia dianggap tidak menghargai rapper pendahulu, karena dinilai tidak memiliki skill sebaik rapper yang dialami sekarang ini. Lantas, dia memperoleh banyak sekali respon negatif dari kalangan pecinta Hip-Hop, bahkan rapper pendahulu pun sampai merasa emosi mendengarnya.

Untuk mengurangi rasa emosi saya sebagai penikmat Hip-Hop, saya mencoba untuk mendengarkan beberapa lagu rap sekedar untuk menemukan inspirasi saya dalam menulis. Ketika saya mendengarkan lagu Gbrand yang berjudul “Hypocrite” berkolaborasi dengan Enky, saya menjadi terkagum, apalagi setelah membaca liriknya di situs Genius (situs yang menjelaskan lirik-lirik lagu secara rinci dan interaktif dengan melibatkan pembawa lagu itu sendiri). Lagu yang dirilis pada 5 bulan lalu ini seakan menceritakan tentang permasalahan baru yang sedang dihadapi oleh skena Hip-Hop Indonesia, selain dari Hip-Hop yang kurang memperoleh sorotan media populer.

Dari lagu ini saya menyoroti 2 masalah yang dialami oleh Hip-Hop sekarang, yaitu:

Apakah skena Hip-Hop akan mengalami hal yang sama dengan genre lainnya, yaitu terkenal karena cemoohan sehingga rapper yang punya skill atau pesan positif tidak akan diterima rakyat luas? Kenapa Hip-Hop yang akhir-akhir ini diekspos oleh media online lebih tersentralisasi?

Lagu “Hypocrite” sendiri juga menceritakan banyak sekali permasalahan dari rapper yang sama sekali terkesan malu menunjukkan skill di media mainstream dan tidak akan diterima oleh rakyat umum. Padahal, sebenarnya rapper yang malu tersebut mungkin punya skill lebih dibandingkan rapper yang diterima khalayak ramai.

Kau tulis lirik dengan penuh cinta di kertas
Kau tuangkan isi otakmu dengan harapan jelas
Kau berima tanpa ampun kau bunuh microphone
Di dalam kamar yang pengap takut orang menonton

Atau kau takut bersuara lebih keras
Karena orang depan kamar kan mendengar lebih jelas
Atau kau malu karena kau kurang percaya diri
Dengan mereka yang selalu tebar pesona di sana sini

Bukan lagi rahasia bahwa meski orang-orang juga kerap mempertahankan budaya, tetapi dengan budaya Indonesia yang terkesan sangat konsumtif, orang-orang tentu saja lebih mengedepankan uang di atas segalanya. Sehingga, tentu meski orang tersebut punya skill tinggi, mereka rela mempertaruhkan skill demi uang yang beredar. Rapper Laze juga menyatakan hal yang sama di lagunya berjudul “Budak”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun